Pembantaian Pekerja di Papua Diminta Direspons Secara Komprehensif

Rabu, 05 Desember 2018 - 10:54 WIB
Pembantaian Pekerja di Papua Diminta Direspons Secara Komprehensif
Pembantaian Pekerja di Papua Diminta Direspons Secara Komprehensif
A A A
JAKARTA - Pembantaian 31 pekerja PT. Istaka Karya yang tengah membangun jembatan Habema-Mugi, Kabupaten Nduga, Papua oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) disoroti Setara Institute. Pembunuhan para pekerja di Papua itu diminta direspons secara komprehensif oleh pemerintah.

"Setara Institute menyampaikan dukacita mendalam atas dibunuhnya para pekerja yang sedang melaksanakan program pembangunan tersebut," ujar Wakil Ketua SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (5/12/2018).

Dia melanjutkan, Setara juga mengutuk pembunuhan secara biadab yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Bumi Cendrawasih. Dikatakannya, tindakan tersebut tidak saja inhuman atau tidak manusiawi, namun juga memberikan efek domino rasa takut (fear) di kalangan pekerja dan warga.

"Sehingga dapat mengganggu program-program pembangunan masyarakat dan pembangunan infrastruktur yang sedang digalakkan oleh pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla," katanya.

Selain itu, kata dia, tindakan kriminal yang dilakukan secara keji terhadap pekerja dalam jumlah besar tersebut harus mendapatkan penanganan serius dari aparat keamanan. "Untuk mengembalikan tertib sosial dan memulihkan keamanan, khususnya di Distrik Yigi dan di area-area pelaksanaan proyek-proyek pemerintah serta di Papua pada umumnya," imbuhnya.

Kendati demikian, kata dia, harus diingatkan juga kepada aparat keamanan, baik sipil maupun militer, untuk tetap bertindak proporsional menggunakan pendekatan sipil berbasis sistem hukum pidana dalam menangani kasus pembununan terhadap pekerja kolosal tersebut.

Dia mengatakan, aparat hendaknya tidak mengambil langkah berlebihan yang dapat memperburuk situasi keamanan, baik aktual maupun persepsional, di Papua yang secara umum dalam beberapa tahun belakangan ini relatif terkendali. "Secara objektif, pendekatan militer belum dibutuhkan," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, harus diakui aksi KKB ini adalah serangan yang paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir yang dilakukan kelompok perlawanan bersenjata di Papua. Menurut dia, hal itu memperkuat indikasi bahwa telah terjadi peningkatan kualitatif perlawanan Papua, yang dalam banyak kasus juga terjadi dalam bentuk front perjuangan sipil melalui konsolidasi pembentukan United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) serta dukungan dari mahasiswa Papua di berbagai kota di Indonesia.

"Terkait gangguan keamanan yang terus berulang, Pemerintah harus serius merespons secara komprehensif, antara lain dengan mencari formulasi penyelesaian politik di Papua, sebab jika tidak, eskalasi perlawanan KKB pasti meningkat," katanya.

Dia berpendapat, Pemerintah Jokowi-JK harus menyadari bahwa pembangunan infrastruktur dan peningkatanan kesejahteraan ekonomi masyarakat Papua tidaklah cukup, apabila tidak dibarengi penghormatan dan rekognisi atas hak-hak dasar masyarakat Papua.

"Dalam konteks itu, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu serta yang terjadi pada dan paska pemerintahan Soeharto menjadi prasyarat mendesak. Dialog dan kesediaan mendengar hati dan pikiran rakyat Papua tidak boleh ditunda dan tidak bisa ditutupi dengan kemajuan ekonomi belaka," Ungkapnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6135 seconds (0.1#10.140)