Indonesia Juga Darurat Sampah

Rabu, 26 Desember 2018 - 07:47 WIB
Indonesia Juga Darurat...
Indonesia Juga Darurat Sampah
A A A
Muhammad Sadji

Pemerhati Masalah Sosial dan Lingkungan Hidup,
Lulusan S-2 FISIP Universitas Indonesia

Sugih Arto yang menjabat Jaksa Agung pada masa awal rezim Orde Baru pernah menulis surat pembaca di sebuah harian ibu kota. Dia mengungkap suatu ketika dipanggil Presiden Sukarno yang memberi tahu bahwa dia akan diangkat sebagai Gubernur DKI, tetapi dengan tugas utama mengatasi sampah yang sudah mulai mengganggu kondisi ibu kota saat itu.

Sugih Arto menggerutu, masa seorang gubenur kok tugasnya mengurusi sampah. Pada kemudian hari yang diangkat sebagai Gubernur DKI Jakarta ternyata Ali Sadikin.

Presiden Jokowi juga pernah menyampaikan masalah sampah dalam suatu sidang kabinet.

Pada Festival Khatulistiwa di Pontianak, baru-baru ini Presiden Jokowi juga menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai tradisi air, karena itu jangan kotori sungai-sungai kita.

Indonesia memang benar-benar mengalami darurat sampah, selain darurat korupsi dan darurat narkoba sebagaimana sudah terlebih dahulu dinyatakan Presiden Jokowi. Cobalah mari kita perhatikan, sampah ada di mana-mana. Di darat, di laut dan sungai, bahkan di udara pun banyak sampah.

Bangkai layang-layang yang nyangkut di kabel listrik dan kabel telepon adalah sampah udara yang hanya terdapat di negeri kurang beradab dan kurang mengerti tentang pentingnya hidup bersih dan rapi.

Berbagai cara telah dilakukan untuk menanggulangi sampah. Peraturan daerah (perda) di mana-mana telah dibuat dengan berbagai ancaman sanksinya, tetapi tidak membawa hasil. Karena tidak jelas siapa yang harus mengawasi dan siapa berhak mewasiti para pelanggar perda itu.

Beberapa elemen masyarakat termasuk unsur TNI/POLRI secara dramatik sering show bergotong-royong membersihkan sampah di sungai dan di tempat umum. Tetapi, sesudah itu sampah menumpuk lagi di berbagai sudut. Kalau begini, mana ada turis asing mau datang, padahal kita ingin meningkatkan jumlah wisman itu ke Tanah Air kita.

Anak saya yang mengikuti les bahasa Inggris pernah bercerita, ada seorang native speaker ketika diminta kesan-kesannya tentang Indonesia, secara mengejutkan dia menyebut Indonesia sebagai tempat/tong sampah terbesar di dunia karena semua penduduknya membuang sampah sembarangan dan seenaknya. Tentu kita semua patut malu mendengar kesan negatif orang asing itu. Lalu bagaimanakah cara kita mengatasi darurat sampah yang sudah kronis ini?

Sebenarnya ada teladan dari Korea Selatan yang bisa kita adopsi. Ini pernah diterapkan ketika Korsel akan menjadi tuan rumah Olimpiade pada 1988. Dua tahun sebelumnya, Pemerintah Korsel mengerahkan militer untuk mengawasi para pembuang sampah terutama yang mengotori sungai besar di Seoul.

Sungai itu kelak dijadikan arena pembukaan Olimpiade dengan mengetengahkan arak-arakan tentara kerajaan Korsel masa lampau yang menyusuri sungai besar di Seoul. Hukuman keras dan denda yang diterapkan secara konsisten selama 2 tahun berturut-turut tanpa berkedip serta melibatkan tentara, akhirnya mewujudkan budaya bersih seperti sekarang ini.

Akankah Indonesia meniru jejak Korsel itu dengan memanfaatkan anggota TNI/Polri pada masa damai ini bertugas memerangi pembuang sampah sekaligus menjaga ketertiban di jalan raya? Peran anggota TNI/POLRI atau termasuk Satpol PP bukannya memunguti sampah seperti dalam acara seremonial yang sering kita lihat, melainkan harus bisa mengawasi, menangkap, dan menindak para pembuang sampah di manapun, kapan pun, dan sekecil apa pun, termasuk puntung rokok dan tentu termasuk pengawasan terhadap dirinya sendiri.

Apalagi Gubernur DKI Jakarta pernah mengusulkan akan memberikan tunjangan tambahan pada anggota TNI/Polri yang bertugas di DKI dengan harapan bisa membantu penertiban di ibu kota agar menjadi kota bersih, aman, rapi, teratur, dan beradab.

Sejalan dengan usulan Pemprov DKI Jakarta tersebut, penulis ingin mengusulkan penerapan Padat Karya Tunai Penanggulangan Sampah (PKTPS) seperti yang dijalankan di sektor pertanian di beberapa daerah. Pelaksana padat karya tersebut adalah para pasukan pembersih sampah (pasukan oranye) dan para pemulung yang tersebar luas di seluruh Tanah Air.

Mereka dengan dibantu unsur TNI/Polri dan Satpol PP mengawasi serta menertibkan para pembuang sampah dan bekerja selama 24 jam secara terus-menerus. Selain itu, mengajari masyarakat tertib sampah mulai dari rumah dengan memilah jenis sampah berdasarkan warna plastik yang berbeda-beda (empat warna seperti di Singapura dan Jepang).

Adanya tata kerja sinergi antara petugas kebersihan/pemulung dan unsur TNI/Polri serta Satpol PP yang mendapatkan tunjangan tambahan diharapkan masalah darurat sampah sudah pada tahap sangat memalukan ini akan tertanggulangi.

Kemudian akan meningkatkan daya tarik pariwisata karena kondisi lingkungan indah, bersih, rapi dan teratur, mengurangi bahaya banjir karena sampah serta memungkinkan timbulnya kepastian dan peningkatan penghasilan bagi para aktivis penanggulangan sampah (pasukan oranye dan pemulung). Inilah yang sangat penting untuk menjadi perhatian para penguasa sebagai administrator pemerintahan.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5907 seconds (0.1#10.140)