Kebijakan Jokowi Moratorium Pemekaran Daerah Diapresiasi
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi menghormati kebijakan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memoratorium pemekaran daerah. Ia beralasan perlu dilakukan evaluasi terhadap pembentukan daerah otonomi baru.
"Tujuan pembentukan otonomi baru agar rentang kendali pemerintah lebih dekat kepada masyarakat seperti npublik. Tapi kalau kenyataannya kemudian otonomi tidak sesuai dengan yang diharapkan mengapa diteruskan," ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat (22/2/2019).
Menurutnya, momen moratorium ini juga baik agar tidak memberi harapan palsu bagi masyarakat. Komisi II DPR, sambungnya, juga banyak mendapat proposal pemekaran. "Namun tidak kami bahas, kami tidak mau bahas karena ada kebijakan dari pemerintah," jelasnya.
Dia menguraikan dalam otonomi daerah setidaknya ada empat hal yang terjadi. Pertama, ketika daerah dimekarkan maka daerah induknya mati dan daerah yang baru hidup. Seperti pemekaran Kota Bau-Bau dari Buton. Dimana saat ini Kota Bau-Bau tumbuh melesat dan Kota Buton mati.
"Kedua, ada pemekaran daerah induknya maju dan daerah pemekarannya tetap tidak maju. Contohnya Kalimantan Utara yang induknya Kalimantan Timur. Di sana daerah induknya maju, namun pemekarannya stagnan," ungkapnya.
Ketiga, lanjutnya, ketika dimekarkan baik daerah induk dan pemekarannya sama-sama tidak maju dan keempat merupakan hal yang ideal dimana daerah dimekarkan induk dan pemekarannya tetap maju. Contohnya Kabupaten Malang yang memekarkan Kota Batu, dimana keduanya hidup maju. Begitupun dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
"Tapi tidak semuanya seperti itu, banyak pemekaran daerah membebani anggaran daerah karena lebih banyak kepentingan politik lokal dari pada kesejahteraan masyarakat yang diharapkan," kata politikus PPP ini.
Pemekaran daerah banyaknya hanya aspirasi dari politik lokal jadi ada keinginan dan ego sentris lokal ingin melakukan otonomi daerah. "Juga dampak dari kebijakan sentralisasi di zaman orde baru," tegasnya.
"Tujuan pembentukan otonomi baru agar rentang kendali pemerintah lebih dekat kepada masyarakat seperti npublik. Tapi kalau kenyataannya kemudian otonomi tidak sesuai dengan yang diharapkan mengapa diteruskan," ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat (22/2/2019).
Menurutnya, momen moratorium ini juga baik agar tidak memberi harapan palsu bagi masyarakat. Komisi II DPR, sambungnya, juga banyak mendapat proposal pemekaran. "Namun tidak kami bahas, kami tidak mau bahas karena ada kebijakan dari pemerintah," jelasnya.
Dia menguraikan dalam otonomi daerah setidaknya ada empat hal yang terjadi. Pertama, ketika daerah dimekarkan maka daerah induknya mati dan daerah yang baru hidup. Seperti pemekaran Kota Bau-Bau dari Buton. Dimana saat ini Kota Bau-Bau tumbuh melesat dan Kota Buton mati.
"Kedua, ada pemekaran daerah induknya maju dan daerah pemekarannya tetap tidak maju. Contohnya Kalimantan Utara yang induknya Kalimantan Timur. Di sana daerah induknya maju, namun pemekarannya stagnan," ungkapnya.
Ketiga, lanjutnya, ketika dimekarkan baik daerah induk dan pemekarannya sama-sama tidak maju dan keempat merupakan hal yang ideal dimana daerah dimekarkan induk dan pemekarannya tetap maju. Contohnya Kabupaten Malang yang memekarkan Kota Batu, dimana keduanya hidup maju. Begitupun dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
"Tapi tidak semuanya seperti itu, banyak pemekaran daerah membebani anggaran daerah karena lebih banyak kepentingan politik lokal dari pada kesejahteraan masyarakat yang diharapkan," kata politikus PPP ini.
Pemekaran daerah banyaknya hanya aspirasi dari politik lokal jadi ada keinginan dan ego sentris lokal ingin melakukan otonomi daerah. "Juga dampak dari kebijakan sentralisasi di zaman orde baru," tegasnya.
(kri)