Era Baru Transportasi Ibu Kota
A
A
A
Era baru transportasi di Ibu Kota dimulai. Kemarin Presiden Joko Widodo meresmikan penggunaan alat transportasi terbaru, yakni Moda Raya Terpadu (MRT) Fase 1 rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Peresmian dilakukan di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat dan dihadiri ribuan warga yang datang khusus untuk menjajal moda angkutan massal tersebut. Peresmian oleh Presiden kemarin menandai berakhirnya penantian panjang warga Ibu Kota untuk memiliki angkutan massal yang nyaman dan aman selain kereta rel listrik yang lebih dulu ada.
Pembangunan MRT ini mulai dibahas sejak 1995. Setelah presiden berganti beberapa kali, begitu pun gubernur DKI Jakarta, akhirnya penantian tersebut berakhir.
Antusiasme warga Jakarta menjajal MRT terlihat sejak moda ini mulai diujicobakan beberapa hari lalu. Pemprov DKI masih menggratiskan biaya tiket MRT bagi penumpang hingga 31 Maret 2019. Adapun tarif resmi untuk penumpang hingga kemarin belum diputuskan, masih menunggu persetujuan antara Pemprov DKI Jakarta dengan DPRD DKI.
Banyak hal yang diharapkan bisa berubah pada wajah Ibu Kota dengan beroperasinya MRT. Hal yang paling utama tentu saja adalah berkurangnya kemacetan di Jakarta.
Dengan kehadiran MRT, sebagian pengguna kendaraan pribadi diharapkan akan beralih menggunakan moda transportasi ini. Jika penggunaan kendaraan pribadi berkurang, otomatis kemacetan di Jakarta juga akan ikut berkurang.
Presiden Joko Widodo pun berharap masyarakat Jakarta melahirkan budaya baru dalam berkendara dengan memanfaatkan moda transportasi ini. Budaya baru dimaksud yakni pemanfaatan MRT oleh masyarakat yang disertai kebiasaan antre, menjaga kebersihan, dan tidak membuang sampah di sembarang tempat.
MRT Jakarta ini merupakan yang pertama di Indonesia. Pembangunannya menghabiskan anggaran yang besar, yakni mencapai Rp16 triliun untuk fase I. Anggaran pembangunannya dibiayai oleh Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta serta didukung oleh dana pinjaman dari Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).
Berbagai pelayanan berstandar internasional dijanjikan oleh pengelola MRT kepada penumpang. Untuk itu, seyogianya warga Jakarta memanfaatkan itu. Jika moda MRT pada kenyataannya memang lebih aman, lebih nyaman, dan lebih efisien, seharusnya tidak ada lagi alasan bagi masyarakat untuk tidak meninggalkan kendaraan pribadinya dan beralih ke MRT ketika hendak bekerja atau bepergian. Apalagi, moda ini akan terkoneksi dengan angkutan massal lain seperti Transjakarta.
Di saat pengelola MRT berupaya memberikan pelayanan terbaik, penumpang pun seharusnya berlaku disiplin dan taat aturan. Beberapa hari ini ramai diberitakan kelakuan beberapa penumpang MRT yang dinilai tidak wajar dan mengecewakan. Misalnya, ada yang berdiri di tempat duduk, bahkan ada yang makan sambil duduk di lantai. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi.
Warga masyarakat harus punya kesadaran untuk ikut menjaga kebersihan dan ketertiban saat melakukan perjalanan. Perilaku memiriskan oleh beberapa penumpang yang viral itu semoga bukan cerminan dari perilaku pengguna transportasi di Jakarta secara umum. Semoga saja perilaku sebagian kecil penumpang itu hanya euforia dan saatnya nanti mereka siap diajak untuk berdisiplin dan tertib.
Masyarakat Jakarta dan sekitarnya harus bisa berubah dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Ketika moda transportasi semakin modern, seharusnya perilaku penumpang juga lebih modern. Caranya yakni dengan berdisiplin dan taat aturan. Kita berharap tidak ada lagi yang membuang sampah di sembarang tempat, harus belajar mengantre, dan tidak mengotori atau merusak fasilitas yang ada.
Memang tidak mudah mengubah perilaku tidak disiplin masyarakat. Itu membutuhkan waktu yang lama. Jika membandingkan budaya tertib masyarakat kita dengan warga bangsa lain misalnya Jepang, Korsel, dan negara-negara Eropa serta Amerika, memang sangat memiriskan.
Budaya disiplin dan tertib bangsa lain itu sering membuat kita tercengang dan terkagum-kagum. Mereka memiliki kesadaran disiplin dan tertib yang sangat tinggi. Namun, perlu pula diketahui bahwa masyarakat di luar negeri itu mencapai budaya disiplin dan tertib seperti itu tidak dalam waktu singkat. Untuk itu, pemerintah tidak perlu terlampau gusar dengan ulah sebagian penumpang yang nakal tersebut.
Pemerintah lebih baik terus berupaya membangun budaya disiplin warga saat berada di ruang publik. Warga yang berperilaku tidak wajar di MRT bukan berarti karena mereka apatis. Bisa saja itu terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang aturan yang berlaku di tempat itu. Maka itu, diperlukan edukasi secara terus-menerus hingga akhirnya warga Ibu Kota memiliki kedisiplinan yang tinggi saat berada di ruang publik.
