Membenahi Kementerian Agama
A
A
A
KEMENTERIAN Agama (Kemenag) RI mendadak jadi sorotan masyarakat setelah ada dugaan percaloan politik di lembaga ini. Hal itu menyusul tertangkapnya Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (15/3).Perhatian masyarakat makin tertuju ke Kemenag seusai KPK menyita uang senilai Rp600 juta lebih di ruang kerja Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat dilakukan penggeledahan.
Oleh KPK, Romy diduga menerima gratifikasi dalam pengisian jabatan di Kemenag. Dia diduga tidak bekerja sendiri dalam kasus yang dikategorikan trading influence ini. Menyimpulkan siapa pihak yang terlibat dalam kegiatan berdagang pengaruh ini memang masih terlalu dini. KPK sejauh ini masih melakukan penyidikan. Untuk mengetahui siapa-siapa saja yang nanti terbukti terlibat praktik memperdagangkan pengaruh di Kemenag itu masih perlu waktu.
Romy kini menjadi tersangka KPK bersama dua orang lainnya, yaitu Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim) Haris Hasanuddin. Keduanya diduga menjadi pelaku penyuap Romy.
Trading influence merupakan bentuk korupsi dengan cara memengaruhi atau bahkan menekan pihak-pihak yang berperan sebagai pengambilan keputusan di pemerintahan. Pelakunya adalah mereka yang memiliki pengaruh politik yang kuat.Dalam kasus Kemenag ini terlihat ada indikasi praktik trading influence karena Romy dan Lukman Hakim berasal dari partai yang sama, yakni PPP. Mengapa trading influence? Karena, Romy sesungguhnya tidak memiliki kewenangan mengatur pengisian jabatan di kementerian itu.Sebagai anggota DPR yang duduk di Komisi XI yang membidangi perbankan dan lembaga keuangan, ia sama sekali tidak berkaitan dengan pengaturan posisi di Kemenag. Karena tidak memiliki kewenangan, maka inilah yang disebut sebagai percaloan politik.
Menarik menunggu siapa saja yang nanti akan terseret dalam kasus ini. Waktu yang akan segera menjawabnya. Namun, satu hal yang penting adalah Kemenag harus mendapat pembenahan serius. Apalagi, satu per satu kasus mengemuka pascapenangkapan Romy, termasuk jual beli jabatan untuk pengisian rektor Universitas Islam Negeri (UIN) di sejumlah kampus di Tanah Air.
Siapa pun nanti yang akan terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, reformasi di tubuh Kemenag hal yang mendesak dilakukan. Pembenahan terutama terkait aspek moral dan integritas orang-orang yang memegang jabatan di lembaga tersebut, termasuk untuk posisi menteri.Tidak boleh lagi sembarang menempatkan orang menduduki jabatan menteri agama, apalagi hanya didasari pertimbangan bagi-bagi jabatan. Bagaimanapun kasus Romy menjadi tamparan keras karena menteri sebelumnya, Suryadharma Ali, juga terlibat kasus korupsi dan kini sedang menjalani tahanan. Publik kini bertanya-tanya, mengapa lembaga yang mengurusi keagamaan justru pejabatnya terseret kasus hukum? Hal ini yang harus menjadi perhatian pemerintah ke depan.
Saatnya mempertimbangkan untuk tidak menempatkan kader partai politik untuk menempati jabatan menteri agama. Sebab, menteri yang berasal dari partai tentu akan terbebani apabila partai menuntutnya melakukan sesuatu.Jabatan menteri agama harus diberikan ke orang yang memang dinilai tepat dengan menggunakan pertimbangan integritas dan moralitas. Ia adalah sosok yang sudah “selesai dengan dirinya”. Dengan kata lain, ia sudah tidak lagi bisa diintervensi, baik oleh godaan uang maupun tekanan kekuasaan.Kita tidak ingin lagi menteri yang menjabat justru mengeksploitasi lembaga yang dipimpinnya, entah untuk kepentingan diri pribadi maupun kepentingan golongan atau kelompoknya. Tantangan inilah yang harus bisa dijawab oleh pemimpin nasional yang akan membentuk kabinet baru seusai pemilihan presiden (pilpres) digelar pada 17 April.
