Cerita Pengasuh Ponpes Al-Mubarak Soal Indonesia dan Soeharto
A
A
A
JAKARTA - Putri sulung mantan Presiden Republik Indonesia ke-2 Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana, atau sering dikenal juga dengan nama Mbak Tutut melakukan kunjungan ke Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Mubarak, Cimuncang, Sumur Pecung, Serang.
Kunjungan ini merupakan salah satu rangkaian selama di Banten. Pengasuh Ponpes Al-Mubarak, KH Mashudi dalam sambutannya menuturkan rasa syukurnya, dapat kembali melakukan silaturahmi dengan keluarga Cendana.
Alasannya, ia telah menjalin hubungan sejak lama ketika tahun 1990. "Kami teringat pada tahun 1992-1997 saya aktif sebagai kader Ibu. Ketika Ibu berkunjung di Banten, saya selalu hadir dan bersalaman dengan Ibu," kata Kiai Mashudi di Pesantren Al-Mubarak, Cimuncang, Sumur Pecung, Serang, Kamis 14 Februari 2019.
"InsyaAllah masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Banten sangat kagum dengan negarawan Pak Harto. Kenapa, karena Pak Harto mudah senyum dan tegas dalam memimpin," tambahnya.
Lebih lanjut, Kiai Mashudi mengatakan, dengan ketegasan Soeharto, negara luar segan kepada Indonesia. Sehingga tidak banyak intervensi diplomatik dan campur tangan dalam urusan Indonesia.
"Vietnam dan Thailand ketika mengalami konflik, tidak ada negara yang mampu meredamkan. Tapi Pak Harto mampu menyudahi konflik kedua negara itu. Stabilitas keamanan selama 32 tahun terjamin. Negara Indonesia dijuluki sebagai 'Macan Asia' karena keberanian dan ketegasannya," ungkapnya.
Selain keamanan dan soal kedaulatan, Kiai Mahmudi mengakui bahwa swasembada pangan Indonesia diakui oleh dunia. Indonesia tidak menjadi negara impor melainkan negara pengekspor kala itu.
"Tidak ada rakyat yang kelaparan. Lumbung padi dimana-mana dan masyarakat semuanya merasakan. Ulama dan umara semua bersatu dalam mengadakan pengajian mulai dari tingkat Kecamatan hingga Desa. Belum ada pesantren-pesantren melakukan demo-demo seperti sekarang," katanya.
"Di zaman Pak Harto, ribuan anak yatim dibantu melalui Yayasan Darmais. Saya dulu sebulan sekali mengambil bantuan dari Bina Graha dan Cendana melalui Yayasan Darmais, tapi setelah Pak Harto berhenti, tidak ada lagi bantuan untuk anak yatim," imbuhnya.
(Baca juga: Golkar Berharap Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Meningkat Usai Debat)
Namun, dengan segudang prestasi pembangunan di jamanannya, Kyai Mashudi mengatakan bahwa Soeharto sangat layak ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Sayangnya, ada kelompok yang memersoalkan gelar pahlawan nasional itu.
"Dengan kebijaksanaannya, Mbak Tutut mengatakan, kepada saya tidak usah memersoalkan hal itu. Biarlah Allah yang mencatat dan menjadi saksi atas kebaikan beliau," kata Kiai Mashudi menirukan ucapan Mbak Tutut.
Dalam kesempatan sama, tokoh Banten Heldi Agustian menceritakan suatu cerita ketika santri yang bermimpi bahwa usianya tersisa satu bulan. Usai menceritakan hal itu kepada sang kiai, dan mendapatkan nasihat untuk melakukan silaturahim.
Santri tersebut setiap harinya melakukan setiap harinya hingga enam bulan mendatang. Dan bermimpi kembali bahwa ia diperpanjang usianya. "Mudah-mudahan kehadiran Ibu Tutut hari ini, kita yang hadir panjang umurnya dan dimudahkan rezekinya," tuturnya.
Lebih lanjut ia juga mengatakan hal senada seperti Kiai Mashudi. Banyak masyarakat mengeluhkan soal harga pangan yang terus naik dan sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga masyarakat terkadang merenungkan kesejahteraan di zaman Soeharto.
"Ternyata di zaman Pak Harto dulu harga telur hanya Rp4.200 per kilogram. Rata-rata semuanya mengeluhkan karena harga-harga terus naik. Karena wajar jika mereka kagum dengan kepemimpinan Pak Harto," ujarnya.
Dalam konteks pesantren, ia menjelaskan bahwa pesantren merupakan tempat untuk memupuk akhlakul karimah dan menyiapkan bekal sebaik-baiknya untuk kehidupan selanjutnya.
"Di pesantren ini kita sedang berkarya untuk dunia dan akhirat. Adik-adik, kematian adalah suatu hal yang pasti. Maka, mari isilah setiap aktivitas dengan amal kebaikan. Mudah-mudahan dengan kehadiran Mbak Tutut menjadikan banyak bangsa Indonesia yang lahir dari pesantren dan memiliki akhlaqul karimah," tutupnya.
