LPSK Akui Terkendala dengan Anggaran
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) secara resmi memiliki komisioner baru. Tujuh orang komisioner LPSK kemarin diambil sumpah jabatannya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta.
Tujuh komisioner yang akan menjabat hingga 2023 itu adalah Hasto Atmojo Suroyo, Brigjen (Purn) Achmadi, Antonius Prijadi Soesilo Wibowo, Edwin Partogi Pasaribu, Livia Istania DF Iskandar, Maneger Nasution, dan Susilaningtias.
Dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam upaya perlindungan saksi dan korban, LPSK mengakui sampai saat ini masih mengalami keterbatasan dalam anggaran. “Kami berpikir upaya yang akan dilakukan LPSK akan berjalan dengan baik jika di du kung SDM dan anggaran yang memadai,” kata Komisioner LPSK Edwin Partogi Pasaribu sesuai pengambilan sumpah di Istana Negara, Jakarta, Senin 7 Januari 2019.
Edwin mengatakan, banyak program-program LPSK yang harus didukung oleh ang garan. Namun, sejauh ini alokasi anggaran LPSK masih sangat terbatas. Padahal, LPSK memiliki konsentrasi untuk memberikan kompensasi bagi korban terorisme.
“Jadi, korban terorisme itu mendapat ganti rugi atau pemberian bantuan dari negara berupa kompensasi uang. Baik yang berdasarkan putusan pengadilan yang akan datang ataupun buat yang masa lalu. Masa lalu itu korban terorisme akan mendapatkan kompensasi dari negara melalui LPSK tanpa melalui proses pengadilan. Ini membutuhkan dukungan biaya yang cukup karena di hitung sejak Bom Bali I,” ungkapnya.
Pada periode ini LPSK akan tetap fokus pada kegiatan-kegiatan perlindungan saksi sebagaimana amanat undang-undang. Namun, ada beberapa hal yang menjadi titik tekan pada periode mendatang.
“Salah satunya penguatan psikososial. Psikososial ini pemenuhan hak korban yang tidak terbatas pada sisi medis atau pun psikologis. Tapi juga sandang, papan, pangan, dan pekerjaan. Ini bisa LPSK upayakan dengan bekerja sama dengan kementerian/ lembaga ataupun organisasi masyarakat lain,” ujar Edwin.
Lembaga ini juga ingin memperkuat keberadaan LPSK di kalangan aparat penegak hukum (APH). LPSK sebagai lembaga yang sering berkaitan dengan kasus pidana harus memiliki hubungan baik dengan kepolisian ataupun kejaksaan.
“Karena mereka menjadi pintu pertama untuk korban dan pelapor dalam melakukan pengaduan proses hukumnya. Lalu, apabila semakin banyak penegak hukum mengenal dan memahami tugas dan fungsi LPSK, maka akan banyak korban, pelapor, saksi, atau justice collaborator yang direkomendasikan oleh penegak hukum kepada LPSK,” ungkapnya.
Ke depan, Edwin berharap agar di pengadilan ada ruang yang lebih akomodatif untuk korban. Dia menuturkan, dengan waktu tunggu yang begitu lama, akan lebih baik jika ada ruangan khusus yang disediakan untuk korban ataupun saksi.
“Ini tidak ada ruang khusus bagi para saksi ataupun korban untuk menunggu selama itu. Sementara di ruang terbuka sangat terbuka pintu intervensi atau pengaruh dari pihak-pihak yang ingin mengubah keterangan saksi,” keluhnya.
Komisioner LPSK yang lain, Maneger Nasution, mengatakan, langkah awal yang akan dilakukan adalah pembenahan internal dalam waktu satu bulan mendatang. Ada juga rencana membuka delapan kantor perwakilan di daerah.
