Ma'ruf Diharapkan Mampu Berdayakan Ekonomi Pesantren
A
A
A
JAKARTA - Dunia Pesantren lekat dengan pendidikan agama dan pemahaman nilai-nilai kegamaan. Sehingga untuk urusan pemberdayaan ekonomi Pesantren dinilai kurang menjadi perhatian serius pemerintah, khususnya kontestan Pilpres 2019.
Pengamat Politik UIN Jakarta, Adi Prayitno berharap, Calon Wakil Presiden nomor Urut 01, KH. Ma'ruf Amin yang berlatarbelakang santri dan dibesarkan di lingkungan Pesantren bisa menjadi pembeda dalam hal ini. Terlebih, Kiai Ma'ruf dianggap Capres yang rajin mengunjungi Pesantren seperti yang dilakukannya di Jawa Timur saat ini.
"Karena pesantren itu satu komunitas besar, santrinya ada yang 10 ribu, 15 ribu, artinya kalau itu dimaintaince dengan baik akan menjadi cikal bakal ekonomi umat," ujar Adi, Rabu (23/1/2019).
Pesantren, menurut Adi, sudah terbilang di bidang pendidikan. Baik itu pendidikan umum maupun agama. Tetapi ketika berbicara ecomic empowerment, kata dia, belum ada kandidat capres cawapres yang memiliki komitmen dan keseriusan di bidang itu.
Karena itu, Adi berpendapat, Kiai Ma’ruf yang dianggap sebagai representasi umat Islam, NU, ulama, dan pesantren, bisa mengambil ceruk itu. "Ini bisa jadi salah satu poin pembeda (dengan kandidat lainnya)," tegas Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.
Kiai Ma’ruf Amin, sambung dia, dituntut untuk mampu menarasikan bagaimana pesantren dalam konteks kekinian yang terberdaya dari segi ekonomi, maupun teknologi.
"Kalau narasi besar sih bisa soal wawasan kebangsaan di kalangan pesantren, pentingnya membumikan pancasila, NKRI, dll. Itu normatifnya, tapi ketika orang bicara tentang pemberdayan ekonomi, tidak semua orang mampu melakukan itu. Satu sisi memang regulasi tidak terlampau holistik ya, yang kedua memang belum ada orang yang konsern untuk memberdayakan ekonomi pesantren. Nah di situ, saya kira ini menjadi positioning yang berbeda dari Kiai Ma’ruf Amin. Dia NU, berasal dari kalangan pesantren, maka fokus dia membangun ekonomi umat Islam. Wah itu menarik. Membangun ekonomi umat Islam berbasis pesantren," papar dia.
Selain pemberdayaan ekonomi, Adi menambahkan, Kiai Ma’ruf juga bisa menambahkan program-program sekolah kejuruan di pesantren. Tujuannya untuk menampik kesan bahwa pesantren hanya tempat untuk menimba ilmu agama.
"Pendidikan kejuruan berbasis pesantren itu penting dibangun agar pesantren kompetitif dengan institusi lainnya," lanjutnya.
Sebab selama ini, Adi mengatakan, output dari pesantren ini sering dimaknai sebagai lulusan lembaga agama yang mengerti ngaji, doa dan sedikit isu-isu Islam. Tapi ketika berbicara hal-hal praktis, kebutuhan dari masyarakat itu lemah.
"Pendidikan kejuruan berbasis pesantren menjadi isu kedua yang harus mulai dibumikan Kiai Ma’ruf. Tentu dengan tidak menghilangkan nilai tradisional pendidikan Islam itu. Nilai agama tetap tapi nilai plusnya lulusan pesantren ini bukan hanya orang yang alim yang fasih bicara agama tapi mereka juga adalah orang yang cukup capable layak pakai untuk persaingan di dunia secara luas," pungkasnya.
Pengamat Politik UIN Jakarta, Adi Prayitno berharap, Calon Wakil Presiden nomor Urut 01, KH. Ma'ruf Amin yang berlatarbelakang santri dan dibesarkan di lingkungan Pesantren bisa menjadi pembeda dalam hal ini. Terlebih, Kiai Ma'ruf dianggap Capres yang rajin mengunjungi Pesantren seperti yang dilakukannya di Jawa Timur saat ini.
"Karena pesantren itu satu komunitas besar, santrinya ada yang 10 ribu, 15 ribu, artinya kalau itu dimaintaince dengan baik akan menjadi cikal bakal ekonomi umat," ujar Adi, Rabu (23/1/2019).
Pesantren, menurut Adi, sudah terbilang di bidang pendidikan. Baik itu pendidikan umum maupun agama. Tetapi ketika berbicara ecomic empowerment, kata dia, belum ada kandidat capres cawapres yang memiliki komitmen dan keseriusan di bidang itu.
Karena itu, Adi berpendapat, Kiai Ma’ruf yang dianggap sebagai representasi umat Islam, NU, ulama, dan pesantren, bisa mengambil ceruk itu. "Ini bisa jadi salah satu poin pembeda (dengan kandidat lainnya)," tegas Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.
Kiai Ma’ruf Amin, sambung dia, dituntut untuk mampu menarasikan bagaimana pesantren dalam konteks kekinian yang terberdaya dari segi ekonomi, maupun teknologi.
"Kalau narasi besar sih bisa soal wawasan kebangsaan di kalangan pesantren, pentingnya membumikan pancasila, NKRI, dll. Itu normatifnya, tapi ketika orang bicara tentang pemberdayan ekonomi, tidak semua orang mampu melakukan itu. Satu sisi memang regulasi tidak terlampau holistik ya, yang kedua memang belum ada orang yang konsern untuk memberdayakan ekonomi pesantren. Nah di situ, saya kira ini menjadi positioning yang berbeda dari Kiai Ma’ruf Amin. Dia NU, berasal dari kalangan pesantren, maka fokus dia membangun ekonomi umat Islam. Wah itu menarik. Membangun ekonomi umat Islam berbasis pesantren," papar dia.
Selain pemberdayaan ekonomi, Adi menambahkan, Kiai Ma’ruf juga bisa menambahkan program-program sekolah kejuruan di pesantren. Tujuannya untuk menampik kesan bahwa pesantren hanya tempat untuk menimba ilmu agama.
"Pendidikan kejuruan berbasis pesantren itu penting dibangun agar pesantren kompetitif dengan institusi lainnya," lanjutnya.
Sebab selama ini, Adi mengatakan, output dari pesantren ini sering dimaknai sebagai lulusan lembaga agama yang mengerti ngaji, doa dan sedikit isu-isu Islam. Tapi ketika berbicara hal-hal praktis, kebutuhan dari masyarakat itu lemah.
"Pendidikan kejuruan berbasis pesantren menjadi isu kedua yang harus mulai dibumikan Kiai Ma’ruf. Tentu dengan tidak menghilangkan nilai tradisional pendidikan Islam itu. Nilai agama tetap tapi nilai plusnya lulusan pesantren ini bukan hanya orang yang alim yang fasih bicara agama tapi mereka juga adalah orang yang cukup capable layak pakai untuk persaingan di dunia secara luas," pungkasnya.
(pur)