Umbar Narasi Kecurangan, TKN Nilai Perilaku Prabowo-Sandi Tidak elegan
A
A
A
JAKARTA - Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Inas N Zubir mengomentari sikap pasangan calon (Paslon) nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atas hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei dalam Pilpres 2019.
Sebagaimana diketahui, hampir 90% lembaga survei menyatakan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma'ruf berada di atas 50% sejak tahun lalu. Menurut Inas, hal ini menimbulkan kepanikan tersendiri untuk kubu Prabowo-Sandi.
"Alih-alih melakukan perbaikan untuk mengejar ketertinggalan elektabilitas, malahan kubu Prabowo-Sandi berperilaku tidak elegan dengan mengumbar hoaks dan fitnah, hujatan dan pelecehan kepada Jokowi-Amin, bahkan termasuk Prabowo dan Sandi juga bersikap kekanak-kanakan dengan dengan perilaku yang tidak sepantasnya muncul dari seorang negarawan," ujar Inas dalam rilisnya kepada SINDOnews, Senin (22/4/2019).
Dia melanjutkan, yang lebih parah dari perilaku kubu Prabowo-Sandi adalah dibangunnya narasi bahwa jika Jokowo-Ma'ruf menang pilpres berarti melakukan kecurangan. Menurutnya, justru sebenarnya narasi ini sendiri adalah bentuk kecurangan juga dimana Prabowo-Sandi berupaya menggiring opini sesat yakni apabila hasil perhitungan suara di TPS hingga KPU Jokowi dimenangkan maka harus dianggap curang.
Perilaku kubu 02, kata Inas, tak berubah dan masih berlanjut usai pemungutan suara dilakukan pada 17 April 2019 lalu. Kepanikan Prabowo-Sandi, lanjutnya, berubah menjadi keputusasaan karena mendapatkan kenyataan bahwa hasil quick count lembaga-lembaga survei independen tidak ada satupun yang menguntungkan mereka.
Perolehan suara Jokowi-Ma'ruf versi quick count rata-rata berada di atas 50%. Sebaliknya, perolehan suara Prabowo-Sandi justru berada di bawah Jokowi-Ma'ruf dan selisihnya berkisar 8-10%. Inas menilai, perolehan suara ini akan sulit dikejar oleh Prabowo-Sandi.
"Situasi yang sangat tidak menguntungkan ini, membuat kubu Prabowo-Sandi berjungkir balik dengan membuat narasi baru bahwa kecurangan yang menguntungkan kubu paslon 01 terjadi dimulai dari penyelenggaraan pemungutan suara dari yang paling bawah, apakah memang demikian?" ucap Ketua Fraksi Hanura DPR RI ini.
Inas mengatakan berdasar pasal 59 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tujuh orang anggota KPPS dipilih dari masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat tertentu. Demikian pula dengan anggota KPUD dan KPU RI. Khusus untuk anggota KPU RI, lima orang anggotanya dipilih langsung oleh Komisi II DPR, yang juga diisi oleh partai-partai pendukung Prabowo-Sandi.
"Artinya bahwa KPPS, KPUD dan KPU-RI bisa berisi orang-orangnya paslon 01 dan bisa juga berisi orang-orangnya paslon 02, dan keduanya punya peluang untuk berbuat curang, apalagi di tingkat paling bawah, yakni KPPS," tegas Inas.
Ditambahkannya, keputusasaan kubu Prabowo-Sandi semakin menjadi-jadi dengan wacana Amien Rais dan maraknya tulisan tentang people power untuk menggerakkan masa ketika Prabowo-Sandi dinyatakan kalah oleh KPU. "Pengerahan masa atau people power ini, menjadi bukti bahwa kubu Prabowo-Sandi juga berupaya untuk menjelma menjadi perampok jika dinyatakan kalah oleh KPU dengan mengorbankan pendukungnya demi merebut kekuasaan secara inkonstitusional untuk mendudukan Prabowo-Sandi menjadi Presiden dan Wakil Presiden ilegal dan inkonstusional," tutup Inas.
