Kotak Suara dan Pemilu Jurdil

Senin, 17 Desember 2018 - 07:13 WIB
Kotak Suara dan Pemilu...
Kotak Suara dan Pemilu Jurdil
A A A
Empat bulan jelang pelaksanaan Pemilu 2019 sejumlah politisi di DPR Senayan kembali ribut-ribut soal potensi kecurangan saat pemungutan suara digelar.

Kali ini pemicunya adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan menggunakan kotak suara karton kedap air yang juga populer dengan sebutan kotak suara kardus. Ada sejumlah pihak yang mempersoalkan penggunaan kotak suara berbahan material lunak tersebut karena rawan rusak atau dirusak dengan tujuan kecurangan.

Selama ini masyarakat memang sudah familier dengan penggunaan kotak suara berbahan aluminium atau seng di tempat pemungutan suara (TPS). Namun pada pemilu mendatang, KPU harus mengganti bahan material kotak suara karena menuruti perintah Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

Dalam Pasal 341 ayat 1 huruf a disebutkan bahwa kotak suara harus transparan dan surat suara di dalamnya bisa dilihat. Atas dasar ini KPU melakukan pengadaan kembali untuk mengganti kotak suara yang dari aluminium. Ketentuan surat suara transparan ini selanjutnya diatur melalui Peraturan KPU (PKPU) 15/2018 Pasal 7.

Fraksi di DPR yang mempersoalkan penggunaan kotak suara kardus ini adalah Gerindra. Sejumlah politisi dari partai oposisi ini mengkhawatirkan akan mudah terjadi kecurangan jika material kotak suara diganti.

Sikap Gerindra yang tiba-tiba meributkan bahan kardus ini dipertanyakan fraksi lain, terutama dari pendukung pemerintahan Jokowi-JK, karena pada saat rapat konsultasi KPU dengan Komisi II DPR mengenai PKPU Nomor 15/2018 pada Maret-April 2018, mereka tidak mempersoalkan.

Kotak suara berbahan kardus sesungguhnya bukan barang baru. Jenis ini sudah dipergunakan di sejumlah TPS pada Pemilu 2014 dan di tiga pilkada serentak yang sudah digelar, yakni 2015, 2017, dan 2018. Pada seluruh momentum politik tersebut tidak terdengar ada laporan kecurangan berkaitan dengan kotak suara kardus.

Penggunaan kotak suara kardus pada pemilu yang akan digelar pada 17 April 2019 berangkat dari semangat efisiensi anggaran. Betapapun kotak suara berbahan aluminium harganya lebih mahal. Efisiensi anggaran dilakukan lantaran terjadi penambahan jumlah TPS hampir dua kali lipat pada pemilu mendatang.

Sedikitnya jumlah TPS bertambah hingga lebih 200.000. Ini konsekuensi dari kebijakan KPU yang membatasi jumlah pemilih maksimal 300 orang di TPS dari sebelumnya mencapai 500 orang.

Total TPS pada pemilu mendatang mencapai 801.838. Berhubung pemilu mendatang digelar serentak, yakni memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, jumlah kotak suara yang diperlukan jadi semakin banyak.

KPU sudah mencoba meyakinkan semua pihak bahwa kotak suara berbahan kardus itu aman karena bahannya cukup kuat, yakni mampu menahan beban hingga lebih dari 80 kg. KPU juga menepis anggapan bahwa dokumen berupa surat suara, formulir, dan lainnya mudah hancur jika kotak suara rusak terkena air.

KPU menyebut selama ini dokumen tersebut selalu disimpan di dalam amplop besar yang dibungkus plastik. Lalu, saat proses distribusi, kotak suara juga dibungkus plastik satu per satu. Jadi dokumen dibungkus plastik berlapis sehingga diyakini aman.

Potensi kecurangan pada pemilu, baik saat pemungutan suara, saat distribusi surat suara maupun saat rekapitulasi perolehan suara, memang patut diwaspadai bersama. Namun tidak berarti setiap kebijakan penyelenggara pemilu harus dicurigai. Kecurangan bisa terjadi bukan karena kotak suara terbuat dari bahan apa, melainkan karena lemahnya pengawasan.

Untuk itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus benar-benar memastikan proses pencoblosan di TPS, distribusi suarat suara hingga rekapitulasi aman dari kecurangan. Pemilu serentak yang menjadi ujian baru bagi kematangan bangsa kita dalam berdemokrasi ini harus bisa dijamin berjalan jujur dan adil (jurdil).

Ada hal yang lebih substantif untuk menjadi perhatian partai politik ketimbang sekadar meributkan bahan kotak suara. Misalnya bagaimana mendorong agar KPU bisa menjamin hak setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak pilihnya.

Jangan sampai ada warga yang tidak mencoblos hanya karena tidak terdaftar atau tidak mendapatkan undangan panggilan untuk datang ke TPS. Jangan pula ada warga yang tidak memilih atau tidak bebas memilih karena mendapat tekanan dari pihak tertentu.

Di lain pihak KPU sebagai penyelenggara juga perlu memberi penjelasan transparan ke publik di balik alasan menggunakan kotak suara berbahan kardus. Jika penjelasan diberikan secara baik, berikut alasan-alasan di baliknya, publik kemungkinan bisa memahaminya sehingga tidak ada prasangka-prasangka negatif yang muncul seiring kian mendekatnya hari pencoblosan.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7542 seconds (0.1#10.140)