Fahri Hamzah Ingatkan Pemerintah Terkait UU dan BP Batam
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai rencana pemerintah yang akan melebur juga menggabungkan Badan Pengelola (BP) Batam dan Pemerintah Kota Batam dalam waktu dekat ini merupakan upaya yang melanggar undang-undang (UU).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, memberikan penjelasan mengenai penghilangan dualisme BP Batam. Penghilangan dualisme ini dilakukan dengan menyatukan kepemimpinan.
Wakil ketua DPR, Fahri Hamzah mendesak presiden sebagai kepala pemerintahan untuk tidak membuat keputusan kontroversial dalam masa pemilu. Hal tersebut dikhawatirkan akan merugikan semua pihak.
Menurutnya, presiden harus mempertimbangkan dua UU dalam mengambil keputusan. Karena pembentukan otoritas Batam dan Pemrintah daerah diatur oleh dua UU yang terpisah. Pemerintah juga harus membuat aturan setingkat undang undang.
"Jika pemerintah berkeras untuk melebur BP Batam, hal tersebut melanggar Undang undang nomer 23 tentang pemerintahan yang melarang walikota merangkap jabatan. Selain itu ada juga undang undang nomer 53 tahun 1999. Yang dengan jelas membagi wewenang 2 lembaga tersebut," ucap Fahri dalam keterangan tertulis, Rabu (26/12/2018).
Dia juga mengingatkan pemerintah bahwa pembentukan awal Batam untuk membangun otonomi khusus yang diharapkan mampu mempercepat pembangunan Industri dan Perdagangan nasional.
Kawasan Batam yang secara geografis masuk dalam provinsi kepulauan Riau dan berbatasan dwngan Singapura, diharapkan akan dapat menyaingi Singapura dalam perdagangan dan Industri.
"Kebijakan pemerintah haruslah terobosan maju yang dapat membuat Batam lebih fleksibel sehingga dapat menjadikan Batam menjadi daerah yang solid, terkelola dengan baik dan mandiri," tegasnya.
Meski mampu membuat Perppu untuk menyelesaikan masalah ini. DPR berharap presiden sebaiknya menugaskan menteri terkait untuk membahas rancangan undang undang dengan DPR atau membuat Panitia Khusus seperti pembentukan otonomi khusus.
"Penggabuangan dua otoritas bukan pekerjaan sederhana dan memerlukan waktu yang panjang. Karena pemekaran wilayah saja memerlukan rekomendasi kementerian dalam negeri dan persetujan DPR dan DPD," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, memberikan penjelasan mengenai penghilangan dualisme BP Batam. Penghilangan dualisme ini dilakukan dengan menyatukan kepemimpinan.
Wakil ketua DPR, Fahri Hamzah mendesak presiden sebagai kepala pemerintahan untuk tidak membuat keputusan kontroversial dalam masa pemilu. Hal tersebut dikhawatirkan akan merugikan semua pihak.
Menurutnya, presiden harus mempertimbangkan dua UU dalam mengambil keputusan. Karena pembentukan otoritas Batam dan Pemrintah daerah diatur oleh dua UU yang terpisah. Pemerintah juga harus membuat aturan setingkat undang undang.
"Jika pemerintah berkeras untuk melebur BP Batam, hal tersebut melanggar Undang undang nomer 23 tentang pemerintahan yang melarang walikota merangkap jabatan. Selain itu ada juga undang undang nomer 53 tahun 1999. Yang dengan jelas membagi wewenang 2 lembaga tersebut," ucap Fahri dalam keterangan tertulis, Rabu (26/12/2018).
Dia juga mengingatkan pemerintah bahwa pembentukan awal Batam untuk membangun otonomi khusus yang diharapkan mampu mempercepat pembangunan Industri dan Perdagangan nasional.
Kawasan Batam yang secara geografis masuk dalam provinsi kepulauan Riau dan berbatasan dwngan Singapura, diharapkan akan dapat menyaingi Singapura dalam perdagangan dan Industri.
"Kebijakan pemerintah haruslah terobosan maju yang dapat membuat Batam lebih fleksibel sehingga dapat menjadikan Batam menjadi daerah yang solid, terkelola dengan baik dan mandiri," tegasnya.
Meski mampu membuat Perppu untuk menyelesaikan masalah ini. DPR berharap presiden sebaiknya menugaskan menteri terkait untuk membahas rancangan undang undang dengan DPR atau membuat Panitia Khusus seperti pembentukan otonomi khusus.
"Penggabuangan dua otoritas bukan pekerjaan sederhana dan memerlukan waktu yang panjang. Karena pemekaran wilayah saja memerlukan rekomendasi kementerian dalam negeri dan persetujan DPR dan DPD," ujarnya.
(maf)