Peresmian dilakukan di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat dan dihadiri ribuan warga yang datang khusus untuk menjajal moda angkutan massal tersebut. Peresmian oleh Presiden kemarin menandai berakhirnya penantian panjang warga Ibu Kota untuk memiliki angkutan massal yang nyaman dan aman selain kereta rel listrik yang lebih dulu ada.
Pembangunan MRT ini mulai dibahas sejak 1995. Setelah presiden berganti beberapa kali, begitu pun gubernur DKI Jakarta, akhirnya penantian tersebut berakhir.
Antusiasme warga Jakarta menjajal MRT terlihat sejak moda ini mulai diujicobakan beberapa hari lalu. Pemprov DKI masih menggratiskan biaya tiket MRT bagi penumpang hingga 31 Maret 2019. Adapun tarif resmi untuk penumpang hingga kemarin belum diputuskan, masih menunggu persetujuan antara Pemprov DKI Jakarta dengan DPRD DKI.
Banyak hal yang diharapkan bisa berubah pada wajah Ibu Kota dengan beroperasinya MRT. Hal yang paling utama tentu saja adalah berkurangnya kemacetan di Jakarta.
Dengan kehadiran MRT, sebagian pengguna kendaraan pribadi diharapkan akan beralih menggunakan moda transportasi ini. Jika penggunaan kendaraan pribadi berkurang, otomatis kemacetan di Jakarta juga akan ikut berkurang.
Presiden Joko Widodo pun berharap masyarakat Jakarta melahirkan budaya baru dalam berkendara dengan memanfaatkan moda transportasi ini. Budaya baru dimaksud yakni pemanfaatan MRT oleh masyarakat yang disertai kebiasaan antre, menjaga kebersihan, dan tidak membuang sampah di sembarang tempat.
MRT Jakarta ini merupakan yang pertama di Indonesia. Pembangunannya menghabiskan anggaran yang besar, yakni mencapai Rp16 triliun untuk fase I. Anggaran pembangunannya dibiayai oleh Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta serta didukung oleh dana pinjaman dari Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).
Berbagai pelayanan berstandar internasional dijanjikan oleh pengelola MRT kepada penumpang. Untuk itu, seyogianya warga Jakarta memanfaatkan itu. Jika moda MRT pada kenyataannya memang lebih aman, lebih nyaman, dan lebih efisien, seharusnya tidak ada lagi alasan bagi masyarakat untuk tidak meninggalkan kendaraan pribadinya dan beralih ke MRT ketika hendak bekerja atau bepergian. Apalagi, moda ini akan terkoneksi dengan angkutan massal lain seperti Transjakarta.
Di saat pengelola MRT berupaya memberikan pelayanan terbaik, penumpang pun seharusnya berlaku disiplin dan taat aturan. Beberapa hari ini ramai diberitakan kelakuan beberapa penumpang MRT yang dinilai tidak wajar dan mengecewakan. Misalnya, ada yang berdiri di tempat duduk, bahkan ada yang makan sambil duduk di lantai. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi.
Warga masyarakat harus punya kesadaran untuk ikut menjaga kebersihan dan ketertiban saat melakukan perjalanan. Perilaku memiriskan oleh beberapa penumpang yang viral itu semoga bukan cerminan dari perilaku pengguna transportasi di Jakarta secara umum. Semoga saja perilaku sebagian kecil penumpang itu hanya euforia dan saatnya nanti mereka siap diajak untuk berdisiplin dan tertib.
Masyarakat Jakarta dan sekitarnya harus bisa berubah dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Ketika moda transportasi semakin modern, seharusnya perilaku penumpang juga lebih modern. Caranya yakni dengan berdisiplin dan taat aturan. Kita berharap tidak ada lagi yang membuang sampah di sembarang tempat, harus belajar mengantre, dan tidak mengotori atau merusak fasilitas yang ada.
Memang tidak mudah mengubah perilaku tidak disiplin masyarakat. Itu membutuhkan waktu yang lama. Jika membandingkan budaya tertib masyarakat kita dengan warga bangsa lain misalnya Jepang, Korsel, dan negara-negara Eropa serta Amerika, memang sangat memiriskan.
Budaya disiplin dan tertib bangsa lain itu sering membuat kita tercengang dan terkagum-kagum. Mereka memiliki kesadaran disiplin dan tertib yang sangat tinggi. Namun, perlu pula diketahui bahwa masyarakat di luar negeri itu mencapai budaya disiplin dan tertib seperti itu tidak dalam waktu singkat. Untuk itu, pemerintah tidak perlu terlampau gusar dengan ulah sebagian penumpang yang nakal tersebut.
Pemerintah lebih baik terus berupaya membangun budaya disiplin warga saat berada di ruang publik. Warga yang berperilaku tidak wajar di MRT bukan berarti karena mereka apatis. Bisa saja itu terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang aturan yang berlaku di tempat itu. Maka itu, diperlukan edukasi secara terus-menerus hingga akhirnya warga Ibu Kota memiliki kedisiplinan yang tinggi saat berada di ruang publik.
(nag)