Daya Dukung Daerah Rawan Bencana

Selasa, 29 Januari 2019 - 07:48 WIB
Daya Dukung Daerah Rawan Bencana
Daya Dukung Daerah Rawan Bencana
A A A
YONVITNER
Kepala Pusat Studi Bencana-MSP FPIK IPB

GULA-GULA pembangunan sering kali datang sporadis dan menyebabkan okupasi ruang untuk kepentingan ekonomi. Alasan yang paling mudah dipakai untuk melegalkan hal itu sering kita kenal dengan kebutuhan pekerjaan dan mata pencarian.

Kejadian bencana akhir 2018 seperti gempa di Lombok, tsunami di Banten dan Palu, serta banjir di Makassar yang menimbulkan korban jiwa, menjadi catatan buruknya penataan ruang dan tidak terukurnya daya dukung. Ketika ruang menyediakan berbagai sumber daya dan potensi ekonomi, kita tidak lagi ingat apakah ada bahaya yang mengintai. Akibatnya ketika gempa, tsunami dan banjir terjadi semua porak-poranda tanpa ada bisa diselamatkan. Sumber mata pencarian hilang dan hancur, modal dan aset masyarakat juga hancur, dan parahnya juga korban jiwa.

Tidak ada yang bisa disalahkan karena semua memerlukan ruang untuk kepentingan masing-masing. Namun jika kemudian terjadi bencana maka akan muncul sikap saling menyalahkan. Mengapa tidak diingatkan dari awal, mengapa tidak ada peringatan dini, mengapa tidak sesuai dengan ruang, mengapa pemerintah tidak hadir, serta banyak sekali pandangan dan pendapat yang satu sama lain saling menyalahkan. Kondisi ini terjadi karena kita tidak mampu secara objektif memperhatikan kawasan berisiko dan tidak.

Pada tulisan terdahulu di KORAN SINDO pada 3/1/2019 tentang ruang buta bencana, penulis menyampaikan miskinnya integrasi antara peta yang memperlihatkan ruang berisiko bencana dan peta ekonomi yang diharuskan melahirkan peta daya dukung. Ruang kebencanaan seperti tertinggal, karena tidak diungkap secara baik ketika overlapping kawasan pertumbuhan. Karena overlay, kedua informasi peta ini akan diperlukan untuk memastikan daya dukung dan risiko yang siap diterima.

Daya dukung penting untuk memastikan kemampuan optimum kawasan untuk mendorong tumbuhnya ekonomi dari sektor yang menjadi andalan sekaligus memastikan minim potensi dan bahaya risiko ketika terjadi bencana. Perbedaan Indonesia dengan daerah subtropis atau temperate salah satunya adalah tingginya ketidakpastian (uncertainty) baik lingkungan maupun risiko yang dapat terjadi di luar itu. Untuk itu, Indonesia harus mempunyai kemampuan yang lengkap dalam manajemen kawasan agar terciptakan sustainability ekonomi, keselamatan, kesehatan, dan sosial masyarakat.

Benahi Tata Ruang
Tahap awal dalam menata wilayah agar adaptif adalah dengan mengurangi beban pada daerah yang potensi risiko bencananya tinggi. Upaya tersebut tentunya harus dimulai dengan memperkuat fungsi penataan ruang kawasan. Makna dari implementasi kawasan konservasi dalam tata ruang salah satunya adalah melindungi kawasan berisiko tinggi bencana, selain sebagai kawasan pusat keragaman hayati dan biodiversitas.

Kedua tujuan tersebut adalah untuk mengurangi potensi kerusakan dan kerugian akibat hilangnya biodiversitas atau karena bencana. Perspektif konservasi harus dibangun dalam skala global dalam kacamata penataan ruang. Begitu juga dalam kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil perlu diperkuat fungsi konservasi pada daerah pantai berisiko gelombang besar, daerah berpotensi terpapar tsunami, serta daerah gunung api. Kawasan permukiman yang saat ini berada dalam titik kawasan berisiko tinggi harus disiapkan antisipasi dan upaya mitigasi yang baik, mudah diakses saat kejadian bencana.

