Reformasi Agraria di Era Jokowi Dinilai Lindungi Masyarakat Lokal
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Universitas Brawijaya, Aji Dedi Mulawarman mengaku setuju dengan penilaian mantan Deputi Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Ridha Saleh yang menyebut Jokowi satu-satunya presiden yang berani menerapkan program reformasi agraria sesuai Perpres Nomor 86 Tahun 2018.
Menurut Dedi, sumber daya alam Indonesia sudah tergerus oleh imperium bisnis melalui akumulasi kapital dan keuntungan ekonomi perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan bagian sejarah orde baru.
"Perusahaan-perusahaan yang saat ini bercokol dari mulai hutan, kelapa sawit, batubara hingga migas adalah pewaris utama Orde Baru. Pasar modal dan kepemilikan saham saat ini masih didominasi jaringan kuasa dan keluarga yang berada di lingkaran Orde Baru. Konsekuensinya, penguasaan lahan dan eksploitasi sumber daya alam meminggirkan masyarakat pribumi," ujar Dedi lewat rilis yang diterima SINDOnews, Sabtu (16/2/2019).
(Baca juga: Punya Trah Sunda, Ma'ruf Amin Merasa Malu Jika Kalah di Jabar)
Sebagai solusinya, Dedi menyarankan desain koperasi multinasional yang harus mulai dirumuskan serius sebagai representasi ekonomi rakyat yang sesungguhnya sebagaimana jiwa Pancasila, Pembukaan dan Pasal 33 UUD 1945.
"Konsekuensinya kemudian secara institusional adalah Kementerian Koperasi dan UKM sudah wajib diubah menjadi Kementerian Koperasi dan Ekonomi Rakyat," katanya.
Selain itu, Dedi menambahkan, reformasi agraria yang dicangkan pemerintah Jokowi telah memberikan perlindungan kepada masyarakat lokal dan masyakat adat. Hanya saja, usaha tersebut harus lebih dikonkretkan dalam program yang lebih nyata. (Baca juga: Aktivis Lingkungan Nilai Jokowi Berkomitmen Kelola SDA untuk Rakyat)
"Konsekuensi praksisnya adalah perlu dilakukan redistribusi aset dalam hal pengelolaan sumber daya alam melalui BUMN SDA Rakyat, BUMD dan koperasi multinasional yang saham terbesarnya adalah masyarakat adat dan local," tandasnya.
Menurut Dedi, sumber daya alam Indonesia sudah tergerus oleh imperium bisnis melalui akumulasi kapital dan keuntungan ekonomi perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan bagian sejarah orde baru.
"Perusahaan-perusahaan yang saat ini bercokol dari mulai hutan, kelapa sawit, batubara hingga migas adalah pewaris utama Orde Baru. Pasar modal dan kepemilikan saham saat ini masih didominasi jaringan kuasa dan keluarga yang berada di lingkaran Orde Baru. Konsekuensinya, penguasaan lahan dan eksploitasi sumber daya alam meminggirkan masyarakat pribumi," ujar Dedi lewat rilis yang diterima SINDOnews, Sabtu (16/2/2019).
(Baca juga: Punya Trah Sunda, Ma'ruf Amin Merasa Malu Jika Kalah di Jabar)
Sebagai solusinya, Dedi menyarankan desain koperasi multinasional yang harus mulai dirumuskan serius sebagai representasi ekonomi rakyat yang sesungguhnya sebagaimana jiwa Pancasila, Pembukaan dan Pasal 33 UUD 1945.
"Konsekuensinya kemudian secara institusional adalah Kementerian Koperasi dan UKM sudah wajib diubah menjadi Kementerian Koperasi dan Ekonomi Rakyat," katanya.
Selain itu, Dedi menambahkan, reformasi agraria yang dicangkan pemerintah Jokowi telah memberikan perlindungan kepada masyarakat lokal dan masyakat adat. Hanya saja, usaha tersebut harus lebih dikonkretkan dalam program yang lebih nyata. (Baca juga: Aktivis Lingkungan Nilai Jokowi Berkomitmen Kelola SDA untuk Rakyat)
"Konsekuensi praksisnya adalah perlu dilakukan redistribusi aset dalam hal pengelolaan sumber daya alam melalui BUMN SDA Rakyat, BUMD dan koperasi multinasional yang saham terbesarnya adalah masyarakat adat dan local," tandasnya.
(kri)