KPK Bidik 56 Anggota DPRD Jambi Terkait Gratifikasi dan Suap
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik 56 anggota dan pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang belum menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pembahasan dan pengesahan APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran (TA) 2017 dan 2018.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, tuntutan terhadap Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola Zulkifli berupa pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan pencabutan hak politik selama 5 tahun yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada pekan lalu sudah melalui pertimbangan yang matang. Tuntutan tersebut, tutur Febri, lebih dulu diusulkan JPU ke pimpinan KPK kemudian disetujui pimpinan.
Dia menuturkan, yang patut dilihat dan diingat dari tuntutan Zola yakni tentang fakta-fakta hukum dan pertimbangan dalam analisa yuridis yang dituangkan JPU. Febri memaparkan, poin pentingnya adalah bagaimana dengan pihak-pihak lain atau sekitar 56 anggota dan pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang juga harus dimintakan pertanggungjawabannya sebagai penerima uang dari Zola terkait pembahasan dan pengesahan APBD TA 2017 dan 2018. Nama-nama yang harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum tersebut bahkan secara terang telah disebutkan oleh JPU.
"Sedang didalami saat ini terkait dengan dugaan aliran dana pada sejumlah anggota DPRD tersebut. Kami akan melihat lebih jauh dari fakta-fakta persidangan yang ada. Kami juga lihat kesesuaian antara satu bukti dengan bukti yang lain dan juga putusan nantinya," ujar Febri saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (11/11/2018).
Menurutnya, dari sekitar 57 anggota dan pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang disebut sebagai penerima uang suap baru ada satu yang menjadi terpidana yakni anggota DPRD dari Fraksi PAN Supriyono (divonis 6 tahun penjara). Febri menyebut, bagi para anggota DPRD lain yang belum ditetapkan sebagai tersangka, maka majelis hakim yang menangani perkara terdakwa Zola akan menilai siapa saja yang terbukti menerima aliran dana berdasarkan fakta-fakta persidangan. Baik berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan bukti-bukti yang sudah terbuka di persidangan.
"Saat ini proses pengembangan perkara untuk mencari pelaku lain sedang berjalan. Pelaku lain tentu yang diperhatikan adalah dugaan aliran dana yang diterima sejumlah anggota DPRD tersebut," bebernya.
Febri mengaku belum bisa menyampaikan apakah konteks pengembangan tersebut berhubungan dengan telah dibukanya penyelidikan baru atau tidak. Yang jelas sekali lagi dia menegaskan, salah satu poin utama yang menjadi fokus KPK yakni aliran dana yang diterima para anggota dan pimpinan DPRD, jumlah dana yang diterima, dan proses hukum lanjutan terhadap para pihak. Menurut Febri, KPK tidak mau terburu-buru menyebutkan berapa orang yang akan ditetapkan menjadi tersangka baru penerima suap.
"KPK tentu tetap harus hati-hati menangani ini. Memang anggota DPRD yang kami proses sejauh ini dalam berbagai perkara sudah cukup banyak, ada sekitar 149 orang yang tersebar di lebih di 22 provinsi. Tapi tentu kalau ada temuan-temuan lain dengan bukti yang cukup dalam perkara Zumi Zola, kami akan memproses dengan catatan bukti permulaan yang cukup. Itu sebagai syarat utama untuk melakukan penyidikan," ungkapnya.
Febri menjelaskan, yang harus diingat juga adalah selain sebagai terdakwa pemberi suap dengan total Rp16,34 miliar sebenarnya Zola juga sebagai penerima gratifikasi Rp37,477 miliar, USD173.300 (tertanggal 8 November 2018 setara Rp2.521.994.000), SGD100.000 (tertanggal 8 November 2018 setara Rp1.061.995.000), dan satu mobil Alphard 2.5 G A/T. Dalam delik gratifikasi, Zola melakukan perbuatannya dengan tiga pihak lain termasuk tersangka Arfan (sudah divonis juga sebagai pemberi suap dengan pidana 3 tahun 6 bulan) selaku kabid Bina Marga sekaligus Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi.
"Kalau memang masih ada pengembangan dan aktor-aktor yang lain (penerima gratifikasi) tentu tidak tertutup kemungkinan kita proses lebih lanjut," imbuhnya.
Dia menambahkan, sehubungan dengan perkara penerimaan gratifikasi dan pemberian suap memang sudah ada penyitaan uang dan barang saat kasus Zola di tahap penyidikan dan di tahap persidangan. Hanya saja saja secara detil Febri tidak menghafalnya. Yang jelas daftar penyitaan tersebut sudah dibuka di persidangan dan dituangkan JPU dalam surat tuntutan Zola.