Untuk kawasan yang baru saja mengalami bencana seperti Lombok, Palu, dan Banten serta Lampung, upaya penataan ruang menjadi penting agar risiko bisa diminimalkan bahkan zero korban bencana. Apalagi, saat ini kita sedang berusaha mengupayakan penguatan investasi bidang kemaritiman. Pusat ekonomi maritim seperti kawasan wisata, kawasan industri perikanan, kawasan permukiman, kawasan pertambangan harus berada dalam area aman bencana.

Selain penataan ruang dan penzonaan yang menjadi dasar alokasi pemanfaatan ruang, yang tidak kalah pentingnya adalah daya dukung kawasan tersebut. Daya dukung optimal diperlukan untuk mendapatkan titik ekonomi yang dihasilkan serta risiko minimal.

Sesuai Daya Dukung
Daya dukung dapat didefinisikan sebagai kemampuan kawasan mendukung untuk berlangsungnya rantai sistem dalam lingkungan. Daya dukung ekologi, daya dukung fisik, atau daya dukung ekonomi adalah bentuk-bentuk daya dukung yang kita nilai. Namun agar tidak terjadi disrupsi pandangan, sebaiknya daya dukung ekologi dijadikan sebagai dasar pertimbangan penataan ruang rawan dan berisiko bencana, karena resultant dari semua itu adalah ekonomi dalam jangka panjang.

Daya dukung ekologi paling tidak akan mengarahkan kita untuk tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, serta kemampuannya untuk mendukung keberlanjutan berbagai aktivitas di kawasan tersebut. Fakta di kawasan tersebut dapat dinilai sebagai bentuk daya dukung pangan, daya dukung papan, daya dukung sandang, dan daya dukung infrastruktur.

Daya dukung pangan akan memberikan informasi tentang kecukupan pangan saat bencana. Daya dukung sandang menjelaskan kemampuan kawasan dalam menyubstitusi kebutuhan sandang, begitu juga daya dukung papan menjelaskan kemampuan kawasan menyediakan papan untuk kebutuhan perumahan dan bangunan. Sementara itu, daya dukung infrastruktur adalah kemampuan dan keandalan bangunan dan struktur lainnya sebagai area aman bencana.

Ketika ada percepatan ekonomi dan meningkatnya kebutuhan ruang, lahan yang bukan area konservasi dan tergolong berisiko rendah terhadap bencana bisa dikembangkan. Pendekatan ini juga sebagai upaya untuk menciptakan keadilan dalam ruang agar terhindar dari eksploitasi ekonomi berlebih.

Tantangan ke Depan
Upaya penataan ruang dengan implementasi daya dukung tidaklah mudah di tengah masifnya semangat otonomi daerah untuk mencapai misi ekonomi. Maka perlu kesadaran bersama untuk mengingatkan adanya risiko. Untuk itu, beberapa langkah yang penting dilakukan setelah menetapkan kawasan berisiko bencana yaitu 1) penataan kebijakan di tingkat nasional dan daerah dalam pengaturan pemanfaatan ruang, 2) memperkuat visi ekonomi dan investasi yang terintegrasi kebencanaan, 3) memperkuat kelembagaan pengendalian bencana setingkat kementerian, 4) mengalokasi pendanaan yang memadai dalam upaya memperkuat program mitigasi dan tindakan saat bencana, serta 5) menguatkan keilmuan dan pendidikan kebencanaan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

Kelima langkah ini tujuannya adalah untuk memastikan bahwa daya dukung ruang tidak terlampaui sehingga jika terjadi bencana maka kerugian dan kerusakan bisa dikendalikan, serta upaya pemulihan menjadi lebih cepat. Untuk itu, besar-kecilnya kerugian bisa dinilai dari awal melalui performa daya dukung. Jangan biarkan daerah kita tidak mampu pulih (resilience) karena beratnya beban, apalagi ada di daerah rawan bencana.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0691 seconds (0.1#10.140)