Persoalan Akibat Solusi Masa Lalu

Rabu, 10 April 2019 - 08:01 WIB
Persoalan Akibat Solusi Masa Lalu
Persoalan Akibat Solusi Masa Lalu
A A A
Penduduk dunia menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kian menua. Data terbaru PBB yang dirilis menunjukkan jumlah warga berusia di atas 65 tahun melebihi jumlah warga berusia di bawah lima tahun pada akhir 2018. Saat ini ada sekitar 705 juta orang berumur lebih dari 65 tahun dan mereka yang berusia 0-4 tahun hanya sekitar 680 juta jiwa. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut. Pada 2050 diperkirakan lebih dari dua orang berumur lebih dari 65 tahun untuk tiap satu warga berumur 0-4 tahun.

Direktur Institut Evaluasi dan Metrik Kesehatan Universitas Washington Christopher Murray, dilansir BBC, menyebutkan ini bisa menjadi persoalan sosial dan ekonomi. Salah satu yang menjadi sorotan adalah persoalan produktivitas masyarakat. Jika usia masyarakat tua lebih mendominasi, produktivitas sebuah negara dikhawatirkan akan menurun sehingga berimbas pada pertumbuhan ekonomi mereka.

Jepang adalah negara dengan angka harapan hidup yang paling tinggi di dunia yaitu 84 tahun. Untuk meningkatkan produktivitasnya, umur pensiun pun dinaikkan menjadi usia 65 tahun, bahkan ada wacana menjadi usia 75 tahun.

“Dunia yang menua” telah menjadi persoalan negara-negara yang ingin menjaga pertumbuhan ekonomi mereka selalu positif. Namun, bukankah persoalan yang saat ini terjadi sebenarnya solusi dari problem sebelumnya? Buku Homo Deus, Masa Depan Umat Manusia karangan Yuval Noah Harari menyebutkan ratusan tahun yang lalu persoalan yang dihadapi dunia adalah wabah penyakit (epidemik), kelaparan, dan perang (kekerasan). Wabah penyakit flu, kolera, ataupun lainnya menjadi ancaman sebuah bangsa.

Begitu juga dengan kelaparan akibat gagal panen ataupun perang karena ingin memperebutkan wilayah. Puncak peperangan di awal abad ke-20 dengan Perang Dunia Pertama dan Kedua. Seusai perang dunia sekitar 1945, nyaris jumlah perang menurun sehingga korban meninggal dunia juga menurun.

Begitu juga dengan wabah penyakit yang bisa diatasi dengan penemuan-penemuan obat baru. Para ahli kedokteran telah mampu mengatasi penyakit-penyakit menular sehingga jarang sekali terdengar wabah penyakit. Begitu juga dengan kelaparan. Meskipun ada kasus kelaparan karena bencana, pada suasana yang damai membuat hubungan antarnegara begitu baik. Sehingga, bantuan makanan begitu mudah dan persoalan kelaparan bisa diatasi. Gagal panen pun bisa diatasi dengan pengetahuan manusia yang semakin meningkat.

Saat ini tiga persoalan dunia di atas praktis bisa diatasi. Bahkan angka penyakit menular lebih sedikit dibandingkan dengan penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes, ataupun kanker. Begitu juga dengan angka kematian kelaparan jauh di bawah penyakit yang justru disebabkan oleh ada makanan seperti diabetes ataupun menumpuknya kolesterol tubuh. Angka orang bunuh diri pun lebih banyak dibandingkan dengan angka kematian akibat kekerasan seperti perang, terorisme, ataupun kejahatan.

Nah, dalam buku Homo Deus bahkan disebutkan saat ini manusia justru tengah mengejar imortalitas, kebahagiaan, bahkan keilahian. Karena persoalan di atas sudah bisa dilewati. Dan, ini lebih banyak terjadi di negara-negara maju. Jika mengacu data negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, atau negara-negara Eropa, mereka sudah mampu mengatasi wabah, kelaparan, ataupun perang (kekerasan).

Jadi wajar jika angka harapan hidup mereka semakin tinggi, di sisi lain beban ekonomi yang berat membuat masyarakat negara-negara maju ini berpikir panjang untuk mempunyai anak. Akibatnya, angka masyarakat tua lebih tinggi.

Artinya, apa yang PBB paparkan tentang penduduk dunia semakin tua adalah jawaban atau solusi dari persoalan wabah penyakit, kelaparan, dan perang. Namun, solusi itu justru menimbulkan persoalan baru yaitu menurunnya produktivitas sebuah bangsa. Jadi, inilah tantangan bagi negara-negara maju. China meninjau ulang kebijakan satu anak pada 2015, dan pada 2018 mengisyaratkan berakhirnya pembatasan kelahiran pada tahun depan.

China mencatat 15,2 juta kelahiran pada 2018, angka terendah dalam lebih dari 60 tahun. Kondisi ini berbeda dengan negara berkembang atau tingkat masuk negara maju seperti Indonesia. Saat ini jumlah angka produktif cukup tinggi hingga beberapa tahun ke depan. Ini pun butuh solusi agar tidak menjadi bumerang bagi Indonesia di kemudian hari. Jadi, populasi dunia yang makin tua adalah persoalan akibat solusi dari persoalan masa lalu umat dunia.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6251 seconds (0.1#10.140)