Perempuan Lintas Agama Berperan Jadi Agen Perdamaian
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) sepakat bahwa perempuan lintas agama memiliki peran menjadi agen perdamaian sebab proses komunikasi perempuan lebih jujur dan apa adanya.
Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT Andi Intang Dulung mengungkapkan dalam pencegahan terorisme, perempuan menjadi simbol untuk menyebarkan pesan damai. Perempuan dari berbagai latar belakang agama juga diharapkan mampu menjadi border bagi keluarganya untuk mencegah ajaran radikal.
“Seluruh simpul organisasi perempuan dari latar belakang agama yang berbeda sepakat bahwa terorisme tidak merepresentasikan agama tertentu dan tidak sejalan dengan ajaran agama,” ungkap Andi dalam kegiatan Pelibatan Perempuan dalam Pencegahan Terorisme di Jakarta akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, perempuan sebagai tokoh rekonsiliasi atau sebagai peace negotiator juga bukan menjadi hal yang baru. Kelebihan dan keistimewaan perempuan dalam proses rekonsiliasi ini sebagian karena di balik kodratnya mempunyai sifat yang menyejukkan.
Misalnya penyayang dan pengasih yang dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pendekatan terhadap kelompok yang terlibat konflik. Perempuan sebagai pelaku rekonsiliasi, kata Andi, berperan aktif dalam mempromosikan apa yang dikenal dengan sebutan budaya perdamaian.
Pertemanan perempuan lintas agama dan budaya juga akan mewujudkan kampanye kerukunan beragama. “Perempuan mempunyai potensi besar untuk menjaga kehidupan. Jadi korelasinya sangat kuat karena perempuan memiliki dan identik dengan cinta kasih,” ungkapnya.
Ketua FKPT Jawa Barat Yaya Sunarya mengatakan, perempuan memiliki sikap netralitas. Perempuan sesungguhnya memiliki potensi sebagai agen pendamaian sehingga jika ada konflik dalam masyarakat, mereka akan lebih mudah masuk menjadi penengah. “Sedangkan dalam pencegahan terorisme, perempuan sudah seharusnya menjadi guru di keluarga untuk memberi edukasi,” terangnya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik FKPT Ade Aryanto menyampaikan apresiasinya terhadap dialog pelibatan perempuan dalam pencegahan terorisme tersebut. Dia berharap penguatan peran wanita dalam keluarga harus dikuatkan karena benteng terkuat dalam mencegah paham radikal terorisme keluarga.
“Kami menaruh harapan besar kegiatan pelibatan kelompok perempuan ini mampu mereduksi sejak dini pengaruh radikal terorisme. Peran serta masyarakat juga memiliki andil besar dalam mencapai tujuan tersebut,” katanya.
Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT Andi Intang Dulung mengungkapkan dalam pencegahan terorisme, perempuan menjadi simbol untuk menyebarkan pesan damai. Perempuan dari berbagai latar belakang agama juga diharapkan mampu menjadi border bagi keluarganya untuk mencegah ajaran radikal.
“Seluruh simpul organisasi perempuan dari latar belakang agama yang berbeda sepakat bahwa terorisme tidak merepresentasikan agama tertentu dan tidak sejalan dengan ajaran agama,” ungkap Andi dalam kegiatan Pelibatan Perempuan dalam Pencegahan Terorisme di Jakarta akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, perempuan sebagai tokoh rekonsiliasi atau sebagai peace negotiator juga bukan menjadi hal yang baru. Kelebihan dan keistimewaan perempuan dalam proses rekonsiliasi ini sebagian karena di balik kodratnya mempunyai sifat yang menyejukkan.
Misalnya penyayang dan pengasih yang dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pendekatan terhadap kelompok yang terlibat konflik. Perempuan sebagai pelaku rekonsiliasi, kata Andi, berperan aktif dalam mempromosikan apa yang dikenal dengan sebutan budaya perdamaian.
Pertemanan perempuan lintas agama dan budaya juga akan mewujudkan kampanye kerukunan beragama. “Perempuan mempunyai potensi besar untuk menjaga kehidupan. Jadi korelasinya sangat kuat karena perempuan memiliki dan identik dengan cinta kasih,” ungkapnya.
Ketua FKPT Jawa Barat Yaya Sunarya mengatakan, perempuan memiliki sikap netralitas. Perempuan sesungguhnya memiliki potensi sebagai agen pendamaian sehingga jika ada konflik dalam masyarakat, mereka akan lebih mudah masuk menjadi penengah. “Sedangkan dalam pencegahan terorisme, perempuan sudah seharusnya menjadi guru di keluarga untuk memberi edukasi,” terangnya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik FKPT Ade Aryanto menyampaikan apresiasinya terhadap dialog pelibatan perempuan dalam pencegahan terorisme tersebut. Dia berharap penguatan peran wanita dalam keluarga harus dikuatkan karena benteng terkuat dalam mencegah paham radikal terorisme keluarga.
“Kami menaruh harapan besar kegiatan pelibatan kelompok perempuan ini mampu mereduksi sejak dini pengaruh radikal terorisme. Peran serta masyarakat juga memiliki andil besar dalam mencapai tujuan tersebut,” katanya.
(don)