Kampanye Terbuka dan Pemilih Mengambang
A
A
A
KAMPANYE terbuka Pemilu 2019 digelar sejak Minggu (24/03). Kampanye akbar ini akan berlangsung hingga 13 April mendatang atau sehari sebelum masuknya masa tenang pemilu. Ini merupakan lanjutan dari kampanye tahap awal yang sudah dimulai sejak 23 September 2018. Secara bergantian dua pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) akan menggelar kampanye terbuka di dua zona wilayah, yakni Zona A dan Zona B, yang masing-masing terdiri atas 17 provinsi sebagaimana yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ada tiga pekan yang dimiliki oleh kontestan pemilu, terutama capres dan cawapres, untuk menggaet dukungan pemilih melalui kampanye terbuka dengan format rapat umum. Dalam tiga pekan ini para capres dan cawapres bisa lebih memperdalam visi-misi dan programnya lewat rapat terbuka secara langsung berhadapan dengan masyarakat.
Tahapan kampanye terbuka ini cukup krusial dan harus dimanfaatkan secara baik oleh dua pasangan capres dan cawapres, yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Ibarat perlombaan lari maraton, tiga pekan ini adalah 100 meter terakhir. Kandidat harus tetap menampilkan kesan yang baik. Ibarat atlet lari, pasangan calon perlu mengerahkan potensi yang dimiliki agar di garis finis bisa tampil sebagai pemenang. Selama tiga hari kampanye terbuka, capres dan cawapres sudah berkeliling ke berbagai daerah di Indonesia untuk bertemu langsung dengan masyarakat dalam upaya menggalang dukungan.
Hasil riset sejumlah lembaga survei menunjukkan jumlah pemilih yang belum menentukan pilihannya hingga sebulan jelang pemungutan suara pada 17 April mendatang masih cukup besar. Pemilih yang tergolong undecided voters ini ada di kisaran 10%-20%. Jumlah ini cukup besar dan pendistribusinya nanti bisa menentukan kemenangan kandidat. Pemilih mengambang umumnya akan menentukan pilihannya pada detik-detik akhir menjelang mereka menuju tempat pemungutan suara (TPS).
Lalu, seberapa efektif kampanye terbuka capres-cawapres ini dalam memengaruhi pemilih mengambang? Perlu penelitian tersendiri untuk mengetahui pasti hubungan antara keduanya. Namun, berdasarkan analisis ada kemungkinan efek dari kampanye terbuka ini tidak begitu signifikan terhadap dukungan pemilih mengambang. Dukungan pemilih mengambang tidak ditentukan oleh ajang pertemuan akbar yang digelar di lapangan-lapangan terbuka. Kampanye terbuka sejatinya hanya berfungsi mengonsolidasi pendukung. Kampanye jenis ini lebih berfungsi sebagai ajang pamer dukungan. Dengan kata lain, mereka yang selama ini sudah menjadi pendukung kandidat hanya akan meneguhkan dukungannya. Pemilih mengambang tidak akan ikut parade atau arak-arakan yang dilakukan capres dan cawapres karena mereka sendiri masih ragu apakah akan memilih atau tidak. Selain itu, pemilih mengambang juga umumnya adalah kalangan menengah yang ada di perkotaan.
Adapun strategi yang lebih efektif untuk merebut dukungan pemilih mengambang adalah melakukan door to door. Selain itu, debat pemilihan presiden (pilpres) yang masih akan digelar dua kali sebelum memasuki masa tenang juga berpotensi memengaruhi dukungan pemilih mengambang. Untuk itu, jika fokus kandidat adalah meraih dukungan swing voters ini, maka paling efektif adalah tampil maksimal dalam meyakinkan masyarakat melalui dua acara debat yang tersisa. Pemilih mengambang pada saatnya akan memilih satu dari tiga kemungkinan: 1) mendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin, 2) memilih Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, atau 3) memutuskan tidak memilih alias golput (golongan putih).
Meskipun kampanye terbuka lebih bertujuan mengonsolidasi kekuatan yang dimiliki kandidat, namun tahapan ini tetap krusial, terutama dalam menjaga situasi politik tetap aman dan damai. Mengingat kampanye ini menjadi ajang berkumpulnya massa dalam jumlah besar, maka komitmen untuk mewujudkan kampanye yang sejuk harus tetap dikedepankan.
Pasangan capres dan cawapres maupun elite parpol pendukung dan barisan pemenangan seyogianya tidak lagi melontarkan pernyataan-pernyataan provokatif yang kontraproduktif dengan semangat pemilu damai. Selama ini istilah yang dimunculkan seperti “perang total”, “perang badar”, “saya akan lawan!” hanya akan membuat suasana psikologis masyarakat menjadi semakin tegang. Kampanye sejatinya ajang bagi pasangan calon untuk menajamkan gagasannya, menjabarkan visi dan misi serta program yang akan dijalankannya jika kelak terpilih.