Oleh KPK, Romy diduga menerima gratifikasi dalam pengisian jabatan di Kemenag. Dia diduga tidak bekerja sendiri dalam kasus yang dikategorikan trading influence ini. Menyimpulkan siapa pihak yang terlibat dalam kegiatan berdagang pengaruh ini memang masih terlalu dini. KPK sejauh ini masih melakukan penyidikan. Untuk mengetahui siapa-siapa saja yang nanti terbukti terlibat praktik memperdagangkan pengaruh di Kemenag itu masih perlu waktu.
Romy kini menjadi tersangka KPK bersama dua orang lainnya, yaitu Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim) Haris Hasanuddin. Keduanya diduga menjadi pelaku penyuap Romy.
Trading influence merupakan bentuk korupsi dengan cara memengaruhi atau bahkan menekan pihak-pihak yang berperan sebagai pengambilan keputusan di pemerintahan. Pelakunya adalah mereka yang memiliki pengaruh politik yang kuat.Dalam kasus Kemenag ini terlihat ada indikasi praktik trading influence karena Romy dan Lukman Hakim berasal dari partai yang sama, yakni PPP. Mengapa trading influence? Karena, Romy sesungguhnya tidak memiliki kewenangan mengatur pengisian jabatan di kementerian itu.Sebagai anggota DPR yang duduk di Komisi XI yang membidangi perbankan dan lembaga keuangan, ia sama sekali tidak berkaitan dengan pengaturan posisi di Kemenag. Karena tidak memiliki kewenangan, maka inilah yang disebut sebagai percaloan politik.
Menarik menunggu siapa saja yang nanti akan terseret dalam kasus ini. Waktu yang akan segera menjawabnya. Namun, satu hal yang penting adalah Kemenag harus mendapat pembenahan serius. Apalagi, satu per satu kasus mengemuka pascapenangkapan Romy, termasuk jual beli jabatan untuk pengisian rektor Universitas Islam Negeri (UIN) di sejumlah kampus di Tanah Air.
Siapa pun nanti yang akan terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, reformasi di tubuh Kemenag hal yang mendesak dilakukan. Pembenahan terutama terkait aspek moral dan integritas orang-orang yang memegang jabatan di lembaga tersebut, termasuk untuk posisi menteri.Tidak boleh lagi sembarang menempatkan orang menduduki jabatan menteri agama, apalagi hanya didasari pertimbangan bagi-bagi jabatan. Bagaimanapun kasus Romy menjadi tamparan keras karena menteri sebelumnya, Suryadharma Ali, juga terlibat kasus korupsi dan kini sedang menjalani tahanan. Publik kini bertanya-tanya, mengapa lembaga yang mengurusi keagamaan justru pejabatnya terseret kasus hukum? Hal ini yang harus menjadi perhatian pemerintah ke depan.
Saatnya mempertimbangkan untuk tidak menempatkan kader partai politik untuk menempati jabatan menteri agama. Sebab, menteri yang berasal dari partai tentu akan terbebani apabila partai menuntutnya melakukan sesuatu.Jabatan menteri agama harus diberikan ke orang yang memang dinilai tepat dengan menggunakan pertimbangan integritas dan moralitas. Ia adalah sosok yang sudah “selesai dengan dirinya”. Dengan kata lain, ia sudah tidak lagi bisa diintervensi, baik oleh godaan uang maupun tekanan kekuasaan.Kita tidak ingin lagi menteri yang menjabat justru mengeksploitasi lembaga yang dipimpinnya, entah untuk kepentingan diri pribadi maupun kepentingan golongan atau kelompoknya. Tantangan inilah yang harus bisa dijawab oleh pemimpin nasional yang akan membentuk kabinet baru seusai pemilihan presiden (pilpres) digelar pada 17 April.
(whb)