Kunjungan ini merupakan salah satu rangkaian selama di Banten. Pengasuh Ponpes Al-Mubarak, KH Mashudi dalam sambutannya menuturkan rasa syukurnya, dapat kembali melakukan silaturahmi dengan keluarga Cendana.
Alasannya, ia telah menjalin hubungan sejak lama ketika tahun 1990. "Kami teringat pada tahun 1992-1997 saya aktif sebagai kader Ibu. Ketika Ibu berkunjung di Banten, saya selalu hadir dan bersalaman dengan Ibu," kata Kiai Mashudi di Pesantren Al-Mubarak, Cimuncang, Sumur Pecung, Serang, Kamis 14 Februari 2019.
"InsyaAllah masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Banten sangat kagum dengan negarawan Pak Harto. Kenapa, karena Pak Harto mudah senyum dan tegas dalam memimpin," tambahnya.
Lebih lanjut, Kiai Mashudi mengatakan, dengan ketegasan Soeharto, negara luar segan kepada Indonesia. Sehingga tidak banyak intervensi diplomatik dan campur tangan dalam urusan Indonesia.
"Vietnam dan Thailand ketika mengalami konflik, tidak ada negara yang mampu meredamkan. Tapi Pak Harto mampu menyudahi konflik kedua negara itu. Stabilitas keamanan selama 32 tahun terjamin. Negara Indonesia dijuluki sebagai 'Macan Asia' karena keberanian dan ketegasannya," ungkapnya.
Selain keamanan dan soal kedaulatan, Kiai Mahmudi mengakui bahwa swasembada pangan Indonesia diakui oleh dunia. Indonesia tidak menjadi negara impor melainkan negara pengekspor kala itu.
"Tidak ada rakyat yang kelaparan. Lumbung padi dimana-mana dan masyarakat semuanya merasakan. Ulama dan umara semua bersatu dalam mengadakan pengajian mulai dari tingkat Kecamatan hingga Desa. Belum ada pesantren-pesantren melakukan demo-demo seperti sekarang," katanya.
"Di zaman Pak Harto, ribuan anak yatim dibantu melalui Yayasan Darmais. Saya dulu sebulan sekali mengambil bantuan dari Bina Graha dan Cendana melalui Yayasan Darmais, tapi setelah Pak Harto berhenti, tidak ada lagi bantuan untuk anak yatim," imbuhnya.
(Baca juga: Golkar Berharap Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Meningkat Usai Debat)
Namun, dengan segudang prestasi pembangunan di jamanannya, Kyai Mashudi mengatakan bahwa Soeharto sangat layak ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Sayangnya, ada kelompok yang memersoalkan gelar pahlawan nasional itu.
"Dengan kebijaksanaannya, Mbak Tutut mengatakan, kepada saya tidak usah memersoalkan hal itu. Biarlah Allah yang mencatat dan menjadi saksi atas kebaikan beliau," kata Kiai Mashudi menirukan ucapan Mbak Tutut.
Dalam kesempatan sama, tokoh Banten Heldi Agustian menceritakan suatu cerita ketika santri yang bermimpi bahwa usianya tersisa satu bulan. Usai menceritakan hal itu kepada sang kiai, dan mendapatkan nasihat untuk melakukan silaturahim.
Santri tersebut setiap harinya melakukan setiap harinya hingga enam bulan mendatang. Dan bermimpi kembali bahwa ia diperpanjang usianya. "Mudah-mudahan kehadiran Ibu Tutut hari ini, kita yang hadir panjang umurnya dan dimudahkan rezekinya," tuturnya.
Lebih lanjut ia juga mengatakan hal senada seperti Kiai Mashudi. Banyak masyarakat mengeluhkan soal harga pangan yang terus naik dan sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga masyarakat terkadang merenungkan kesejahteraan di zaman Soeharto.
"Ternyata di zaman Pak Harto dulu harga telur hanya Rp4.200 per kilogram. Rata-rata semuanya mengeluhkan karena harga-harga terus naik. Karena wajar jika mereka kagum dengan kepemimpinan Pak Harto," ujarnya.
Dalam konteks pesantren, ia menjelaskan bahwa pesantren merupakan tempat untuk memupuk akhlakul karimah dan menyiapkan bekal sebaik-baiknya untuk kehidupan selanjutnya.
"Di pesantren ini kita sedang berkarya untuk dunia dan akhirat. Adik-adik, kematian adalah suatu hal yang pasti. Maka, mari isilah setiap aktivitas dengan amal kebaikan. Mudah-mudahan dengan kehadiran Mbak Tutut menjadikan banyak bangsa Indonesia yang lahir dari pesantren dan memiliki akhlaqul karimah," tutupnya.
(maf)