BNPT Imbau Pengurus Masjid Tangkal Penyebaran Paham Radikal

Senin, 04 Maret 2019 - 07:44 WIB
BNPT Imbau Pengurus Masjid Tangkal Penyebaran Paham Radikal
BNPT Imbau Pengurus Masjid Tangkal Penyebaran Paham Radikal
A A A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta masjid tidak disalahgunakan untuk menyebarkan paham yang bertentangan dengan ideologi negara. Masjid juga diharapkan netral dari ideologi yang melakukan agitasi untuk kepentingan elektoral maupun distribusi materi keagamaan yang tidak ramah dan santun.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Pencegahan BNPT Hamli saat focus group discussion (FGD) yang digelar Forum Silaturrahim Takmir Masjid (FSTM) Kementerian/Lembaga dan BUMN di Ballroom D' Hotel, Setia Budi, Jakarta Selatan, Sabtu (2/3). Dia juga menyatakan, yang tidak kalah penting dari fungsi masjid adalah harus bersih dari paham radikal yang sangat membahayakan negara.

”Tidak sedikit pelaku terorisme yang mendapatkan pemahaman menyimpang terkait agama setelah menghadiri ceramah di masjid tertentu,” ungkap Hamli dalam siaran persnya kemarin. Menurut Hamli, banyak gerakan radikalisme yang dibangun oleh mereka yang pernah ke luar negeri, terutama yang pulang dari daerah konflik seperti Afganistan, Filipina, Suriah, Irak.

Lalu ketika pulang ke Indonesia, mereka melakukan penyebaran dan doktrin-doktrin radikalisme. Hal itulah yang menjadi latar belakang terjadinya bom bunuh diri dan terorisme. ”Orang-orang ini yang ketika pulang ke Indonesia menjadi berbahaya karena mereka membawa sesuatu. Mereka membawa ideologi, networking, dan berbagai hal, baik melalui jalur online maupun offline,” kata Hamli.

Oleh karena itu dia mengajak seluruh takmir masjid di kementerian/lembaga dan BUMN agar bisa menyatukan takmir masjid pemerintah untuk menyebarkan ajaran Islam yang damai, tenang, sejuk, dan rahmatan lil’alamin. Sementara itu akademisi UIN Jakarta Moh Najih Arramadlani mengatakan bahwa masjid sudah seharusnya steril dari kepentingan-kepentingan radikal dan politik.

“Kenapa masjid menjadi sasaran, karena masjid sudah terlalu masuk ke dalam politik. Politisasi masjid itulah yang membuat masjid menjadi tidak murni lagi. Kami melihat indikasinya sudah sangat matang, mengonsolidasi 17.000 masjid di Jawa Timur untuk 17 April 2019 mendatang,” jelasnya.

Pemerhati Timur Tengah dan alumni Suriah itu juga mengatakan, terdapat pola yang sama antara gerakan radikalisme di Suriah dan Indonesia. “Saya menemukan banyak pola sama antara radikalisme di Indonesia dan Suriah, yaitu menjadikan masjid sebagai basis gerakan radikalisme dan gerakan politik,” kata Najih.

Dia juga memberikan alasan bahwa konflik di Irak tidak kunjung reda. Salah satunya dia melihat isu yang dibangun di sana adalah isu Sunni dan Syiah. Di Suriah juga demikian, sudah banyak masjid yang menjadi korban ledakan. “Begitu juga dengan Qatar. Kalau kita kenal Jumat dengan istilah Jumat Mubarak, tetapi Qatar menjadikan hari Jumat sebagai Jumatul Ghadab (Revolusi Jumat),” katanya.

Najih menambahkan, FSTM diharapkan akan berperan aktif menjadi konsultan bagi masjid-masjid di kementrian, lembaga, dan BUMN. “Misalnya menjelang Ramadan, FSTM bila perlu menjadi konsultan bagi masjid-masjid lain. Syukur-syukur bisa mengeluarkan rekomendasi. Ustaz ini direkomendasikan, ustaz itu dikomendasikan, begitu,” tegasnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6239 seconds (0.1#10.140)