Jakarta Terancam Tenggelam
A
A
A
PERBINCANGAN mengenai Jakarta yang terancam tenggelam karena terus menurunnya permukaan air tanah, kembali mengemuka. Itu setelah calon presiden Prabowo Subianto menyampaikan hal tersebut di Jakarta kemarin.
Prabowo memprediksi air dari pesisir Jakarta yang ada di kawasan Tanjung Priok akan masuk ke pusat kota pada 2025 mendatang. Ini terjadi sebagai salah satu efek dari perubahan iklim. Prabowo mengatakan itu setelah ia mengamati kondisi iklim di dunia yang semakin rusak.
Bahkan, dampak kerusakan itu pun sudah mulai bisa dirasakan di Indonesia. Akibat perubahan iklim, permukaan air laut semakin naik karena mencairnya es di kutub utara. Kenaikan air laut ini diperkirakan bertambah 50 cm per tahun.
"Diperkirakan air Tanjung Priok 2025 akan sampai pada Kempinski, Grand Hyatt, Bundaran HI,” kata Prabowo saat berpidato dalam acara Indonesia Economic Forum kemarin.
Apa yang diungkapkan Prabowo sesungguhnya hanya mengulang peringatan yang sudah disampaikan banyak pihak sebelumnya. Faktanya, kondisi Jakarta memang sudah demikian memprihatinkan. Penggunaan air tanah yang tidak terkendali menyebabkan permukaan tanah terus turun.
Berdasarkan sejumlah penelitian, penurunan muka tanah Jakarta mencapai 15 cm per tahun. Data Direktorat dari Pengairan dan Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) lebih mengejutkan lagi karena penurunan permukaan tanah pada Februari 2018 sudah lebih dari itu, yakni mencapai 18 cm. Selain pengambilan air tanah yang tidak terkontrol, itu terjadi juga akibat beban bangunan gedung.
Ancaman air laut akan masuk lebih jauh ke kawasan tengah kota Jakarta bukan mengada-ada. Faktanya, ibu kota negara ini terletak di dataran aluvial (daerah endapan) rendah dengan ketinggian rata-rata hanya 8 meter di atas permukaan laut.
Kota yang menjadi rumah bagi hampir 30 juta penduduk ini telah mengalami penurunan tanah sedalam 4 meter. Jakarta Utara yang berhadapan langsung dengan laut menjadi wilayah yang paling parah terdampak. Setiap tahun rob semakin jauh masuk menggenangi permukiman warga yang tadinya daratan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa Jakarta memang berpotensi tenggelam beberapa tahun mendatang. Atas dasar itu, dia menyarankan pembangunan tanggul raksasa di Teluk Jakarta.
Guna mencegah hal itu, kata Basuki, pemerintah membuat kebijakan National Capital Integrated Coastal Development. Dengan tanggul tersebut, sungai-sungai masih bisa mengalirkan airnya ke laut.
Tentu belum terlambat bagi pemerintah untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan. Diperlukan banyak langkah lain, tidak hanya mengandalkan tanggul raksasa. Misalnya, penggunaan air tanah secara berlebihan harus diakhiri. Pengawasan terhadap gedung-gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, industri, termasuk rumah warga harus diperketat. Tidak jarang ada di antaranya yang curang memanfaatkan air tanah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah melakukan sidak ke salah satu hotel di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada 12 Maret 2018. Saat itu Anies mengatakan banyak ketentuan perundangan yang tidak ditaati oleh pengelola hotel, salah satunya tidak ada sumur resapan yang disediakan hotel tersebut.
Penegakan hukum salah satu kunci untuk mencegah kecurangan atau pelanggaran yang selama ini terjadi. Karena itu, sangat penting bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan peraturan daerah tentang larangan penggunaan air tanah untuk menahan penurunan permukaan tanah.
Selain itu, program drainase vertikal yang merupakan janji kampanye Anies Baswedan perlu segera direalisasikan. Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta hingga kini masih melakukan uji coba untuk menerapkan program drainase vertikal yang fungsinya sebagai sumur resapan. Direncanakan akan ada 1.333 sumur resapan yang tujuannya untuk menghilangkan genangan sekaligus konservasi air. Nantinya dari sumur ini air dimasukkan ke dalam gorong-gorong untuk mencegah penurunan permukaan tanah.
Langkah lain adalah mengintensifkan suplai air pipa ke beberapa kawasan Jakarta, terutama wilayah yang banyak memiliki gedung bertingkat seperti Thamrin-Sudirman, Kuningan, dan Gatot Subroto. Ini juga bisa efektif karena mereka yang tadinya menggunakan air tanah bisa beralih ke penggunaan air pipa.