“Di daerah itu mendekatkan ke saksi dan korban, (mereka) tidak harus ke Jakarta. Seingat saya dalam peraturan pemerintah yang dibuat bersama Kemenkumham, LPSK diberi kewenangan merekrut perwakilan LPSK di daerah,” ujarnya. (Dita Angga)
Tujuh komisioner yang akan menjabat hingga 2023 itu adalah Hasto Atmojo Suroyo, Brigjen (Purn) Achmadi, Antonius Prijadi Soesilo Wibowo, Edwin Partogi Pasaribu, Livia Istania DF Iskandar, Maneger Nasution, dan Susilaningtias.
Dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam upaya perlindungan saksi dan korban, LPSK mengakui sampai saat ini masih mengalami keterbatasan dalam anggaran. “Kami berpikir upaya yang akan dilakukan LPSK akan berjalan dengan baik jika di du kung SDM dan anggaran yang memadai,” kata Komisioner LPSK Edwin Partogi Pasaribu sesuai pengambilan sumpah di Istana Negara, Jakarta, Senin 7 Januari 2019.
Edwin mengatakan, banyak program-program LPSK yang harus didukung oleh ang garan. Namun, sejauh ini alokasi anggaran LPSK masih sangat terbatas. Padahal, LPSK memiliki konsentrasi untuk memberikan kompensasi bagi korban terorisme.
“Jadi, korban terorisme itu mendapat ganti rugi atau pemberian bantuan dari negara berupa kompensasi uang. Baik yang berdasarkan putusan pengadilan yang akan datang ataupun buat yang masa lalu. Masa lalu itu korban terorisme akan mendapatkan kompensasi dari negara melalui LPSK tanpa melalui proses pengadilan. Ini membutuhkan dukungan biaya yang cukup karena di hitung sejak Bom Bali I,” ungkapnya.
Pada periode ini LPSK akan tetap fokus pada kegiatan-kegiatan perlindungan saksi sebagaimana amanat undang-undang. Namun, ada beberapa hal yang menjadi titik tekan pada periode mendatang.
“Salah satunya penguatan psikososial. Psikososial ini pemenuhan hak korban yang tidak terbatas pada sisi medis atau pun psikologis. Tapi juga sandang, papan, pangan, dan pekerjaan. Ini bisa LPSK upayakan dengan bekerja sama dengan kementerian/ lembaga ataupun organisasi masyarakat lain,” ujar Edwin.
Lembaga ini juga ingin memperkuat keberadaan LPSK di kalangan aparat penegak hukum (APH). LPSK sebagai lembaga yang sering berkaitan dengan kasus pidana harus memiliki hubungan baik dengan kepolisian ataupun kejaksaan.
“Karena mereka menjadi pintu pertama untuk korban dan pelapor dalam melakukan pengaduan proses hukumnya. Lalu, apabila semakin banyak penegak hukum mengenal dan memahami tugas dan fungsi LPSK, maka akan banyak korban, pelapor, saksi, atau justice collaborator yang direkomendasikan oleh penegak hukum kepada LPSK,” ungkapnya.
Ke depan, Edwin berharap agar di pengadilan ada ruang yang lebih akomodatif untuk korban. Dia menuturkan, dengan waktu tunggu yang begitu lama, akan lebih baik jika ada ruangan khusus yang disediakan untuk korban ataupun saksi.
“Ini tidak ada ruang khusus bagi para saksi ataupun korban untuk menunggu selama itu. Sementara di ruang terbuka sangat terbuka pintu intervensi atau pengaruh dari pihak-pihak yang ingin mengubah keterangan saksi,” keluhnya.
Komisioner LPSK yang lain, Maneger Nasution, mengatakan, langkah awal yang akan dilakukan adalah pembenahan internal dalam waktu satu bulan mendatang. Ada juga rencana membuka delapan kantor perwakilan di daerah.
“Di daerah itu mendekatkan ke saksi dan korban, (mereka) tidak harus ke Jakarta. Seingat saya dalam peraturan pemerintah yang dibuat bersama Kemenkumham, LPSK diberi kewenangan merekrut perwakilan LPSK di daerah,” ujarnya. (Dita Angga)
(nfl)