Pemerataan Hindarkan Jakarta dari Urbanisasi
A
A
A
Nuraini
Mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
WACANA pemindahan ibu kota negara bukanlah hal mudah seperti membalikkan telapak tangan. Kebijakan ini membutuhkan kajian mendalam dengan melibatkan para ahli, proses yang lama, dan biaya yang besar. Perencanaan matang sangat dibutuhkan untuk menyiapkan ibu kota baru menjadi pusat pemerintahan maupun pusat perekonomian negara.
Salah satu masalah klasik Jakarta sebagai ibu kota negara adalah kerap jadi sasaran atau tujuan urbanisasi. Masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia sering menjadikan Jakarta sebagai tujuan untuk mencari pekerjaan. Setiap tahun usai libur Lebaran tidak hanya pemudik yang datang ke Ibu Kota untuk beraktivitas kembali, namun membawa pendatang baru. Jakarta menjadi magnet bagi pendatang.
Hal inilah yang memicu ledakan penduduk di Ibu Kota. Banyaknya penduduk Jakarta tidak sebanding dengan besaran wilayah yang ada. Hal ini membuat Jakarta mendapat berbagai masalah satu di antaranya ketidakteraturan pembangunan yang menyebabkan produksi sampah meningkat sehingga terkesan kumuh.
Namun, solusi dari semua persoalan ini kurang tepat jika kebijakannya hanya memindahkan ibu kota ke daerah lain. Apalagi, ibu kota baru membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Berdasarkan estimasi Bappenas, biaya yang dibutuhkan mencapai lebih dari Rp400 triliun, yang berasal dari APBN, BUMN, Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta pihak swasta.
Jika masalah Jakarta adalah kepadatan yang memicu beragam persoalan, ada baiknya bila biaya itu dialihkan untuk melakukan pemerataan pembangunan di luar Jakarta dan Jawa sehingga masyarakat dari daerah lain tidak perlu melakukan urbanisasi ke Jakarta yang membuat ibu kota semakin padat. Dengan mengembangkan kota lain sebagai pusat ekonomi baru, biaya yang dibutuhkan akan lebih rendah dibanding dengan membangun ibu kota baru di luar Pulau Jawa. Belum lagi pembangunan ibu kota baru akan dibangun dari nol. Muncul kekhawatiran terjadi kegagalan dalam pembangunan dan penyalahgunaan biaya.
Apakah pemindahan ibu kota ini menjadi solusi akhir agar ibu kota tidak lagi menanggung beban yang berat seperti Jakarta saat ini? Permasalahan yang dihadapi di setiap ibu kota negara akan sama bentuknya. Sekali lagi, solusinya bukan memindahkan, melainkan memperbaiki ibu kota Jakarta menjadi lebih baik akan mengurangi beban yang ditanggungnya salah satunya mengontrol jumlah perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Sesungguhnya pemerataan pembangunan yang lebih dibutuhkan masyarakat yang tinggal di luar Pulau Jawa, khususnya di luar Jakarta.
Mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
WACANA pemindahan ibu kota negara bukanlah hal mudah seperti membalikkan telapak tangan. Kebijakan ini membutuhkan kajian mendalam dengan melibatkan para ahli, proses yang lama, dan biaya yang besar. Perencanaan matang sangat dibutuhkan untuk menyiapkan ibu kota baru menjadi pusat pemerintahan maupun pusat perekonomian negara.
Salah satu masalah klasik Jakarta sebagai ibu kota negara adalah kerap jadi sasaran atau tujuan urbanisasi. Masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia sering menjadikan Jakarta sebagai tujuan untuk mencari pekerjaan. Setiap tahun usai libur Lebaran tidak hanya pemudik yang datang ke Ibu Kota untuk beraktivitas kembali, namun membawa pendatang baru. Jakarta menjadi magnet bagi pendatang.
Hal inilah yang memicu ledakan penduduk di Ibu Kota. Banyaknya penduduk Jakarta tidak sebanding dengan besaran wilayah yang ada. Hal ini membuat Jakarta mendapat berbagai masalah satu di antaranya ketidakteraturan pembangunan yang menyebabkan produksi sampah meningkat sehingga terkesan kumuh.
Namun, solusi dari semua persoalan ini kurang tepat jika kebijakannya hanya memindahkan ibu kota ke daerah lain. Apalagi, ibu kota baru membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Berdasarkan estimasi Bappenas, biaya yang dibutuhkan mencapai lebih dari Rp400 triliun, yang berasal dari APBN, BUMN, Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta pihak swasta.
Jika masalah Jakarta adalah kepadatan yang memicu beragam persoalan, ada baiknya bila biaya itu dialihkan untuk melakukan pemerataan pembangunan di luar Jakarta dan Jawa sehingga masyarakat dari daerah lain tidak perlu melakukan urbanisasi ke Jakarta yang membuat ibu kota semakin padat. Dengan mengembangkan kota lain sebagai pusat ekonomi baru, biaya yang dibutuhkan akan lebih rendah dibanding dengan membangun ibu kota baru di luar Pulau Jawa. Belum lagi pembangunan ibu kota baru akan dibangun dari nol. Muncul kekhawatiran terjadi kegagalan dalam pembangunan dan penyalahgunaan biaya.
Apakah pemindahan ibu kota ini menjadi solusi akhir agar ibu kota tidak lagi menanggung beban yang berat seperti Jakarta saat ini? Permasalahan yang dihadapi di setiap ibu kota negara akan sama bentuknya. Sekali lagi, solusinya bukan memindahkan, melainkan memperbaiki ibu kota Jakarta menjadi lebih baik akan mengurangi beban yang ditanggungnya salah satunya mengontrol jumlah perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Sesungguhnya pemerataan pembangunan yang lebih dibutuhkan masyarakat yang tinggal di luar Pulau Jawa, khususnya di luar Jakarta.
(kri)