Sidang Lumina Tower, Saksi Jelaskan Soal IMB Komersial
A
A
A
JAKARTA - Sidang sengketa terkait peruntukkan Lantai 7 dan 8 Lumina Tower terus berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (9/1/2018) dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Saksi yang dihadirkan oleh JPU, Yan Arief Siregar, yang adalah mantan Legal PT Brahma Adiwidia (PT BAW). Sementara, saksi lainnya yaitu Evelyn Nadeak yang kembali tidak mengindahkan panggilan JPU untuk berikan kesaksian meski telah dipanggil tiga kali.
Yan dalam persidangan, akui mengetahui persoalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Lumina Tower itu dari dokumen yang ada karena saat transaksi terjadi pada November 2011, dirinya belum menjadi karyawan PT BAW.
Karena berposisi sebagai Legal Perusahaan maka saksi Yan Arief Siregar harus mengikuti dan pelajari masalah yang terjadi antara PT BAW dengan PT Kemulian Megah Perkasa (PT KMP), pengembang Lumina Tower.
Salah satu tugas Yan Siregar termasuk mendampingi Direktur PT BAW pada waktu itu yaitu Lina Tjung untuk bertemu dengan Terdakwa Yusuf Valent di kantornya di Gedung BEJ lantai 15 untuk minta sertifikat Strata Title atas Lantai 7 dan 8 Lumina Tower yang sudah dibeli dan dibayar lunas oleh PT BAW.
Pada saat bertemu dengan Terdakwa Yusuf Valent tersebut diperlihatkan surat-surat serta blueprint The Kuningan Place, namun ketika dimintakan copy dari dokumen-dokumen tersebut dijawab dengan nada ancaman oleh Yusuf Valent tidak akan pernah memberikan copy dari dokumen tersebut, dan jika bisa mendapatkannya maka tidak akan bisa keluar dengan selamat dari kantornya.
Keterangan saksi Yan Siregar tersebut sama dan sesuai dengan keterangan Lina Tjung dalam kesaksiannya pada tanggal 21 November 2018 lalu.
"Terdakwa tidak memberikan fotocopy itu, bahkan menantang kami untuk uji pembuktian di Pengadilan," kata Yan.
Yan menjelaskan, dari pertemuan di BEI, kemudian PT BAW melakukan pengurusan dan penelusuran di Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Selatan terkait dengan perubahan IMB yang diajukan oleh PT KMP.
Berdasarkan surat jawaban dari Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Selatan diketahui telah diajukan permohonan perubahan IMB dari auditorium menjadi sarana pendidikan yang diajukan oleh PT KMP dengan menggunakan surat persetujuan perubahan yang ditandatangani oleh Indri Jati Gautama yang mengatasnamakan PT BAW.
Ditegaskan oleh Yan Siregar, pengajuan perubahan di atas tidak diketahui dan tanpa persetujuan dari PT BAW yang notabene adalah pemilik Lantai 7 dan 8 Lumina Tower.
Saat ditanyakan Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Asiady Sembiring soal IMB, Yan menjelaskan jika PT BAW memang telah memiliki fisik bangunan Lantai 7 dan 8 Lumina Tower namun tidak dapat menggunakannya sebagai kantor karena peruntukkannya tidak sesuai dengan keterangan pada waktu pembelian, yaitu kantor komersil non hunian.
Yan mengatakan, PT BAW mengetahui jika Lantai 7 dan 8 Lumina Tower tidak bisa dijadikan kantor komersial setelah ada surat dari Dinas Tata Kota Jakarta Selatan pada tahun 2015 dan belum memiliki surat layak fungsi (SLF)
IMB pun tidak ada untuk kantor, yang ada IMB hunian yang terbit tahun 2008, apalagi pertelaan dan sertifikat statratitle kantor.
Dan penggunaan Lantai 7 dan 8 tersebut pun terkesan dihalangi oleh Indri Djati Gautama dengan membawa-bawa nama terdakwa selaku Direktur Utama PT KMP. Setelah 2015 baru diketahui terjadi kebohongan, penipuan dan penggelapan.
Sidang kemudian ditunda pada Rabu (16/1/2019) pekan depan dengan agenda saksi yang dihadirkan oleh JPU. JPU R Tambunan saat dikonfirmasi mengakui jika pihaknya memang telah melakukan pemanggilan terhadap Evelyn, namun kembali tidak hadir.
Ini berarti Ketua Yayasan Tunas Mulia Adi itu telah tiga mangkir sebagai saksi. Evelyn inilah yang yang memakai perubahan peruntukan izin auditorium menjadi sekolah, dan memakai izin tersebut untuk mendapatkan surat izin sekolah Royal Tots Academy.
Disinggung soal pemanggilan paksa, JPU hanya mengatakan jika pemanggilan saksi berdasarkan kebutuhan untuk pengungkapan perkara. "Jika dibutuhkan maka saksi akan dihadirkan," kata Tambunan.
Dicecar soal pemanggilan Evelyn, JPU sambil berlalu mengatakan bakal hadirkan saksi pada persidangan berikutnya.
Salah seorang Pengamat Hukum Siagian, SH, mengatakan, mangkirnya Evelyn itu melanggar Undang-undang. Ini bisa saja dilakukan jemput paksa jika sudah dipanggil secara sah maka JPU berhak untuk menjemput paksa.
