Keluarga Berperan Cegah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Sabtu, 09 Maret 2019 - 05:58 WIB
Keluarga Berperan Cegah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Keluarga Berperan Cegah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
A A A
JAKARTA - Perempuan dan anak di Indonesia masih rawan menjadi korban kekerasan. Bahkan, dari data Komnas Perempuan terjadi lonjakan kekerasan terhadap perempuan, yakni pada 2018 mencapai 406.178 kasus. Jumlah itu naik dibanding jumlah laporan pada 2017 yang mencapai 392.610 kasus.

“Tindak kekerasan akan berdampak pada kurangnya rasa percaya diri, menghambat kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, mengganggu kesehatannya, mengurangi otonomi, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya serta fisik. Demikian juga dengan anak, kepercayaan diri dalam pertumbuhan jiwanya akan terganggu dan dapat menghambat proses perkembangan jiwa dan masa depannya,” ungkap Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah.

Dia mengatakan, perempuan dan anak memiliki hak yang sama, yakni hidup sebagai manusia yang wajar. Perempuan dan anak, kata Yuniyanti, sebagai korban tindak kekerasan bukan merupakan fenomena baru. Berbagai tindak kekerasan yang sering terjadi dan menimbulkan korban di kalangan perempuan adalah serangan seksual.

Banyak pula kasus pembunuhan terhadap ibu atau nenek karena motif ekonomi maupun karena rasa marah yang tidak terkendali. Adapun pornografi, tindak kekerasan oleh majikan terhadap pembantu rumah tangga juga sering terjadi dan umumnya dilandasi oleh rasa jengkel bahkan benci, serta beberapa tindak kekerasan lain.

Yuniyanti menambahkan, tindak kekerasan akan banyak terjadi jika tidak ada kesenjangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, tidak ada penyelesaian konflik dengan kekerasan, serta dominasi laki-laki dan ekonomi keluarga serta pengambilan keputusan yang berbasis pada laki-laki.

“Perempuan sudah seharusnya memiliki kekuasaan di luar kendali laki-laki. Mereka punya kekuasaan di luar, maka intervensi masyarakat secara aktif di samping perlindungan dan kontrol sosial yang kuat memungkinkan perempuan dan anak menjadi korban kekerasan semakin kecil,” katanya.

Namun, upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah. Melainkan perlu melibatkan masyarakat dalam bentuk kemitraan dan kerja sama antarunsur pemerintah. “Perlu pelibatan macam-macam lembaga. Misalnya antara kementerian dan pemerintahan daerah, termasuk lembaga masyarakat dan swasta. Tapi, itu tetap harus tetap mengacu pada koridor pembagian kewenangan antara pusat dan daerah,” tegasnya.

Sementara Komisioner Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengungkapkan, ada beberapa solusi penanggulangan tindak kekerasan terhadap kekerasan perempuan dan anak. Salah satunya dengan meningkatkan kesadaran perempuan akan hak dan kewajibannya di dalam hukum melalui latihan dan penyuluhan.

“Sudah seharusnya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai betapa pentingnya usaha mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Baik dalam konteks individual, sosial, maupun institusional. Jangan sampai masyarakat sendiri tidak mempunyai kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan kerap hadir di sekitar mereka,” katanya.

Upaya untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan perempuan dan anak, kata Wahyuni, sudah seharusnya mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Pendekatan yang dilakukan dalam penanganannya juga seharusnya bersifat terpadu. “Selain pendekatan hukum, juga harus mempertimbangkan pendekatan nonhukum yang justru merupakan penyebab terjadinya kekerasan," katanya.

Perlu juga meningkatkan kesadaran perempuan akan hak dan kewajibannya di dalam hukum. "Kesadaran masyarakat juga penting untuk mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Apalagi jika ada kesadaran penegak hukum yang bertindak cepat, maka akan lebih baik kurangi kekerasan. Jadi, harus ada pembaruan sistem pelayanan ruang publik,” tambahnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4358 seconds (0.1#10.140)