Suap Hibah Kemenpora-KONI, KPK Telusuri Pembagian Fee
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan pembagian jatah para pejabat di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dalam kasus dugaan suap pengajuan dan pencairan dana hibah 2018 Kemenpora ke KONI.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, ada beberapa temuan signifikan yang ditemukan KPK atas kasus suap pengurusan pengajuan dan pencairan dana hibah pendampingan atlit-atlit Rp17,9 miliar dari Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat tahun anggaran 2018. Pertama, sebagaimana disebutkan sejak awal bahwa dua dari lima orang tersangka diduga melakukan perbuatan bersama-sama dengan pihak lain. Karena itulah kemudian dua tersangka itu disangkakan dan kawan-kawan.
Kedua, lebih Rp7 miliar yang disita dari kantor KONI Pusat saat terjadi operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa 18 Desember malam merupakan bagian dari Rp7,9 miliar hasil pencairan dana hibah. Artinya ada uang yang sudah dipindahkan atau berpindah tangan. Ketiga, KPK memastikan dan sudah mengidentifikasi ada pemberi-pemberian yang sudah diterima sejumlah pihak, selain suap yang diberikan dan diterima tiga tersangka penerima.
"KPK perlu mendalami secara lebih rinci total dana hibah yang sudah dicairkan berapa dan juga ada atau tidak ada yang sudah diberikan ke pihak lain. Karena memang sebelumnya juga diduga ada yang sudah diterima termasuk oleh tersangka Deputi. Dua tersangka lain kan juga kami sebut dan kawan-kawan, yang diduga mendapatkan alokasi baik rencana ataupun penerimaan sebelumnya (sudah terjadi)," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 27 Desember 2018.
Sebelumnya, KPK menangkap 12 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (18/12) malam hingga Rabu (19/12) pagi. Rabu sekitar pukul 19.00 WIB, Miftahul Ulum yang merupakan Aspri Menpora Imam Nahrawi datang menyerahkan diri ke KPK kemudian menjalani pemeriksaan hingga Kamis 20 Desember dini hari.
Selepas melakukan pemeriksaan intensif terhadap 12 orang pertama, kemudian disusul gelar perkara akhirnya KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka yang terbagi dua bagian. Pertama, sebagai penerima suap yakni Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora sekaligus Ketua Tim Verifikasi Kemenpora untuk Asian Games 2018 Adhi Purnomo dkk, dan staf Kemenpora Eko Triyanto dkk. Mulyana bahkan dijerat sebagai tersangka penerima gratifikasi. Kedua, pemberi suap yakni Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy.
Saat OTT, KPK menyita uang sebesar Rp318 juta, buku tabungan dan kartu anjungan tunai mandiri dengan saldo Rp100 juta atas nama Jhonny yang ada dalam penguasaan Mulyana, mobil Chevrolet Captiva biro milik Eko, dan uang tunai dalam bungkusan plastik putih sebesar Rp7 miliar di kantor KONI Pusat.
KPK menduga, sebelumnya Mulyana juga sudah menerima satu mobil Toyota Fortuner pada April 2018, uang Rp300 juta dari Jhonny pada Juni 2018, dan satu telepon seluler merek Samsung Galaxy Note 9 pada September 2018
Febri melanjutkan, sampai saat ini baik dari para tersangka maupun saksi-saksi belum ada yang mengembalikan uang atau barang yang sebelumnya diterima. Karenanya dia menggariskan, sebagaimana saat menangani berbagai kasus atau perkara maka KPK mengimbau ke para tersangka atau saksi atau pihak terkait lainnya yang memang menerima uang terkait pengurusan dana hibah ini maka sesegera mungkin mengembalikannya ke negara melalui KPK.
"Jika pihak-pihak yang menerima dana (uang) terkait dengan pengurusan hibah-hibah di Kemenpora tentu saja akan lebih baik mengembalikannya kepada KPK. Apalagi kalau dana itu berasal dari anggaran fee yang diberikan," bebernya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengungkapkan, KPK telah berhasil mengidentifikasi dan memetakan peruntukkan dana hibah Rp17,9 miliar yang akan digunakan untuk pembiayaan pengawasan dan pendampingan (wasping) pada tiga aspek. Identifikasi ini didasarkan pada data dan informasi yang diperoleh KPK dengan didukung sejumlah dokumen hasil penggeledahan di sejumlah ruangan di Kemenpora dan KONI pada Kamis 20 Desember 2018.
Pertama, penyusunan instrumen dan pengelolaan database berbasis android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi multi event Internasional. Kedua, penyusunan buku-buku pendukung wasping peningkatan prestasi olahraga nasional.
"Kemudian untuk penyusunan instrumen dan evaluasi hasil monitoring dan evaluasi atlet berprestasi menuju Sea Games 2019," bebernya.
Febri menambahkan, saat ini tim penyidik masih menelaah dokumen-dokumen hasil penggeledahan sembari menyusun rencana pemanggilan para saksi. Rencananya pemeriksaan saksi-saksi akan dilangsung sejak Januari 2019. Febri mengungkapkan, para saksi akan berasal dari unsur Kemenpora, KONI, dan pihak terkait lainnya. Dia membenarkan saat disinggung apakah salah satu yang akan dipanggil sebagai saksi adalah Menpora Imam Nahrawi.
"Saksi-saksi pejabat dari Kemenpora tentu di level tinggi atau menengah ataupun juga level administrasi dan juga dari KONI," ucapnya.
