Wajarkah Harga Tiket Pesawat Mahal?
A
A
A
MAHALNYA harga tiket pesawat udara semakin dikeluhkan masyarakat. Dampak nyata dari kenaikan harga tiket tersebut adalah mulai berkurangnya jumlah penumpang pesawat di bandara. Sekarang masyarakat akan berpikir dua kali untuk bepergian menggunakan moda transportasi udara karena kenaikan harga tiket tergolong signifikan, mencapai 40%. Dampak kenaikan tiket semakin dirasakan karena di saat yang sama maskapai tertentu kini tidak lagi memberlakukan bagasi gratis.
Kebijakan menaikkan harga tiket kini juga berdampak pada maskapai sendiri. Sejumlah jadwal penerbangan terpaksa dibatalkan karena minimnya jumlah penumpang. Pembatalan penerbangan ini bisa saja terus terjadi apabila kondisi harga tiket masih tetap tinggi.
Respons Presiden Joko Widodo yang memanggil Direktur Utama PT Pertamina terkait masalah tiket mahal ini patut diapresiasi. Pemanggilan kemarin itu dilakukan karena dugaan monopoli avtur sehingga harga bahan bakar tersebut mahal. Mahalnya avtur ini yang dijadikan alasan oleh pihak maskapai sehingga harus menjual tiket dengan harga lebih mahal. Langkah pemanggilan Dirut PT Pertamina tersebut tepat dalam upaya segera menemukan solusi jitu dalam mengatasi masalah ini. Namun, langkah pemerintah sesungguhnya cukup terlambat. Pemerintah seharusnya tidak perlu menunggu lama untuk merespons persoalan ini. Apalagi, informasi mengenai kenaikan harga tiket pesawat sudah lama beredar.
Ada banyak dampak yang telah timbul akibat kenaikan harga tiket pesawat ini. Pertama tentu menurunnya jumlah penumpang. Kenaikan harga tiket hingga 40% tentu terasa berat bagi mereka yang selama ini terbiasa bepergian dengan harga tiket yang relatif terjangkau. Kedua, dampak di bidang transportasi. Perusahaan otobus Damri dan taksi yang beroperasi di bandara langsung terkena dampak dari berkurangnya jumlah penumpang.
Hal yang sama terjadi di bisnis perhotelan. Hunian hotel atau penginapan juga akan menurun seiring berkurangnya jumlah orang yang bepergian antarkota, entah untuk kepentingan berlibur atau berbisnis. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyampaikan langsung keluhan soal sepinya hunian hotel akibat tiket pesawat mahal kepada Presiden Joko Widodo di perayaan HUT Ke-50 PHRI di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (11/2/2019). Menurut Hariyadi, harga tiket yang mahal ini telah mengakibatkan berkurangnya perjalanan masyarakat yang berakibat menurunnya hunian hotel 20-40%.
Dampak lebih jauh adalah lesunya sektor pariwisata. Sejumlah daerah tujuan wisata kemungkinan besar akan merasakan dampak dari kenaikan harga tiket ini. Jika untuk berwisata di dalam negeri saja harus membayar mahal, bukan tidak mungkin masyarakat lantas memilih untuk berwisata ke luar negeri. Pilihan berwisata ke luar negeri khususnya akan diambil oleh masyarakat yang bertetangga dengan negara lain. Batam, Aceh, misalnya, akan memilih ke Singapura, Malaysia, Thailand, atau negara lain. Dampak yang besar ini seharusnya disikapi secara cepat oleh pemerintah.
Pertanyaan yang mengusik benak banyak orang adalah benarkah mahalnya harga tiket ini murni karena mahalnya avtur? Mengapa maskapai bisa dengan mudah dan sepihak menaikkan harga tiket? Tentu avtur yang mahal memang akan menambah biaya operasional sebuah maskapai sehingga konsekuensinya adalah menaikkan harga tiket. Namun, ada alasan lain yang patut dicurigai sebagai penyebab tiket mahal, yakni dugaan permainan kartel. Ketua Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut ada kartel atau oligopoli karena melibatkan dua perusahaan besar di balik mahalnya harga tiket pesawat. Ini bisa jadi bukan isu atau sekadar kabar isapan jempol. Terbukti, pekan lalu Guntur Syahputra Saragih, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah menyampaikan keterangan. Dia membenarkan KPPU telah menaikkan kasus dugaan kartel di balik mahalnya harga tiket ini ke tahap penyelidikan.
KPPU sudah memanggil Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Garuda, Sriwijaya, Wings Air, Batik Air, Citilink dan perusahaan travel agent untuk dimintai keterangan. KPPU bahkan disebut sudah mendapatkan dua alat bukti melalui berbagai sumber mengenai dugaan adanya kartel tiket pesawat. Kita tinggal menantikan seperti apa penyelidikan KPPU. Jika memang terbukti ada permainan kartel, seyogianya ada pihak yang harus bertanggung jawab secara hukum. Semua harus ditindak tanpa perlu memandang bahwa ia pengusaha besar atau oknum yang berada di lingkar kekuasaan. Tindakan tegas seperti itu penting agar masyarakat mendapatkan keadilan.