"Daftarnya juga kita sampaikan sebagai berkas di persidangan. Cukup banyak bukti-bukti penyitaan yang sudah dilakukan tersebut," tandasnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, tuntutan terhadap Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola Zulkifli berupa pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan pencabutan hak politik selama 5 tahun yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada pekan lalu sudah melalui pertimbangan yang matang. Tuntutan tersebut, tutur Febri, lebih dulu diusulkan JPU ke pimpinan KPK kemudian disetujui pimpinan.
Dia menuturkan, yang patut dilihat dan diingat dari tuntutan Zola yakni tentang fakta-fakta hukum dan pertimbangan dalam analisa yuridis yang dituangkan JPU. Febri memaparkan, poin pentingnya adalah bagaimana dengan pihak-pihak lain atau sekitar 56 anggota dan pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang juga harus dimintakan pertanggungjawabannya sebagai penerima uang dari Zola terkait pembahasan dan pengesahan APBD TA 2017 dan 2018. Nama-nama yang harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum tersebut bahkan secara terang telah disebutkan oleh JPU.
"Sedang didalami saat ini terkait dengan dugaan aliran dana pada sejumlah anggota DPRD tersebut. Kami akan melihat lebih jauh dari fakta-fakta persidangan yang ada. Kami juga lihat kesesuaian antara satu bukti dengan bukti yang lain dan juga putusan nantinya," ujar Febri saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (11/11/2018).
Menurutnya, dari sekitar 57 anggota dan pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang disebut sebagai penerima uang suap baru ada satu yang menjadi terpidana yakni anggota DPRD dari Fraksi PAN Supriyono (divonis 6 tahun penjara). Febri menyebut, bagi para anggota DPRD lain yang belum ditetapkan sebagai tersangka, maka majelis hakim yang menangani perkara terdakwa Zola akan menilai siapa saja yang terbukti menerima aliran dana berdasarkan fakta-fakta persidangan. Baik berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan bukti-bukti yang sudah terbuka di persidangan.
"Saat ini proses pengembangan perkara untuk mencari pelaku lain sedang berjalan. Pelaku lain tentu yang diperhatikan adalah dugaan aliran dana yang diterima sejumlah anggota DPRD tersebut," bebernya.
Febri mengaku belum bisa menyampaikan apakah konteks pengembangan tersebut berhubungan dengan telah dibukanya penyelidikan baru atau tidak. Yang jelas sekali lagi dia menegaskan, salah satu poin utama yang menjadi fokus KPK yakni aliran dana yang diterima para anggota dan pimpinan DPRD, jumlah dana yang diterima, dan proses hukum lanjutan terhadap para pihak. Menurut Febri, KPK tidak mau terburu-buru menyebutkan berapa orang yang akan ditetapkan menjadi tersangka baru penerima suap.
"KPK tentu tetap harus hati-hati menangani ini. Memang anggota DPRD yang kami proses sejauh ini dalam berbagai perkara sudah cukup banyak, ada sekitar 149 orang yang tersebar di lebih di 22 provinsi. Tapi tentu kalau ada temuan-temuan lain dengan bukti yang cukup dalam perkara Zumi Zola, kami akan memproses dengan catatan bukti permulaan yang cukup. Itu sebagai syarat utama untuk melakukan penyidikan," ungkapnya.
Febri menjelaskan, yang harus diingat juga adalah selain sebagai terdakwa pemberi suap dengan total Rp16,34 miliar sebenarnya Zola juga sebagai penerima gratifikasi Rp37,477 miliar, USD173.300 (tertanggal 8 November 2018 setara Rp2.521.994.000), SGD100.000 (tertanggal 8 November 2018 setara Rp1.061.995.000), dan satu mobil Alphard 2.5 G A/T. Dalam delik gratifikasi, Zola melakukan perbuatannya dengan tiga pihak lain termasuk tersangka Arfan (sudah divonis juga sebagai pemberi suap dengan pidana 3 tahun 6 bulan) selaku kabid Bina Marga sekaligus Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi.
"Kalau memang masih ada pengembangan dan aktor-aktor yang lain (penerima gratifikasi) tentu tidak tertutup kemungkinan kita proses lebih lanjut," imbuhnya.
Dia menambahkan, sehubungan dengan perkara penerimaan gratifikasi dan pemberian suap memang sudah ada penyitaan uang dan barang saat kasus Zola di tahap penyidikan dan di tahap persidangan. Hanya saja saja secara detil Febri tidak menghafalnya. Yang jelas daftar penyitaan tersebut sudah dibuka di persidangan dan dituangkan JPU dalam surat tuntutan Zola.
"Daftarnya juga kita sampaikan sebagai berkas di persidangan. Cukup banyak bukti-bukti penyitaan yang sudah dilakukan tersebut," tandasnya.
(pur)