Sebelumnya Menpora Imam Nahrawi mengaku siap memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi jika dipanggil KPK. Menurut Nahrami, negara ini merupakan negara hukum. Karenanya setiap warga negara harus siap dan memenuhi panggilan pemeriksaan jika dipanggil penegak hukum. Di sisi lain, politikus PKB ini mengetahui proses pengajuan dan pencairan dana hibah untuk KONI.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, ada beberapa temuan signifikan yang ditemukan KPK atas kasus suap pengurusan pengajuan dan pencairan dana hibah pendampingan atlit-atlit Rp17,9 miliar dari Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat tahun anggaran 2018. Pertama, sebagaimana disebutkan sejak awal bahwa dua dari lima orang tersangka diduga melakukan perbuatan bersama-sama dengan pihak lain. Karena itulah kemudian dua tersangka itu disangkakan dan kawan-kawan.
Kedua, lebih Rp7 miliar yang disita dari kantor KONI Pusat saat terjadi operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa 18 Desember malam merupakan bagian dari Rp7,9 miliar hasil pencairan dana hibah. Artinya ada uang yang sudah dipindahkan atau berpindah tangan. Ketiga, KPK memastikan dan sudah mengidentifikasi ada pemberi-pemberian yang sudah diterima sejumlah pihak, selain suap yang diberikan dan diterima tiga tersangka penerima.
"KPK perlu mendalami secara lebih rinci total dana hibah yang sudah dicairkan berapa dan juga ada atau tidak ada yang sudah diberikan ke pihak lain. Karena memang sebelumnya juga diduga ada yang sudah diterima termasuk oleh tersangka Deputi. Dua tersangka lain kan juga kami sebut dan kawan-kawan, yang diduga mendapatkan alokasi baik rencana ataupun penerimaan sebelumnya (sudah terjadi)," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 27 Desember 2018.
Sebelumnya, KPK menangkap 12 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (18/12) malam hingga Rabu (19/12) pagi. Rabu sekitar pukul 19.00 WIB, Miftahul Ulum yang merupakan Aspri Menpora Imam Nahrawi datang menyerahkan diri ke KPK kemudian menjalani pemeriksaan hingga Kamis 20 Desember dini hari.
Selepas melakukan pemeriksaan intensif terhadap 12 orang pertama, kemudian disusul gelar perkara akhirnya KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka yang terbagi dua bagian. Pertama, sebagai penerima suap yakni Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora sekaligus Ketua Tim Verifikasi Kemenpora untuk Asian Games 2018 Adhi Purnomo dkk, dan staf Kemenpora Eko Triyanto dkk. Mulyana bahkan dijerat sebagai tersangka penerima gratifikasi. Kedua, pemberi suap yakni Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy.
Saat OTT, KPK menyita uang sebesar Rp318 juta, buku tabungan dan kartu anjungan tunai mandiri dengan saldo Rp100 juta atas nama Jhonny yang ada dalam penguasaan Mulyana, mobil Chevrolet Captiva biro milik Eko, dan uang tunai dalam bungkusan plastik putih sebesar Rp7 miliar di kantor KONI Pusat.
KPK menduga, sebelumnya Mulyana juga sudah menerima satu mobil Toyota Fortuner pada April 2018, uang Rp300 juta dari Jhonny pada Juni 2018, dan satu telepon seluler merek Samsung Galaxy Note 9 pada September 2018
Febri melanjutkan, sampai saat ini baik dari para tersangka maupun saksi-saksi belum ada yang mengembalikan uang atau barang yang sebelumnya diterima. Karenanya dia menggariskan, sebagaimana saat menangani berbagai kasus atau perkara maka KPK mengimbau ke para tersangka atau saksi atau pihak terkait lainnya yang memang menerima uang terkait pengurusan dana hibah ini maka sesegera mungkin mengembalikannya ke negara melalui KPK.
"Jika pihak-pihak yang menerima dana (uang) terkait dengan pengurusan hibah-hibah di Kemenpora tentu saja akan lebih baik mengembalikannya kepada KPK. Apalagi kalau dana itu berasal dari anggaran fee yang diberikan," bebernya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengungkapkan, KPK telah berhasil mengidentifikasi dan memetakan peruntukkan dana hibah Rp17,9 miliar yang akan digunakan untuk pembiayaan pengawasan dan pendampingan (wasping) pada tiga aspek. Identifikasi ini didasarkan pada data dan informasi yang diperoleh KPK dengan didukung sejumlah dokumen hasil penggeledahan di sejumlah ruangan di Kemenpora dan KONI pada Kamis 20 Desember 2018.
Pertama, penyusunan instrumen dan pengelolaan database berbasis android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi multi event Internasional. Kedua, penyusunan buku-buku pendukung wasping peningkatan prestasi olahraga nasional.
"Kemudian untuk penyusunan instrumen dan evaluasi hasil monitoring dan evaluasi atlet berprestasi menuju Sea Games 2019," bebernya.
Febri menambahkan, saat ini tim penyidik masih menelaah dokumen-dokumen hasil penggeledahan sembari menyusun rencana pemanggilan para saksi. Rencananya pemeriksaan saksi-saksi akan dilangsung sejak Januari 2019. Febri mengungkapkan, para saksi akan berasal dari unsur Kemenpora, KONI, dan pihak terkait lainnya. Dia membenarkan saat disinggung apakah salah satu yang akan dipanggil sebagai saksi adalah Menpora Imam Nahrawi.
"Saksi-saksi pejabat dari Kemenpora tentu di level tinggi atau menengah ataupun juga level administrasi dan juga dari KONI," ucapnya.
Sebelumnya Menpora Imam Nahrawi mengaku siap memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi jika dipanggil KPK. Menurut Nahrami, negara ini merupakan negara hukum. Karenanya setiap warga negara harus siap dan memenuhi panggilan pemeriksaan jika dipanggil penegak hukum. Di sisi lain, politikus PKB ini mengetahui proses pengajuan dan pencairan dana hibah untuk KONI.
(mhd)