Jokowi Dinilai Terbukti Mampu Tangani Problem Lingkungan Hidup
A
A
A
JAKARTA - Beberapa pencapaian di bidang lingkungan hidup serta penanganan atas masalah-masalah lingkungan menjadi keunggulan Capres Joko Widodo (Jokowi) dalam debat kedua yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). Tanpa kabut asap akibat kebakaran hutan dan ladang gambut sejak 2015, lalu penanganan kasus pengrusakan hutan menjadi primadona bagi Pemerintahan Jokowi untuk meneruskan kebijakan yang selama ini efektif berjalan.
Pengamat Lingkungan Agus Sari mengatakan keberpihakan Jokowi terhadap rakyat dalam pengelolaan hutan dan lingkungan, yakni melalui social forestry, perhutanan sosial membuat rakyat yang tinggal di sekitar hutan tidak terpinggirkan. Dengan mendapat hak pakai pengelolaan hutan yang ada di sekitar masyarakat selama 35 tahun, sama dengan hak yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar, menunjukkan masyarakat punya hak dan tanggung jawab yang sama untuk ikut menjaga hutan serta lingkungan.
“Menurut saya, isu lingkungan yang dibawakan Capres Joko Widodo sangat kuat dan sulit dibantah oleh Capres Prabowo. Soal kabut asap dan kebakaran hutan, praktis sudah turun hingga 90%. Saya sebagai orang Sumatera merasakan sekali bagaimana kebijakan efektif yang diambil pemerintah dalam menangani masalah itu. Bahkan, kita tak malu lagi dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia karena tak pernah lagi mengekspor asap,” ujar Agus melalui rilis yang diterima SINDOnews, Senin (18/2/2019).
(Baca juga: Jokowi Sebut Tak Ada Kebakaran Hutan Selama 3 Tahun Terakhir)
Dari data yang dikumpulkan, jika pada tahun 2015 berdasarkan data Citra Satelit Landsat 8 OLI TIRS dan Citra Satelit Sentinel 2 kebakaran hutan dan lahan di Sumsel mencapai 765.536 hektare dengan total 27.043 titik panas, maka tahun berikutnya turun drastis. Di tahun 2016, luas kebakaran menurun 99,87% menjadi 978 hektare dengan 973 titik panas.
Meski luas kebakaran sempat meningkat pada 2017 menjadi 9.286 hektare dengan 1.212 titik panas, namun jumlah itu menurun kembali di tahun 2018 menjadi 7.762 hektar dengan 971 titik panas. Tak heran jika pada pelaksanaan Asian Games 2018, udara Kota Palembang, salah satu tuan rumah penyelenggara, terbilang bersih tanpa asap.
"Selain itu tidak satu pun penerbangan umum maupun atlet dan official mengalami gangguan akibat asap," kata dia.
(Baca juga: Prabowo: Saya Tak Akan Kongkalikong dengan Pencemar Lingkungan)
Tak hanya itu, kata Agus penanganan atas masalah perusahaan yang melakukan pengrusakan hutan juga lebih tegas. Menurut Agus, saat ini sudah ada 11 perusahaan yang terlibat pengrusakan hutan yang diharuskan membayar denda atau kompensasi sebesar Rp18 triliun.
“Jadi Jokowi sudah buktikan tidak main-main dan sudah menunjukkan keberpihakan kepada publik. Penerapan sanksi berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 dijalankan dengan benar,” tambah CEO Yayasan Belantara, organisasi pelestarikan lingkungan alam Indonesia yang mendukung proyek konservasi holistik, dengan fokus pada sepuluh lanskap kritis di seluruh Sumatera dan Kalimantan.
Pengamat Lingkungan Agus Sari mengatakan keberpihakan Jokowi terhadap rakyat dalam pengelolaan hutan dan lingkungan, yakni melalui social forestry, perhutanan sosial membuat rakyat yang tinggal di sekitar hutan tidak terpinggirkan. Dengan mendapat hak pakai pengelolaan hutan yang ada di sekitar masyarakat selama 35 tahun, sama dengan hak yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar, menunjukkan masyarakat punya hak dan tanggung jawab yang sama untuk ikut menjaga hutan serta lingkungan.
“Menurut saya, isu lingkungan yang dibawakan Capres Joko Widodo sangat kuat dan sulit dibantah oleh Capres Prabowo. Soal kabut asap dan kebakaran hutan, praktis sudah turun hingga 90%. Saya sebagai orang Sumatera merasakan sekali bagaimana kebijakan efektif yang diambil pemerintah dalam menangani masalah itu. Bahkan, kita tak malu lagi dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia karena tak pernah lagi mengekspor asap,” ujar Agus melalui rilis yang diterima SINDOnews, Senin (18/2/2019).
(Baca juga: Jokowi Sebut Tak Ada Kebakaran Hutan Selama 3 Tahun Terakhir)
Dari data yang dikumpulkan, jika pada tahun 2015 berdasarkan data Citra Satelit Landsat 8 OLI TIRS dan Citra Satelit Sentinel 2 kebakaran hutan dan lahan di Sumsel mencapai 765.536 hektare dengan total 27.043 titik panas, maka tahun berikutnya turun drastis. Di tahun 2016, luas kebakaran menurun 99,87% menjadi 978 hektare dengan 973 titik panas.
Meski luas kebakaran sempat meningkat pada 2017 menjadi 9.286 hektare dengan 1.212 titik panas, namun jumlah itu menurun kembali di tahun 2018 menjadi 7.762 hektar dengan 971 titik panas. Tak heran jika pada pelaksanaan Asian Games 2018, udara Kota Palembang, salah satu tuan rumah penyelenggara, terbilang bersih tanpa asap.
"Selain itu tidak satu pun penerbangan umum maupun atlet dan official mengalami gangguan akibat asap," kata dia.
(Baca juga: Prabowo: Saya Tak Akan Kongkalikong dengan Pencemar Lingkungan)
Tak hanya itu, kata Agus penanganan atas masalah perusahaan yang melakukan pengrusakan hutan juga lebih tegas. Menurut Agus, saat ini sudah ada 11 perusahaan yang terlibat pengrusakan hutan yang diharuskan membayar denda atau kompensasi sebesar Rp18 triliun.
“Jadi Jokowi sudah buktikan tidak main-main dan sudah menunjukkan keberpihakan kepada publik. Penerapan sanksi berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 dijalankan dengan benar,” tambah CEO Yayasan Belantara, organisasi pelestarikan lingkungan alam Indonesia yang mendukung proyek konservasi holistik, dengan fokus pada sepuluh lanskap kritis di seluruh Sumatera dan Kalimantan.
(kri)