Momentum Hardiknas dan Milenial
A
A
A
HARI Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati bangsa Indonesia setiap 2 Mei. Peringatan ini selalu digelar sebagai upaya merefleksikan pentingnya pendidikan dalam upaya membangun jati diri bangsa. Pendidikan sangat penting untuk membangun generasi penerus bangsa, baik dari sisi ilmu pengetahuan maupun budi pekertinya.
Saat ini bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Tantangan tidak hanya dari luar negeri, melainkan dalam negeri. Kompleksitas ini memerlukan kesiapan sumber daya manusia agar bangsa ini bisa bersaing di kancah global.
Teknologi juga semakin berkembang dalam rangka mempermudah manusia dalam aktivitasnya. Saat ini digitalisasi merambah hampir ke semua bidang kehidupan. Revolusi Industri 4.0 kini di depan mata.
Akibatnya terjadi disrupsi dalam berbagai bentuk. Banyak pekerjaan yang selama ini dikerjakan manusia kini digantikan oleh mesin yang dikendalikan sistem komputer. Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan, meski di saat yang sama era digital juga menghadirkan pekerjaan baru yang tidak ada sebelumnya.
Disrupsi bisa dilihat dari bergesernya layanan konvensional menjadi dalam jaringan (daring). Lihatlah betapa ojek daring dan taksi daring menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Disrupsi juga melanda perusahaan ritel besar dan layanan berbelanja kini digantikan oleh sistem daring. Pendidikan menjadi kunci untuk memenangi persaingan yang sudah pasti keras di era Industri 4.0 ini.
Tantangan tidak hanya berupa kemajuan teknologi digital yang membutuhkan adaptasi. Dalam konteks Indonesia, saat ini beragam tantangan dari dalam juga muncul dan mesti diantisipasi demi menyelamatkan masa depan bangsa. Tantangan tersebut adalah menguatnya intoleransi. Ketika dulu perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dianggap sebagai hal lumrah atau biasa, sekarang ini ada kecenderungan semangat itu mulai meluntur. Penghormatan atas perbedaan keyakinan mulai berkurang.
Tantangan lain adalah ektremisme dan terorisme. Jaringan terorisme internasional tidak pernah berhenti bekerja. Bahkan, tak jarang pelaku-pelaku pengeboman bunuh diri dilakukan oleh anak muda yang terlebih dulu didoktrin dengan paham yang sesat. Paham kekerasan ini akan terus ditularkan dengan menyasar generasi muda. Apalagi kemajuan teknologi digital dan internet memudahkan pelaku kejahatan dalam menyebarkan pengaruhnya.
Tantangan lainnya adalah narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Tidak sedikit generasi muda yang kini terjerat dalam penyalahgunaan narkoba. Bahkan yang mengerikan, anak belasan tahun yang duduk di bangku SMP, bahkan SD, juga mulai dipengaruhi narkoba. Ini tak lepas dari kelihaian dari para bandar narkoba menciptakan pasar. Tantangan lainnya adalah melunturnya sikap penghormatan sebagian generasi muda. Belakangan kita kerap menyaksikan ada pelajar yang berani menantang bahkan melakukan kekerasan terhadap gurunya. Tentu ini fakta yang sangat memiriskan.
Kita mafhum bahwa perubahan zaman adalah keniscayaan namun itu tentu tetap perlu disikapi dengan bijak. Generasi muda harus diajari bagaimana menerima dan menyaring informasi yang beredar secara masif, khususnya di dunia maya. Tidak begitu saja gampang meniru hal-hal yang belum tentu positif tanpa saringan dan arahan, potensi generasi muda berperilaku destruktif menjadi aktual.
Atas berbagai tantangan yang menghadang tersebut, penting untuk menjadikan momentum Hardiknas 2019 untuk kembali menggelorakan penguatan karakter bangsa melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Pendidikan perlu semakin diarahkan pada penguatan karakter. Pendidikan karakter penting ditanamkan agar generasi muda memiliki wawasan kebangsaan, nasionalisme, patriotisme yang kuat.
Inti pendidikan karakter adalah menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa kepada generasi muda. Dengan begitu, akan tumbuh benih-benih kebinekaan dalam setiap diri generasi milenial. Pendidikan karakter akan membentengi generasi muda dari serangan hal-hal negatif di atas.
