Pilpres dan Netralitas Pejabat Negara
A
A
A
Taufan Ikhsan Tuarita
Sekjen PB HMI Periode 2018-2020
PEMILU 2019 memasuki masa tenang sebelum pemungutan suara dilakukan pada 17 April. Indonesia saat ini menjadi pusat perhatian dunia karena akan menggelar hajatan besar yakni pesta demokrasi yang melibatkan ratusan juta warga negara.
Pesta demokrasi ini pun berbeda dengan sebelumnya karena kali ini menggabungkan pemilihan presiden (pilpres) dengan pemilihan legislatif tingkat pusat dan daerah serta DPD. Adu gagasan dan strategi pun dilakukan oleh tim pemenangan dan relawan pasangan calon.
Itu dapat kita saksikan setiap harinya sejak masa kampanye pemilu yang berakhir pada 13 Maret, baik melalui pemasangan baliho, pemberitaan di media cetak dan elektronik, maupun penggunaan dunia maya (medsos).
Namun, di balik kemeriahan pesta demokrasi ini, ada hal penting yang harus menjadi fokus perhatian kita yakni potensi perpecahan antarsesama anak bangsa. Pemilu yang menelan biaya triliunan rupiah yang bersumber dari APBN mestinya memberikan dampak yang lebih positif terhadap demokrasi, bukan malah perpecahan.
Menjaga keutuhan bangsa menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak. Kesadaran akan pesta demokrasi yang bermartabat mesti tertanam pada diri setiap orang. Calon pemimpin juga harus mampu mengendalikan para tim sukses dan simpatisannya dengan menghindari ucapan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Di sisi lain, pihak penyelenggara mesti menunjukkan kerja-kerja yang berlandaskan kepada aturan main baik itu undang-undang maupun peraturan lainnya. Netralitas pihak penyelenggara menjadi kunci suksesnya pemilu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mesti berpegang teguh pada aturan main yang mengikat mereka. Akan sangat berbahaya jikalau pihak penyelenggara ini melakukan keberpihakan. Disadari atau tidak, beberapa pelanggaran yang terjadi baik di media sosial maupun di lapangan seolah luput dari perhatian KPU dan Bawaslu.
Aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, dan pejabat lainnya haruslah berpegang teguh terhadap aturan main. Dari sisi keamanan, TNI dan Polri mesti menjadi institusi terdepan dalam menjaga stabilitas keamanan pilpres dan pileg. Mereka mesti menjadi benteng yang kokoh terhadap berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar yang mencoba mengganggu jalannya pesta demokrasi.
Tentunya kita tidak menginginkan pesta demokrasi ini dinodai oleh pihak-pihak yang menginginkan pemilu mengalami kekacauan yang berpotensi memecah belah bangsa dan negara. Karena itu, integritas dan wibawa TNI dan Polri menjadi taruhannya.
Pesta demokrasi ini juga mesti dinikmati oleh setiap warga negara. Untuk itu, keterlibatan warga negara menggunakan hak pilihnya sangat penting. Terlepas dari pilihan sosok pemimpin yang akan mereka pilih dalam menakhodai negeri ini, mesti ada kesadaran untuk sama-sama menjaga keharmonisan dan kelancaran pesta demokrasi. Kesadaran yang dimaksud adalah komitmen untuk menjaga keutuhan negeri ini yang kenyataannya bersifat majemuk dan bineka.
Pada akhirnya kita sebentar lagi akan menyaksikan duel yang seru antarkontestan yang bersaing di pilpres. Semua harus optimistis pesta demokrasi yang menghabiskan anggaran yang begitu besar ini bisa berjalan efektif dan tidak menghasilkan kekacauan. Jika tidak, bisa saja muncul usulan untuk meninjau kembali apakah sebaiknya pilpres langsung ditiadakan demi tetap menjaga stabilitas dan keamanan negara.
Sekjen PB HMI Periode 2018-2020
PEMILU 2019 memasuki masa tenang sebelum pemungutan suara dilakukan pada 17 April. Indonesia saat ini menjadi pusat perhatian dunia karena akan menggelar hajatan besar yakni pesta demokrasi yang melibatkan ratusan juta warga negara.
Pesta demokrasi ini pun berbeda dengan sebelumnya karena kali ini menggabungkan pemilihan presiden (pilpres) dengan pemilihan legislatif tingkat pusat dan daerah serta DPD. Adu gagasan dan strategi pun dilakukan oleh tim pemenangan dan relawan pasangan calon.
Itu dapat kita saksikan setiap harinya sejak masa kampanye pemilu yang berakhir pada 13 Maret, baik melalui pemasangan baliho, pemberitaan di media cetak dan elektronik, maupun penggunaan dunia maya (medsos).
Namun, di balik kemeriahan pesta demokrasi ini, ada hal penting yang harus menjadi fokus perhatian kita yakni potensi perpecahan antarsesama anak bangsa. Pemilu yang menelan biaya triliunan rupiah yang bersumber dari APBN mestinya memberikan dampak yang lebih positif terhadap demokrasi, bukan malah perpecahan.
Menjaga keutuhan bangsa menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak. Kesadaran akan pesta demokrasi yang bermartabat mesti tertanam pada diri setiap orang. Calon pemimpin juga harus mampu mengendalikan para tim sukses dan simpatisannya dengan menghindari ucapan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Di sisi lain, pihak penyelenggara mesti menunjukkan kerja-kerja yang berlandaskan kepada aturan main baik itu undang-undang maupun peraturan lainnya. Netralitas pihak penyelenggara menjadi kunci suksesnya pemilu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mesti berpegang teguh pada aturan main yang mengikat mereka. Akan sangat berbahaya jikalau pihak penyelenggara ini melakukan keberpihakan. Disadari atau tidak, beberapa pelanggaran yang terjadi baik di media sosial maupun di lapangan seolah luput dari perhatian KPU dan Bawaslu.
Aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, dan pejabat lainnya haruslah berpegang teguh terhadap aturan main. Dari sisi keamanan, TNI dan Polri mesti menjadi institusi terdepan dalam menjaga stabilitas keamanan pilpres dan pileg. Mereka mesti menjadi benteng yang kokoh terhadap berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar yang mencoba mengganggu jalannya pesta demokrasi.
Tentunya kita tidak menginginkan pesta demokrasi ini dinodai oleh pihak-pihak yang menginginkan pemilu mengalami kekacauan yang berpotensi memecah belah bangsa dan negara. Karena itu, integritas dan wibawa TNI dan Polri menjadi taruhannya.
Pesta demokrasi ini juga mesti dinikmati oleh setiap warga negara. Untuk itu, keterlibatan warga negara menggunakan hak pilihnya sangat penting. Terlepas dari pilihan sosok pemimpin yang akan mereka pilih dalam menakhodai negeri ini, mesti ada kesadaran untuk sama-sama menjaga keharmonisan dan kelancaran pesta demokrasi. Kesadaran yang dimaksud adalah komitmen untuk menjaga keutuhan negeri ini yang kenyataannya bersifat majemuk dan bineka.
Pada akhirnya kita sebentar lagi akan menyaksikan duel yang seru antarkontestan yang bersaing di pilpres. Semua harus optimistis pesta demokrasi yang menghabiskan anggaran yang begitu besar ini bisa berjalan efektif dan tidak menghasilkan kekacauan. Jika tidak, bisa saja muncul usulan untuk meninjau kembali apakah sebaiknya pilpres langsung ditiadakan demi tetap menjaga stabilitas dan keamanan negara.
(rhs)