Hoaks dan Pemilu 2019

Jum'at, 05 April 2019 - 07:00 WIB
Hoaks dan Pemilu 2019
Hoaks dan Pemilu 2019
A A A
MAKIN dekat pemilu, penyebaran berita hoaks kian menjadi-jadi dan tidak terkendali. Hal ini bisa merusak dan memecah belah persatuan bangsa. Selain itu, hoaks bisa mencederai pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada 17 April mendatang, sehingga sudah menjadi tugas kita bersama untuk melawan hoaks agar tidak terus menjadi momok yang bisa menghancurkan bangsa ini.Penyebaran hoaks yang masif dan cepat tidak terlepas dari kemajuan teknologi yang serbacanggih seperti saat ini, terutama dengan hadirnya media sosial (medsos). Dan celakanya, saat ini medsos sangat digandrungi masyarakat Indonesia. Merujuk data We Are Social , sampai Januari 2018, jumlah akun Facebook di Indonesia mencapai 130 juta dan angka ini terbesar keempat di dunia. Facebook salah satu medsos yang banyak sekali dipakai untuk menyebarkan hoaks.
Yang memprihatinkan, jelang mendekati pemilu, jumlah hoaks semakin bertambah banyak khususnya hoaks soal politik. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merilis bahwa pada Agustus 2018, jumlah hoaks yang terdeteksi baru 25 buah. Namun, dalam tiga bulan terakhir, jumlahnya meningkat sangat tajam, berturut-turut Januari 175 buah hoaks, Februari (353 hoaks), dan Maret (453 hoaks). Jumlah hoaks yang tidak terdeteksi pasti lebih banyak lagi.

Dan hingga kini, hoaks bak cendawan di musim hujan. Subur luar biasa perkembangannya. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak luput dari serangan hoaks. Bahkan, kemarin KPU melaporkan oknum yang membuat hoaks dengan mengunggah video soal server KPU yang berada di Singapura sudah dan direkayasa untuk memenangkan paslon nomor urut 01. KPU melaporkan seseorang yang diduga pembuat hoaks ke Bareskrim Polri.

Mengapa hoaks begitu marak? Ada sejumlah alasan, yakni orang menyebarkan hoaks ang berita yang diterima berasal dari orang yang dipercaya. Kemudian, bisa jadi informasi yang diterima itu bermanfaat atau menguntungkan si pembuat atau penyebar hoaks. Selanjutnya, bisa jadi seseorang menyebarkan pesan karena yakin beritanya benar. Yang terakhir, sering kali orang ingin dianggap yang pertama kali menyebarkan berita sehingga dia tidak peduli apakah berita yang disebarkan itu benar atau salah. Namun, apa pun alasannya, menyebarkan berita bohong itu tidak dibenarkan dari sisi mana pun. Bahkan, dalam kacamata agama, hal itu dilarang keras bahkan menjurus pada fitnah yang sangat membahayakan.
Berangkat dari berbagai fakta-fakta dan alasan di atas, sudah semestinya semua pihak bersatu untuk ikut serta dalam menghentikan laju hoaks. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah dan aparat hukum dalam memberantas hoaks. Semua elemen masyarakat pun harus dilibatkan. Kalau tidak, upaya memerangi hoaks tidak akan bisa optimal dilakukan. Ingat, kabar bohong ini memiliki dampak yang sangat besar pada kehidupan masyarakat. Sebagai contohnya, bagaimana dampak keresahan yang ditimbulkan saat hoaks terus bermunculan ketika ada bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.
Bagi pemerintah, sudah saatnya serius untuk membuat regulasi yang jitu dalam memberantas hoaks yang sudah sangat meresahkan ini. Kita akui, pemerintah sudah banyak sekali menutup akun-akun hoaks yang dinilai sudah mengganggu. Namun, hal itu dinilai belum cukup efektif menghentikan hoaks.
Di sisi ini, literasi tentang bahaya hoaks juga perlu terus disosialisasikan ke masyarakat. Di sinilah masyarakat perlu disadarkan pentingnya memahami dampak negatif dari hoaks. Masyarakat perlu diajak untuk bijak dalam menggunakan media sosial. Salah satunya dengan melakukan cek dan ricek semua informasi yang diterima sebelum menyebarkan.
Ketegasan aparat hukum juga sangat diperlukan. Dalam hal ini, aparat hukum tidak boleh main-main dalam menangani hoaks. Para pelaku hoaks yang meresahkan harus dihukum berat sehingga memiliki efek jera. Penegakan hukum terhadap hoaks ini tidak boleh pandang bulu. Semua yang terbukti melanggar harus dibersihkan tanpa ampun. Jangan sampai aparat hanya tegas kepada penyebar hoaks yang kritis, sedangkan pada yang lainnya cenderung dibiarkan. Tebang pilih ini akan membuat hukum tidak dihormati masyarakat. Akibatnya, hoaks tidak akan pernah bisa dibasmi.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3776 seconds (0.1#10.140)