Penting membentengi milenial ini karena masa depan Indonesia ada di tangan mereka. Tekad dan semangat untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045, atau pada saat HUT ke-100 Republik Indonesia harus terus dinyalakan. Namun, terwujud tidaknya cita-cita tersebut sangat tergantung pada kondisi generasi muda kita hari ini.
Saat ini bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Tantangan tidak hanya dari luar negeri, melainkan dalam negeri. Kompleksitas ini memerlukan kesiapan sumber daya manusia agar bangsa ini bisa bersaing di kancah global.
Teknologi juga semakin berkembang dalam rangka mempermudah manusia dalam aktivitasnya. Saat ini digitalisasi merambah hampir ke semua bidang kehidupan. Revolusi Industri 4.0 kini di depan mata.
Akibatnya terjadi disrupsi dalam berbagai bentuk. Banyak pekerjaan yang selama ini dikerjakan manusia kini digantikan oleh mesin yang dikendalikan sistem komputer. Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan, meski di saat yang sama era digital juga menghadirkan pekerjaan baru yang tidak ada sebelumnya.
Disrupsi bisa dilihat dari bergesernya layanan konvensional menjadi dalam jaringan (daring). Lihatlah betapa ojek daring dan taksi daring menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Disrupsi juga melanda perusahaan ritel besar dan layanan berbelanja kini digantikan oleh sistem daring. Pendidikan menjadi kunci untuk memenangi persaingan yang sudah pasti keras di era Industri 4.0 ini.
Tantangan tidak hanya berupa kemajuan teknologi digital yang membutuhkan adaptasi. Dalam konteks Indonesia, saat ini beragam tantangan dari dalam juga muncul dan mesti diantisipasi demi menyelamatkan masa depan bangsa. Tantangan tersebut adalah menguatnya intoleransi. Ketika dulu perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dianggap sebagai hal lumrah atau biasa, sekarang ini ada kecenderungan semangat itu mulai meluntur. Penghormatan atas perbedaan keyakinan mulai berkurang.
Tantangan lain adalah ektremisme dan terorisme. Jaringan terorisme internasional tidak pernah berhenti bekerja. Bahkan, tak jarang pelaku-pelaku pengeboman bunuh diri dilakukan oleh anak muda yang terlebih dulu didoktrin dengan paham yang sesat. Paham kekerasan ini akan terus ditularkan dengan menyasar generasi muda. Apalagi kemajuan teknologi digital dan internet memudahkan pelaku kejahatan dalam menyebarkan pengaruhnya.
Tantangan lainnya adalah narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Tidak sedikit generasi muda yang kini terjerat dalam penyalahgunaan narkoba. Bahkan yang mengerikan, anak belasan tahun yang duduk di bangku SMP, bahkan SD, juga mulai dipengaruhi narkoba. Ini tak lepas dari kelihaian dari para bandar narkoba menciptakan pasar. Tantangan lainnya adalah melunturnya sikap penghormatan sebagian generasi muda. Belakangan kita kerap menyaksikan ada pelajar yang berani menantang bahkan melakukan kekerasan terhadap gurunya. Tentu ini fakta yang sangat memiriskan.
Kita mafhum bahwa perubahan zaman adalah keniscayaan namun itu tentu tetap perlu disikapi dengan bijak. Generasi muda harus diajari bagaimana menerima dan menyaring informasi yang beredar secara masif, khususnya di dunia maya. Tidak begitu saja gampang meniru hal-hal yang belum tentu positif tanpa saringan dan arahan, potensi generasi muda berperilaku destruktif menjadi aktual.
Atas berbagai tantangan yang menghadang tersebut, penting untuk menjadikan momentum Hardiknas 2019 untuk kembali menggelorakan penguatan karakter bangsa melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Pendidikan perlu semakin diarahkan pada penguatan karakter. Pendidikan karakter penting ditanamkan agar generasi muda memiliki wawasan kebangsaan, nasionalisme, patriotisme yang kuat.
Inti pendidikan karakter adalah menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa kepada generasi muda. Dengan begitu, akan tumbuh benih-benih kebinekaan dalam setiap diri generasi milenial. Pendidikan karakter akan membentengi generasi muda dari serangan hal-hal negatif di atas.
Penting membentengi milenial ini karena masa depan Indonesia ada di tangan mereka. Tekad dan semangat untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045, atau pada saat HUT ke-100 Republik Indonesia harus terus dinyalakan. Namun, terwujud tidaknya cita-cita tersebut sangat tergantung pada kondisi generasi muda kita hari ini.
(maf)