Sebagaimana diketahui, hampir 90% lembaga survei menyatakan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma'ruf berada di atas 50% sejak tahun lalu. Menurut Inas, hal ini menimbulkan kepanikan tersendiri untuk kubu Prabowo-Sandi.
"Alih-alih melakukan perbaikan untuk mengejar ketertinggalan elektabilitas, malahan kubu Prabowo-Sandi berperilaku tidak elegan dengan mengumbar hoaks dan fitnah, hujatan dan pelecehan kepada Jokowi-Amin, bahkan termasuk Prabowo dan Sandi juga bersikap kekanak-kanakan dengan dengan perilaku yang tidak sepantasnya muncul dari seorang negarawan," ujar Inas dalam rilisnya kepada SINDOnews, Senin (22/4/2019).
Dia melanjutkan, yang lebih parah dari perilaku kubu Prabowo-Sandi adalah dibangunnya narasi bahwa jika Jokowo-Ma'ruf menang pilpres berarti melakukan kecurangan. Menurutnya, justru sebenarnya narasi ini sendiri adalah bentuk kecurangan juga dimana Prabowo-Sandi berupaya menggiring opini sesat yakni apabila hasil perhitungan suara di TPS hingga KPU Jokowi dimenangkan maka harus dianggap curang.
Perilaku kubu 02, kata Inas, tak berubah dan masih berlanjut usai pemungutan suara dilakukan pada 17 April 2019 lalu. Kepanikan Prabowo-Sandi, lanjutnya, berubah menjadi keputusasaan karena mendapatkan kenyataan bahwa hasil quick count lembaga-lembaga survei independen tidak ada satupun yang menguntungkan mereka.
Perolehan suara Jokowi-Ma'ruf versi quick count rata-rata berada di atas 50%. Sebaliknya, perolehan suara Prabowo-Sandi justru berada di bawah Jokowi-Ma'ruf dan selisihnya berkisar 8-10%. Inas menilai, perolehan suara ini akan sulit dikejar oleh Prabowo-Sandi.
"Situasi yang sangat tidak menguntungkan ini, membuat kubu Prabowo-Sandi berjungkir balik dengan membuat narasi baru bahwa kecurangan yang menguntungkan kubu paslon 01 terjadi dimulai dari penyelenggaraan pemungutan suara dari yang paling bawah, apakah memang demikian?" ucap Ketua Fraksi Hanura DPR RI ini.
Inas mengatakan berdasar pasal 59 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tujuh orang anggota KPPS dipilih dari masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat tertentu. Demikian pula dengan anggota KPUD dan KPU RI. Khusus untuk anggota KPU RI, lima orang anggotanya dipilih langsung oleh Komisi II DPR, yang juga diisi oleh partai-partai pendukung Prabowo-Sandi.
"Artinya bahwa KPPS, KPUD dan KPU-RI bisa berisi orang-orangnya paslon 01 dan bisa juga berisi orang-orangnya paslon 02, dan keduanya punya peluang untuk berbuat curang, apalagi di tingkat paling bawah, yakni KPPS," tegas Inas.
Ditambahkannya, keputusasaan kubu Prabowo-Sandi semakin menjadi-jadi dengan wacana Amien Rais dan maraknya tulisan tentang people power untuk menggerakkan masa ketika Prabowo-Sandi dinyatakan kalah oleh KPU. "Pengerahan masa atau people power ini, menjadi bukti bahwa kubu Prabowo-Sandi juga berupaya untuk menjelma menjadi perampok jika dinyatakan kalah oleh KPU dengan mengorbankan pendukungnya demi merebut kekuasaan secara inkonstitusional untuk mendudukan Prabowo-Sandi menjadi Presiden dan Wakil Presiden ilegal dan inkonstusional," tutup Inas.
(kri)