Human Resources dan Human Capital

Rabu, 28 November 2018 - 07:01 WIB
Human Resources dan Human Capital
Human Resources dan Human Capital
A A A
PENGEMBANGAN sumber daya manusia (SDM) hingga menjadi human capital akan menjadi fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada 2019. Tentu bukan saja hanya 2019. Ketika nanti kembali memandatkan Presiden Jokowi memimpin hingga 2024, maka persoalan SDM akan menjadi fokus.

Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi selalu mengatakan pentingnya peningkatan kualitas SDM Indonesia supaya bisa bersaing dengan negara-negara lain. Tujuan utamanya adalah bisa meningkatkan ekonomi bangsa ini. Sederhananya, dengan SDM yang berkualitas, maka bisa mengisi pembangunan saat ini dengan baik.

Namun, ada perbedaan tentang definisi dari SDM (human resources) dan human capital dalam kajian manajemen. SDM dalam kajian manajemen adalah proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan. Termasuk juga di dalamnya memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan.

Karena sebagai sumber, maka akan ada masa habisnya sehingga perlu ada manajemen yang bagus dalam mengelola seseorang dalam organisasi. Satu di antaranya adalah bagaimana produktivitas seseorang akan menurun seiring berjalannya waktu.

Begitu juga ketika seseorang berada di zona nyaman yang membuat produktivitas menurun, bahkan drastis sehingga perlu ada pengoptimalan seseorang di dalam organisasi pada masa tertentu. Akibatnya, akan terkesan mengeksploitasi seseorang dalam bekerja atau berkarya di organisasi sehingga sebelum produktivitas seseorang habis, maka organisasi akan memaksimalkan.

Sedangkan human capital berfokus pada penambahan dan penciptaan value atau nilai untuk pengembangan manusia. Gary Becker, seorang ahli ekonomi dari University of Chicago (1962), mengatakan bahwa human capital berfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan organisasi untuk mempersiapkan masa depan organisasi melalui penanaman pengetahuan atau kemampuan pada manusianya atau anggotanya.

Ketika produktivitas mulai menurun, tugas organisasi untuk menginvestasikan asetnya untuk mengembangkan karyawannya agar lebih produktif kembali, baik di bidang yang sama ataupun bidang yang lain. Tentu dengan visi dan misi organisasi. Dengan cara ini, maka kelangsungan hidup organisasi akan lebih langgeng.

Dalam beberapa kesempatan, ada tahapan dalam mengelola anggota organisasi sesuai urutan pertama adalah personalia yang hanya berkutat masalah administrasi, human resources, lalu pada tahapan lebih tinggi yaitu human capital.

Mengacu pada hal di atas, maka pemerintah semestinya tidak hanya pada tahapan human resources, namun pada human capital. Masyarakat bukan lagi sebagai sumber daya untuk meningkatkan ekonomi saat ini. Masyarakat harus ditempatkan sebagai modal untuk ikut membangun ekonomi bangsa ini.

Dengan cara tersebut, tentu strategi dalam pengembangan manusia di Indonesia harus fokus pada peningkatan human capital. Human capital yang seperti apa yang dibutuhkan, terutama di Era Industri 4.0 saat ini? Tentu dengan perkembangan teknologi informasi atau digitalisasi dunia saat ini, masyarakat kita harus diberi kemampuan dalam dunia digital.

Dua bidang yang bisa menjadi fokus di Indonesia adalah pertanian dan pariwisata. Dua bidang itu adalah unique selling point (USP) atau sweet spot Indonesia yang akan mampu mendongkrak ekonomi kita. Digitalisasi bidang pertanian (perikanan masuk bidang pertanian) dan pariwisata tentu akan membuat pemerintah lebih fokus. Tidak perlu semua bidang menjadi fokus karena justru tidak akan berjalan maksimal.

Dengan fokus USP Indonesia dengan pendekatan industri 4.0, tentu kerja pemerintah dalam mengembangkan kemampuan masyarakat akan lebih efektif dan efisien. Namun, sekali lagi, digital bukan sekadar menghadirkan sebuah platform di internet. Digitalisasi di masyarakat juga harus dipahami lebih mendalam bukan pada tataran permukaan.

Kecepatan, transparan, dan personalized yang merupakan ciri dari digitalisasi tentu harus benar-benar dipahami. Karena, jika digitalisasi sekadar dipahami mengubah platform offline menjadi online, maka justru akan menjadi sesat digital. Pemerintah tentu sangat paham dengan semua di atas karena pemerintah bisa menggandeng atau berkolaborasi dengan semua pihak untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3722 seconds (0.1#10.140)