Mimpi Buruk Boeing

Kamis, 14 Maret 2019 - 07:50 WIB
Mimpi Buruk Boeing
Mimpi Buruk Boeing
A A A
Gelombang boikot terhadap pesawat Boeing 737 MAX 8 kian besar. Setelah China pada Selasa (12/3/2019), satu per satu negara di dunia, termasuk Uni Eropa, ikut mengumumkan larangan terbang (grounded) atas jenis pesawat tersebut. Ini menyusul tragedi kecelakaan Ethiopian Airlines yang jatuh pada Minggu (10/3) lalu dan menewaskan 157 penumpangnya. Hingga kemarin, sudah ada 45 negara yang mengandangkan Boeing 737 MAX. Ada pula negara yang melarang pesawat paling laris sejak diluncurkan pada 2017 itu tidak boleh melintas di wilayah udaranya.

Armada Boeing 737 MAX yang dilarang terbang sudah mencapai ratusan pesawat. Pihak maskapai di sejumlah negara diminta mengandangkan pesawat tersebut sambil menunggu hasil penyelidikan soal penyebab kecelakaan. Di Indonesia setidaknya ada 11 pesawat Boeing 737 MAX 8 milik maskapai yang dikandangkan. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meminta penyelidikan selama sepekan untuk menilai kelayakan pesawat-pesawat tersebut untuk bisa mengangkasa.

Aturan larangan terbang oleh Kemenhub ini tentu membawa implikasi, terutama kepada pihak maskapai. Mereka akan menderita kerugian besar. Lion Air, misalnya. Maskapai ini harus mengandangkan 10 pesawatnya setelah larangan berlaku. Meski begitu langkah tegas pemerintah memang harus diambil karena keselamatan jiwa penumpang adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Dalam dunia penerbangan, risiko sekecil apa pun harus berupaya dihindari.

Hingga saat ini memang belum ada bukti akurat bahwa kejadian kecelakaan Boeing 737 MAX 8 di Indonesia dan Eithopia memiliki kesamaan atau terjadi oleh karena penyebab yang sama. Perlu penyelidikan mendalam untuk membuktikan itu. Namun kekhawatiran bahwa ada masalah teknis serius pada Boeing 737 MAX 8 juga cukup beralasan.

Lima bulan sebelumnya, yakni pada Oktober 2018, pesawat jenis yang sama milik Lion Air jatuh dan menewaskan 189 penumpang. Ada kemiripan pada dua peristiwa ini, kedua pesawat jatuh beberapa menit setelah lepas landas. Memang hingga kemarin pihak Boeing terus menepis kekhawatiran berbagai pihak tersebut. CEO Boeing Dennis Muilenburg memastikan kepada Presiden AS Donald Trump bahwa pesawat yang diproduksi perusahaan yang berkedudukan di Seattle, Amerika Serikat, itu aman untuk terbang. Boeing tampaknya mencoba bertahan agar bisa lepas dari mimpi buruk yang mendera.

Namun pernyataan bos Boeing itu tidak mengubah pandangan sejumlah negara. Mereka tetap memboikot. Saat ini ada 370 unit Boeing 737 MAX yang digunakan oleh 47 pelanggan di seluruh dunia.

Kemenhub meminta dilakukan penyelidikan kelaikan pesawat Boeing 737 MAX 8 milik maskapai Lion Air dan Garuda Indonesia selama sepekan. Penyelidikan ini harus benar-benar dilakukan secara detail dan saksama sebagai bahan untuk menyimpulkan apakah pesawat-pesawat tersebut nanti kembali diizinkan terbang atau tidak. Kemenhub menyebut larangan sementara ini bukan bentuk sanksi, melainkan upaya preventif.

Selain itu Kemenhub menunggu rekomendasi dari otoritas sipil penerbangan Amerika, The Federal Aviation Administration (FAA), sebelum mengambil langkah selanjutnya. Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan Avirianto mengatakan, instruksi menahan operasional Boeing 737 Max 8 selama sepekan hanya bersifat sementara. Keputusan selanjutnya, Kemenhub akan menunggu rekomendasi FAA.

Di tengah situasi sulit yang dialami maskapai akibat larangan terbang Boeing 737 MAX, pelayanan kepada penumpang harus tetap dilakukan dengan optimal. Khususnya mereka yang sebelumnya sudah membeli tiket untuk pesawat Boeing 737 MAX, tetapi akhirnya batal terbang. Setidaknya ada 1.800-an penumpang Lion Air yang terancam telantar karena pesawat yang ingin digunakan kini dilarang terbang. Penumpang yang dialihkan ke pesawat lain harus dijamin aman dan nyaman. Lion Group pun telah menahan pemesanan 200-an lebih pesawat Boeing 737 MAX 8 ini. Karena perjanjian pembelian telah dilakukan, transaksi dengan Boeing tetap akan terjadi. Hanya kemungkinan pesawat yang akan dibeli adalah jenis lain.

Jika mekanisme pembelian pesawat ini nanti merugikan maskapai, pemerintah sepatutnya turun tangan membantu. Bantuan bisa dalam bentuk lobi ke pihak Boeing agar pembelian pesawat bisa dilakukan terhadap jenis Boeing yang berbeda.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8465 seconds (0.1#10.140)