Prabowo memprediksi air dari pesisir Jakarta yang ada di kawasan Tanjung Priok akan masuk ke pusat kota pada 2025 mendatang. Ini terjadi sebagai salah satu efek dari perubahan iklim. Prabowo mengatakan itu setelah ia mengamati kondisi iklim di dunia yang semakin rusak.
Bahkan, dampak kerusakan itu pun sudah mulai bisa dirasakan di Indonesia. Akibat perubahan iklim, permukaan air laut semakin naik karena mencairnya es di kutub utara. Kenaikan air laut ini diperkirakan bertambah 50 cm per tahun.
"Diperkirakan air Tanjung Priok 2025 akan sampai pada Kempinski, Grand Hyatt, Bundaran HI,” kata Prabowo saat berpidato dalam acara Indonesia Economic Forum kemarin.
Apa yang diungkapkan Prabowo sesungguhnya hanya mengulang peringatan yang sudah disampaikan banyak pihak sebelumnya. Faktanya, kondisi Jakarta memang sudah demikian memprihatinkan. Penggunaan air tanah yang tidak terkendali menyebabkan permukaan tanah terus turun.
Berdasarkan sejumlah penelitian, penurunan muka tanah Jakarta mencapai 15 cm per tahun. Data Direktorat dari Pengairan dan Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) lebih mengejutkan lagi karena penurunan permukaan tanah pada Februari 2018 sudah lebih dari itu, yakni mencapai 18 cm. Selain pengambilan air tanah yang tidak terkontrol, itu terjadi juga akibat beban bangunan gedung.
Ancaman air laut akan masuk lebih jauh ke kawasan tengah kota Jakarta bukan mengada-ada. Faktanya, ibu kota negara ini terletak di dataran aluvial (daerah endapan) rendah dengan ketinggian rata-rata hanya 8 meter di atas permukaan laut.
Kota yang menjadi rumah bagi hampir 30 juta penduduk ini telah mengalami penurunan tanah sedalam 4 meter. Jakarta Utara yang berhadapan langsung dengan laut menjadi wilayah yang paling parah terdampak. Setiap tahun rob semakin jauh masuk menggenangi permukiman warga yang tadinya daratan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa Jakarta memang berpotensi tenggelam beberapa tahun mendatang. Atas dasar itu, dia menyarankan pembangunan tanggul raksasa di Teluk Jakarta.
Guna mencegah hal itu, kata Basuki, pemerintah membuat kebijakan National Capital Integrated Coastal Development. Dengan tanggul tersebut, sungai-sungai masih bisa mengalirkan airnya ke laut.
Tentu belum terlambat bagi pemerintah untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan. Diperlukan banyak langkah lain, tidak hanya mengandalkan tanggul raksasa. Misalnya, penggunaan air tanah secara berlebihan harus diakhiri. Pengawasan terhadap gedung-gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, industri, termasuk rumah warga harus diperketat. Tidak jarang ada di antaranya yang curang memanfaatkan air tanah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah melakukan sidak ke salah satu hotel di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada 12 Maret 2018. Saat itu Anies mengatakan banyak ketentuan perundangan yang tidak ditaati oleh pengelola hotel, salah satunya tidak ada sumur resapan yang disediakan hotel tersebut.
Penegakan hukum salah satu kunci untuk mencegah kecurangan atau pelanggaran yang selama ini terjadi. Karena itu, sangat penting bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan peraturan daerah tentang larangan penggunaan air tanah untuk menahan penurunan permukaan tanah.
Selain itu, program drainase vertikal yang merupakan janji kampanye Anies Baswedan perlu segera direalisasikan. Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta hingga kini masih melakukan uji coba untuk menerapkan program drainase vertikal yang fungsinya sebagai sumur resapan. Direncanakan akan ada 1.333 sumur resapan yang tujuannya untuk menghilangkan genangan sekaligus konservasi air. Nantinya dari sumur ini air dimasukkan ke dalam gorong-gorong untuk mencegah penurunan permukaan tanah.
Langkah lain adalah mengintensifkan suplai air pipa ke beberapa kawasan Jakarta, terutama wilayah yang banyak memiliki gedung bertingkat seperti Thamrin-Sudirman, Kuningan, dan Gatot Subroto. Ini juga bisa efektif karena mereka yang tadinya menggunakan air tanah bisa beralih ke penggunaan air pipa.
(dam)