Dilaporkan ke Bawaslu, Ma'ruf Amin: Apa Salah Saya?
A
A
A
SAMARINDA - Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin menilai pelaporan terhadap dirinya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak tepat.
Ma'ruf menilai laporan terhadap dirinya hanya bersifat tudingan tanpa alasan. "Itu tidak tepat kalau dianggap melanggar, kan bukan di tempat terbuka, belum mengajak orang," kata Ma'ruf di sela-sela safari politik ke Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (22/3/2019).
Ma'ruf mengaku heran dengan sikap para pelapor yang mempersoalkan pertemuan antar kiai. Apalagi saat itu dirinya hanya diam
"Apa salah saya? Kalau kenapa saya diam saja, karena menurut saya itu bukan sesuatu hal yang melanggar," beber calon pendamping dari Capres Joko Widodo itu.
Dia menilai pertemuan antarkiai adalah hal yang wajar sebagai wadah bertukar pikiran."Itu pertemuan di internal. Di dalam rumah, itu bukan di luar, pertemuannya sesama kiai, nah kiai ketika masing-masing menyambut itu karena saling memberikan warning. Jangan sampai terjadi ini," katanya.
"Jadi yang dilanggar apa. Dan itu di internal, masing-masing sesama ulama saling memberikan (pandangan-red)? mengingatkan," sambungnya.
Ma'ruf menjelaskan, konten yang dibahas para ulama dan kiai dalam forum itu adalah kekhawatiran mereka mengenai potensi terkikisnya Islam Rahmatan Lil Alamin yang sesuai pandangan Ahlu Sunnah Waljama'ah yang biasa dianut warga NU dan umat Islam di Indonesia pada umumnya.
Ma'ruf menyebut, jangan sampai soal politik merusak paham-paham Islam yang menyatukan itu. Jangan sampai paham Islam yang intoleran mendominasi, atau bahkan dijadikan komoditas politik.
"Jadi semacam antisipasi, jadi bukan menceritakan kebohongan tapi sesuatu yang ke depan," tandas Kiai Ma'ruf.
Sebelumnya, Ma'ruf dilaporkan anggota Advokat Peduli Pemilu (APP) Wahid Hasyim ke Bawaslu. Mustasyar PBNU itu dianggap melakukan pembiaran ketika mendiamkan seseorang yang berceramah bahwa tak akan ada lagi acara dzikir di Istana jika Jokowi kalah. Ceramah itu dilakukan di Kemang, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
"Intinya mengatakan bahwa kalau capres 01 itu kalah, maka tidak akan ada lagi zikir dan tahlil akan berkumandang di Istana," kata kuasa hukum Wahid, Papang Sapari, di Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis 21 Maret 2019.
Papang menuding Kiai Ma'ruf tidak anti hoaks, karena tidak menegur penceramah. Ketua MUI itu dilaporkan dengan Pasal 280 ayat 1 huruf c dan d juncto Pasal 521 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ma'ruf menilai laporan terhadap dirinya hanya bersifat tudingan tanpa alasan. "Itu tidak tepat kalau dianggap melanggar, kan bukan di tempat terbuka, belum mengajak orang," kata Ma'ruf di sela-sela safari politik ke Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (22/3/2019).
Ma'ruf mengaku heran dengan sikap para pelapor yang mempersoalkan pertemuan antar kiai. Apalagi saat itu dirinya hanya diam
"Apa salah saya? Kalau kenapa saya diam saja, karena menurut saya itu bukan sesuatu hal yang melanggar," beber calon pendamping dari Capres Joko Widodo itu.
Dia menilai pertemuan antarkiai adalah hal yang wajar sebagai wadah bertukar pikiran."Itu pertemuan di internal. Di dalam rumah, itu bukan di luar, pertemuannya sesama kiai, nah kiai ketika masing-masing menyambut itu karena saling memberikan warning. Jangan sampai terjadi ini," katanya.
"Jadi yang dilanggar apa. Dan itu di internal, masing-masing sesama ulama saling memberikan (pandangan-red)? mengingatkan," sambungnya.
Ma'ruf menjelaskan, konten yang dibahas para ulama dan kiai dalam forum itu adalah kekhawatiran mereka mengenai potensi terkikisnya Islam Rahmatan Lil Alamin yang sesuai pandangan Ahlu Sunnah Waljama'ah yang biasa dianut warga NU dan umat Islam di Indonesia pada umumnya.
Ma'ruf menyebut, jangan sampai soal politik merusak paham-paham Islam yang menyatukan itu. Jangan sampai paham Islam yang intoleran mendominasi, atau bahkan dijadikan komoditas politik.
"Jadi semacam antisipasi, jadi bukan menceritakan kebohongan tapi sesuatu yang ke depan," tandas Kiai Ma'ruf.
Sebelumnya, Ma'ruf dilaporkan anggota Advokat Peduli Pemilu (APP) Wahid Hasyim ke Bawaslu. Mustasyar PBNU itu dianggap melakukan pembiaran ketika mendiamkan seseorang yang berceramah bahwa tak akan ada lagi acara dzikir di Istana jika Jokowi kalah. Ceramah itu dilakukan di Kemang, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
"Intinya mengatakan bahwa kalau capres 01 itu kalah, maka tidak akan ada lagi zikir dan tahlil akan berkumandang di Istana," kata kuasa hukum Wahid, Papang Sapari, di Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis 21 Maret 2019.
Papang menuding Kiai Ma'ruf tidak anti hoaks, karena tidak menegur penceramah. Ketua MUI itu dilaporkan dengan Pasal 280 ayat 1 huruf c dan d juncto Pasal 521 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
(dam)