Respons Prostitusi Online, Komnas Perempuan Nyatakan Sejumlah Sikap
A
A
A
JAKARTA - Publik Tanah Air kembali terhenyak dengan pengungkapan prostitusi online yang menyeret artis oleh Polda Jawa Timur. Besarnya transaksi dalam kasus ini menambah ramainya kasus ini.
Melihat kondisi ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) angkat bicara. Komnas Perempuan menyayangkan ekspos yang berlebihan pada perempuan (korban) prostitusi online. Besarnya pemberitaan melebihi proses pengungkapan kasus yang baru berjalan. (Baca juga: Memalukan! 45 Artis Indonesia Terlibat Prostitusi Online )
Komnas Perempuan pun menyatakan sejumlah sikap. Pertama, meminta penegak hukum berhenti mengekspos secara publik penyelidikan prostitusi online yang dilakukan. “Kedua, meminta media tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan, termasuk dalam hal ini artis yang diduga terlibat dalam prostitusi online,” kata Komisioner Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Selasa (8/1/2019).
Ketiga, meminta media menghentikan pemberitaan yang bernuansa misoginis dan cenderung menyalahkan perempuan. Keempat, meminta masyarakat tidak menghakimi secara membabi buta kepada perempuan korban eksploitasi industri hiburan. (Baca juga: Mucikari TN Miliki Koleksi 100 Model Majalah yang Bisa Dibooking )
Kelima, semua pihak agar lebih kritis dan mencari akar persoalan. Bahwa kasus prostitusi online harus dilihat sebagai jeratan kekerasan seksual.
“Di mana banyak perempuan ditipu, diperjualbelikan. Tidak sesederhana pandangan masyarakat bahwa prostitusi adalah kehendak bebas perempuan yang menjadi "pekerja seks" sehingga mereka rentan dipidana/dikriminalisasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Komnas Perempuan khawatir prostitusi online sebagai bentuk perpindahan dan perluasan lokus dari prostitusi offline. Prostitusi online menyangkut soal cyber crime yang berbasis kekerasan terhadap perempuan, terutama kasus revenge porn (balas dendam bernuansa pornografi) yang dapat berupa distribusi image atau percakapan tanpa seizin yang bersangkutan. Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2018, pengaduan langsung menyangkut revenge porn ini semakin kompleks. (Baca juga: Manajer Vanessa Tertipu Polisi Gadungan Rp20 Juta )
Selain itu, perlu ada kajian mendalam karena tidak sedikit yang menjadi korban femicide (dibunuh karena dia perempuan) atau mengalami kematian gradual karena kerusakan alat reproduksi. Karenanya, Komnas Perempuan berkesimpulan prostitusi adalah kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan menentang kriminalisasi yang menyasar pada perempuan yang dilacurkan.
Melihat kondisi ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) angkat bicara. Komnas Perempuan menyayangkan ekspos yang berlebihan pada perempuan (korban) prostitusi online. Besarnya pemberitaan melebihi proses pengungkapan kasus yang baru berjalan. (Baca juga: Memalukan! 45 Artis Indonesia Terlibat Prostitusi Online )
Komnas Perempuan pun menyatakan sejumlah sikap. Pertama, meminta penegak hukum berhenti mengekspos secara publik penyelidikan prostitusi online yang dilakukan. “Kedua, meminta media tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan, termasuk dalam hal ini artis yang diduga terlibat dalam prostitusi online,” kata Komisioner Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Selasa (8/1/2019).
Ketiga, meminta media menghentikan pemberitaan yang bernuansa misoginis dan cenderung menyalahkan perempuan. Keempat, meminta masyarakat tidak menghakimi secara membabi buta kepada perempuan korban eksploitasi industri hiburan. (Baca juga: Mucikari TN Miliki Koleksi 100 Model Majalah yang Bisa Dibooking )
Kelima, semua pihak agar lebih kritis dan mencari akar persoalan. Bahwa kasus prostitusi online harus dilihat sebagai jeratan kekerasan seksual.
“Di mana banyak perempuan ditipu, diperjualbelikan. Tidak sesederhana pandangan masyarakat bahwa prostitusi adalah kehendak bebas perempuan yang menjadi "pekerja seks" sehingga mereka rentan dipidana/dikriminalisasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Komnas Perempuan khawatir prostitusi online sebagai bentuk perpindahan dan perluasan lokus dari prostitusi offline. Prostitusi online menyangkut soal cyber crime yang berbasis kekerasan terhadap perempuan, terutama kasus revenge porn (balas dendam bernuansa pornografi) yang dapat berupa distribusi image atau percakapan tanpa seizin yang bersangkutan. Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2018, pengaduan langsung menyangkut revenge porn ini semakin kompleks. (Baca juga: Manajer Vanessa Tertipu Polisi Gadungan Rp20 Juta )
Selain itu, perlu ada kajian mendalam karena tidak sedikit yang menjadi korban femicide (dibunuh karena dia perempuan) atau mengalami kematian gradual karena kerusakan alat reproduksi. Karenanya, Komnas Perempuan berkesimpulan prostitusi adalah kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan menentang kriminalisasi yang menyasar pada perempuan yang dilacurkan.
(poe)