"Tindakan saksi tersebut dapat dinilai sebagai penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court)," kata Siagian yang juga mantan Jaksa itu. Hasil penelusuran, Evelyn Nadeak adalah Asisten Indri Gautama.
Saksi yang dihadirkan oleh JPU, Yan Arief Siregar, yang adalah mantan Legal PT Brahma Adiwidia (PT BAW). Sementara, saksi lainnya yaitu Evelyn Nadeak yang kembali tidak mengindahkan panggilan JPU untuk berikan kesaksian meski telah dipanggil tiga kali.
Yan dalam persidangan, akui mengetahui persoalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Lumina Tower itu dari dokumen yang ada karena saat transaksi terjadi pada November 2011, dirinya belum menjadi karyawan PT BAW.
Karena berposisi sebagai Legal Perusahaan maka saksi Yan Arief Siregar harus mengikuti dan pelajari masalah yang terjadi antara PT BAW dengan PT Kemulian Megah Perkasa (PT KMP), pengembang Lumina Tower.
Salah satu tugas Yan Siregar termasuk mendampingi Direktur PT BAW pada waktu itu yaitu Lina Tjung untuk bertemu dengan Terdakwa Yusuf Valent di kantornya di Gedung BEJ lantai 15 untuk minta sertifikat Strata Title atas Lantai 7 dan 8 Lumina Tower yang sudah dibeli dan dibayar lunas oleh PT BAW.
Pada saat bertemu dengan Terdakwa Yusuf Valent tersebut diperlihatkan surat-surat serta blueprint The Kuningan Place, namun ketika dimintakan copy dari dokumen-dokumen tersebut dijawab dengan nada ancaman oleh Yusuf Valent tidak akan pernah memberikan copy dari dokumen tersebut, dan jika bisa mendapatkannya maka tidak akan bisa keluar dengan selamat dari kantornya.
Keterangan saksi Yan Siregar tersebut sama dan sesuai dengan keterangan Lina Tjung dalam kesaksiannya pada tanggal 21 November 2018 lalu.
"Terdakwa tidak memberikan fotocopy itu, bahkan menantang kami untuk uji pembuktian di Pengadilan," kata Yan.
Yan menjelaskan, dari pertemuan di BEI, kemudian PT BAW melakukan pengurusan dan penelusuran di Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Selatan terkait dengan perubahan IMB yang diajukan oleh PT KMP.
Berdasarkan surat jawaban dari Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Selatan diketahui telah diajukan permohonan perubahan IMB dari auditorium menjadi sarana pendidikan yang diajukan oleh PT KMP dengan menggunakan surat persetujuan perubahan yang ditandatangani oleh Indri Jati Gautama yang mengatasnamakan PT BAW.
Ditegaskan oleh Yan Siregar, pengajuan perubahan di atas tidak diketahui dan tanpa persetujuan dari PT BAW yang notabene adalah pemilik Lantai 7 dan 8 Lumina Tower.
Saat ditanyakan Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Asiady Sembiring soal IMB, Yan menjelaskan jika PT BAW memang telah memiliki fisik bangunan Lantai 7 dan 8 Lumina Tower namun tidak dapat menggunakannya sebagai kantor karena peruntukkannya tidak sesuai dengan keterangan pada waktu pembelian, yaitu kantor komersil non hunian.
Yan mengatakan, PT BAW mengetahui jika Lantai 7 dan 8 Lumina Tower tidak bisa dijadikan kantor komersial setelah ada surat dari Dinas Tata Kota Jakarta Selatan pada tahun 2015 dan belum memiliki surat layak fungsi (SLF)
IMB pun tidak ada untuk kantor, yang ada IMB hunian yang terbit tahun 2008, apalagi pertelaan dan sertifikat statratitle kantor.
Dan penggunaan Lantai 7 dan 8 tersebut pun terkesan dihalangi oleh Indri Djati Gautama dengan membawa-bawa nama terdakwa selaku Direktur Utama PT KMP. Setelah 2015 baru diketahui terjadi kebohongan, penipuan dan penggelapan.
Sidang kemudian ditunda pada Rabu (16/1/2019) pekan depan dengan agenda saksi yang dihadirkan oleh JPU. JPU R Tambunan saat dikonfirmasi mengakui jika pihaknya memang telah melakukan pemanggilan terhadap Evelyn, namun kembali tidak hadir.
Ini berarti Ketua Yayasan Tunas Mulia Adi itu telah tiga mangkir sebagai saksi. Evelyn inilah yang yang memakai perubahan peruntukan izin auditorium menjadi sekolah, dan memakai izin tersebut untuk mendapatkan surat izin sekolah Royal Tots Academy.
Disinggung soal pemanggilan paksa, JPU hanya mengatakan jika pemanggilan saksi berdasarkan kebutuhan untuk pengungkapan perkara. "Jika dibutuhkan maka saksi akan dihadirkan," kata Tambunan.
Dicecar soal pemanggilan Evelyn, JPU sambil berlalu mengatakan bakal hadirkan saksi pada persidangan berikutnya.
Salah seorang Pengamat Hukum Siagian, SH, mengatakan, mangkirnya Evelyn itu melanggar Undang-undang. Ini bisa saja dilakukan jemput paksa jika sudah dipanggil secara sah maka JPU berhak untuk menjemput paksa.
"Tindakan saksi tersebut dapat dinilai sebagai penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court)," kata Siagian yang juga mantan Jaksa itu. Hasil penelusuran, Evelyn Nadeak adalah Asisten Indri Gautama.
(maf)