Ada tiga pekan yang dimiliki oleh kontestan pemilu, terutama capres dan cawapres, untuk menggaet dukungan pemilih melalui kampanye terbuka dengan format rapat umum. Dalam tiga pekan ini para capres dan cawapres bisa lebih memperdalam visi-misi dan programnya lewat rapat terbuka secara langsung berhadapan dengan masyarakat.
Tahapan kampanye terbuka ini cukup krusial dan harus dimanfaatkan secara baik oleh dua pasangan capres dan cawapres, yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Ibarat perlombaan lari maraton, tiga pekan ini adalah 100 meter terakhir. Kandidat harus tetap menampilkan kesan yang baik. Ibarat atlet lari, pasangan calon perlu mengerahkan potensi yang dimiliki agar di garis finis bisa tampil sebagai pemenang. Selama tiga hari kampanye terbuka, capres dan cawapres sudah berkeliling ke berbagai daerah di Indonesia untuk bertemu langsung dengan masyarakat dalam upaya menggalang dukungan.
Hasil riset sejumlah lembaga survei menunjukkan jumlah pemilih yang belum menentukan pilihannya hingga sebulan jelang pemungutan suara pada 17 April mendatang masih cukup besar. Pemilih yang tergolong undecided voters ini ada di kisaran 10%-20%. Jumlah ini cukup besar dan pendistribusinya nanti bisa menentukan kemenangan kandidat. Pemilih mengambang umumnya akan menentukan pilihannya pada detik-detik akhir menjelang mereka menuju tempat pemungutan suara (TPS).
Lalu, seberapa efektif kampanye terbuka capres-cawapres ini dalam memengaruhi pemilih mengambang? Perlu penelitian tersendiri untuk mengetahui pasti hubungan antara keduanya. Namun, berdasarkan analisis ada kemungkinan efek dari kampanye terbuka ini tidak begitu signifikan terhadap dukungan pemilih mengambang. Dukungan pemilih mengambang tidak ditentukan oleh ajang pertemuan akbar yang digelar di lapangan-lapangan terbuka. Kampanye terbuka sejatinya hanya berfungsi mengonsolidasi pendukung. Kampanye jenis ini lebih berfungsi sebagai ajang pamer dukungan. Dengan kata lain, mereka yang selama ini sudah menjadi pendukung kandidat hanya akan meneguhkan dukungannya. Pemilih mengambang tidak akan ikut parade atau arak-arakan yang dilakukan capres dan cawapres karena mereka sendiri masih ragu apakah akan memilih atau tidak. Selain itu, pemilih mengambang juga umumnya adalah kalangan menengah yang ada di perkotaan.
Adapun strategi yang lebih efektif untuk merebut dukungan pemilih mengambang adalah melakukan door to door. Selain itu, debat pemilihan presiden (pilpres) yang masih akan digelar dua kali sebelum memasuki masa tenang juga berpotensi memengaruhi dukungan pemilih mengambang. Untuk itu, jika fokus kandidat adalah meraih dukungan swing voters ini, maka paling efektif adalah tampil maksimal dalam meyakinkan masyarakat melalui dua acara debat yang tersisa. Pemilih mengambang pada saatnya akan memilih satu dari tiga kemungkinan: 1) mendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin, 2) memilih Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, atau 3) memutuskan tidak memilih alias golput (golongan putih).
Meskipun kampanye terbuka lebih bertujuan mengonsolidasi kekuatan yang dimiliki kandidat, namun tahapan ini tetap krusial, terutama dalam menjaga situasi politik tetap aman dan damai. Mengingat kampanye ini menjadi ajang berkumpulnya massa dalam jumlah besar, maka komitmen untuk mewujudkan kampanye yang sejuk harus tetap dikedepankan.
Pasangan capres dan cawapres maupun elite parpol pendukung dan barisan pemenangan seyogianya tidak lagi melontarkan pernyataan-pernyataan provokatif yang kontraproduktif dengan semangat pemilu damai. Selama ini istilah yang dimunculkan seperti “perang total”, “perang badar”, “saya akan lawan!” hanya akan membuat suasana psikologis masyarakat menjadi semakin tegang. Kampanye sejatinya ajang bagi pasangan calon untuk menajamkan gagasannya, menjabarkan visi dan misi serta program yang akan dijalankannya jika kelak terpilih.
(mhd)