Kebijakan menaikkan harga tiket kini juga berdampak pada maskapai sendiri. Sejumlah jadwal penerbangan terpaksa dibatalkan karena minimnya jumlah penumpang. Pembatalan penerbangan ini bisa saja terus terjadi apabila kondisi harga tiket masih tetap tinggi.
Respons Presiden Joko Widodo yang memanggil Direktur Utama PT Pertamina terkait masalah tiket mahal ini patut diapresiasi. Pemanggilan kemarin itu dilakukan karena dugaan monopoli avtur sehingga harga bahan bakar tersebut mahal. Mahalnya avtur ini yang dijadikan alasan oleh pihak maskapai sehingga harus menjual tiket dengan harga lebih mahal. Langkah pemanggilan Dirut PT Pertamina tersebut tepat dalam upaya segera menemukan solusi jitu dalam mengatasi masalah ini. Namun, langkah pemerintah sesungguhnya cukup terlambat. Pemerintah seharusnya tidak perlu menunggu lama untuk merespons persoalan ini. Apalagi, informasi mengenai kenaikan harga tiket pesawat sudah lama beredar.
Ada banyak dampak yang telah timbul akibat kenaikan harga tiket pesawat ini. Pertama tentu menurunnya jumlah penumpang. Kenaikan harga tiket hingga 40% tentu terasa berat bagi mereka yang selama ini terbiasa bepergian dengan harga tiket yang relatif terjangkau. Kedua, dampak di bidang transportasi. Perusahaan otobus Damri dan taksi yang beroperasi di bandara langsung terkena dampak dari berkurangnya jumlah penumpang.
Hal yang sama terjadi di bisnis perhotelan. Hunian hotel atau penginapan juga akan menurun seiring berkurangnya jumlah orang yang bepergian antarkota, entah untuk kepentingan berlibur atau berbisnis. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyampaikan langsung keluhan soal sepinya hunian hotel akibat tiket pesawat mahal kepada Presiden Joko Widodo di perayaan HUT Ke-50 PHRI di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (11/2/2019). Menurut Hariyadi, harga tiket yang mahal ini telah mengakibatkan berkurangnya perjalanan masyarakat yang berakibat menurunnya hunian hotel 20-40%.
Dampak lebih jauh adalah lesunya sektor pariwisata. Sejumlah daerah tujuan wisata kemungkinan besar akan merasakan dampak dari kenaikan harga tiket ini. Jika untuk berwisata di dalam negeri saja harus membayar mahal, bukan tidak mungkin masyarakat lantas memilih untuk berwisata ke luar negeri. Pilihan berwisata ke luar negeri khususnya akan diambil oleh masyarakat yang bertetangga dengan negara lain. Batam, Aceh, misalnya, akan memilih ke Singapura, Malaysia, Thailand, atau negara lain. Dampak yang besar ini seharusnya disikapi secara cepat oleh pemerintah.
Pertanyaan yang mengusik benak banyak orang adalah benarkah mahalnya harga tiket ini murni karena mahalnya avtur? Mengapa maskapai bisa dengan mudah dan sepihak menaikkan harga tiket? Tentu avtur yang mahal memang akan menambah biaya operasional sebuah maskapai sehingga konsekuensinya adalah menaikkan harga tiket. Namun, ada alasan lain yang patut dicurigai sebagai penyebab tiket mahal, yakni dugaan permainan kartel. Ketua Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut ada kartel atau oligopoli karena melibatkan dua perusahaan besar di balik mahalnya harga tiket pesawat. Ini bisa jadi bukan isu atau sekadar kabar isapan jempol. Terbukti, pekan lalu Guntur Syahputra Saragih, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah menyampaikan keterangan. Dia membenarkan KPPU telah menaikkan kasus dugaan kartel di balik mahalnya harga tiket ini ke tahap penyelidikan.
KPPU sudah memanggil Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Garuda, Sriwijaya, Wings Air, Batik Air, Citilink dan perusahaan travel agent untuk dimintai keterangan. KPPU bahkan disebut sudah mendapatkan dua alat bukti melalui berbagai sumber mengenai dugaan adanya kartel tiket pesawat. Kita tinggal menantikan seperti apa penyelidikan KPPU. Jika memang terbukti ada permainan kartel, seyogianya ada pihak yang harus bertanggung jawab secara hukum. Semua harus ditindak tanpa perlu memandang bahwa ia pengusaha besar atau oknum yang berada di lingkar kekuasaan. Tindakan tegas seperti itu penting agar masyarakat mendapatkan keadilan.
(whb)