Reaksi Muhammadiyah Terkait Kekejaman yang Dialami Muslim Uighur
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah turut bereaksi atas kekerasan dan kekejaman yang dialami masyarakat Uighur, di Provinsi Xinjiang, China (Tiongkok). Sehingga PP Muhammadiyah mengeluarkan tujuh poin terkait masalah ini.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan, poin pertama yakni jika kekerasan yang diberitakan oleh media massa dan lembaga-lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) dan kemanusiaan internasional benar adanya, maka Pemerintah Tiongkok telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan HAM universal yang dijamin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Apapun alasannya, Pemerintah Tiongkok tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan bagi masyarakat yang lemah dan tidak berdosa yang semestinya dilindungi. Pemerintah Tiongkok, sebaiknya menggunakan pendekatan politik yang elegan dan berorientasi pada kesejahteraan terhadap mereka yang dianggap melakukan aksi separatisme," kata Haedar melalui siaran pers, Kamis (20/12/2018).
Kedua kata Haedar, mengimbau Pemerintah Tiongkok membuka diri dengan memberikan penjelasan yang sebenarnya mengenai keadaan masyarakat Uighur dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional untuk mengatasi berbagai masalah dan tindakan yang bertentangan dengan kemanusiaan. Penjelasan yang faktual akan memperkecil berbagai opini dan kesimpangsiuran wacana.
"Ketiga, mendesak kepada PBB dan OKI untuk mengadakan pertemuan darurat membahas masalah Uighur dan mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan internasional. PBB dan OKI memiliki tanggungjawab besar dalam menciptakan perdamaian dan mencegah segala bentuk kekerasan di belahan dunia manapun," ucapnya.
Poin keempat sambung Haedar, agar Pemerintah Indonesia segera melakukan langkah-langkah diplomatik sesuai prinsip politik bebas dan aktif untuk menciptakan perdamaian dunia dan menegakkan hak asasi manusia di atas nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan.
"Kelima, agar Duta Besar Tiongkok untuk Republik Indonesia segera memberikan penjelasan yang sebenarnya kepada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Islam, melalui Omas-Ormas Islam. Sikap diam Pemerintah Tiongkok dikhawatirkan dapat mengganggu hubungan diplomatik kedua negara dan hubungan persahabatan masyarakat Indonesia dengan Tiongkok yang selama berabad lamanya terbina dengan baik," tuturnya.
Selanjutnya di poin keenam, Muhammadiyah siap menggalang dukungan kemanusiaan dan material untuk perdamaian di Xinjiang, khususnya bagi masyarakat Uighur.
"Ketujuh, mengimbau kepada masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, agar dalam menggalang solidaritas untuk Uighur tetap mengedepankan kesantunan, perdamaian, dan tetap menjaga kerukunan di antara semua elemen masyarakat Indonesia," tandasnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan, poin pertama yakni jika kekerasan yang diberitakan oleh media massa dan lembaga-lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) dan kemanusiaan internasional benar adanya, maka Pemerintah Tiongkok telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan HAM universal yang dijamin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Apapun alasannya, Pemerintah Tiongkok tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan bagi masyarakat yang lemah dan tidak berdosa yang semestinya dilindungi. Pemerintah Tiongkok, sebaiknya menggunakan pendekatan politik yang elegan dan berorientasi pada kesejahteraan terhadap mereka yang dianggap melakukan aksi separatisme," kata Haedar melalui siaran pers, Kamis (20/12/2018).
Kedua kata Haedar, mengimbau Pemerintah Tiongkok membuka diri dengan memberikan penjelasan yang sebenarnya mengenai keadaan masyarakat Uighur dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional untuk mengatasi berbagai masalah dan tindakan yang bertentangan dengan kemanusiaan. Penjelasan yang faktual akan memperkecil berbagai opini dan kesimpangsiuran wacana.
"Ketiga, mendesak kepada PBB dan OKI untuk mengadakan pertemuan darurat membahas masalah Uighur dan mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan internasional. PBB dan OKI memiliki tanggungjawab besar dalam menciptakan perdamaian dan mencegah segala bentuk kekerasan di belahan dunia manapun," ucapnya.
Poin keempat sambung Haedar, agar Pemerintah Indonesia segera melakukan langkah-langkah diplomatik sesuai prinsip politik bebas dan aktif untuk menciptakan perdamaian dunia dan menegakkan hak asasi manusia di atas nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan.
"Kelima, agar Duta Besar Tiongkok untuk Republik Indonesia segera memberikan penjelasan yang sebenarnya kepada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Islam, melalui Omas-Ormas Islam. Sikap diam Pemerintah Tiongkok dikhawatirkan dapat mengganggu hubungan diplomatik kedua negara dan hubungan persahabatan masyarakat Indonesia dengan Tiongkok yang selama berabad lamanya terbina dengan baik," tuturnya.
Selanjutnya di poin keenam, Muhammadiyah siap menggalang dukungan kemanusiaan dan material untuk perdamaian di Xinjiang, khususnya bagi masyarakat Uighur.
"Ketujuh, mengimbau kepada masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, agar dalam menggalang solidaritas untuk Uighur tetap mengedepankan kesantunan, perdamaian, dan tetap menjaga kerukunan di antara semua elemen masyarakat Indonesia," tandasnya.
(maf)