Perayaan Kehidupan Semesta
A
A
A
Nadjamuddin Ramly
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI
HIDUP kita, sejak lahir hingga wafat, tak pernah lepas dari dinamika. Berkali-kali kita mengalami momen dan suasana kesuksesan, tetapi tak jarang kita mengalami kegagalan dan kesedihan. Setiap kali momen dan suasana kesuksesan dan keberhasilan tiba, kita bergembira dan bersukaria. Kita pun merasa hidup ini pantas dirayakan, betapapun kita tahu hidup memang tak selalu sempurna dan membahagiakan.
Kita lantas mengajak keluarga, teman, para sahabat, dan handai taulan serta semua kenalan untuk bersama-sama berpesta dan merayakan berbagai hari besar sepanjang kehidupan kita. Kita berpaling sekilas dari hiruk-pikuk kehidupan harian kita yang lumayan bising dan tak pernah selesai. Kita berhenti sejenak untuk bergembira merayakan kehidupan kita bersama-sama.
Tua-muda pun bergembira dalam berbagai momen perayaan yang berlangsung di mana-mana. Tarikan magis kebatinan kita terhadap perayaan ini begitu luar biasa. Bahkan dalam satu perayaan saja, seperti Hari Raya Idul Fitri, puluhan juta orang merayakannya dengan rela berpindah sementara, pulang kampung atau mudik untuk bertemu dengan orang tua, saudara, teman, dan handai taulan meskipun mereka harus menempuh kemacetan jalan berjam-jam.
Kita menyaksikan, di hari itu, banyak orang turut bersukacita yang terpancar dari wajah mereka. Mereka merayakannya dengan semarak, meriah, penuh syukur. Banyak orang yang, karena saling memiliki ikatan afektif di antara mereka sebagai keluarga, rekan sekerja, atau sebagai tetangga, dengan sukarela ambil bagian dalam sukacita tersebut.
Ikatan kemanusiaan dan ikatan afektif berkat perjumpaan sehari-hari sejatinya membuat semua manusia dengan mudah berbagi suka maupun duka. Setiap saat ketika saudara-saudara kita sedang menyongsong hari sukacita, serta-merta kita mestinya juga turut bersukacita. Begitu pula sebaliknya, di saat duka, kita ikut berbagi kesedihan bersama-sama.
Momen perayaan kehidupan semesta tadi bisa kita lihat dari dua sisi, yaitu peristiwa keagamaan dan sosial. Kedua peristiwa ini bisa berdiri sendiri, bisa juga saling memengaruhi. Kadang sudah tidak bisa dibedakan apakah kegiatan perayaan tersebut termasuk ritual individu, sosial, keagamaan atau bukan karena semua orang bergembira, semua orang merasa bahagia merayakannya.
Dari sisi ritual keagamaan, setiap momen penting dalam kehidupan ini dirayakan agar kita menjadi manusia yang lebih bersyukur kepada Allah Jallajalalu Tuhan Yang Maha Esa agar menjadi manusia yang semakin lebih baik dari sebelumnya. Misalnya perayaan Hari Raya Idul Fitri diadakan sebagai rasa syukur atas kemenangan yang diraih melalui ibadah puasa ritual selama bulan Ramadan kita dengan menahan diri dari segala nafsu keinginan duniawi kita.
Begitu pula, dilihat dari kacamata sosial kemasyarakatan, Idul Fitri tadi sangat banyak dimensinya. Idul Fitri berarti sungkem ke orang tua atau mertua serta tetua dalam keluarga besar kita. Bayangkan jutaan orang mudik dan bertemu handai taulan. Banyak interaksi terjadi, peristiwa besar ini berarti pesta dan festival kemanusiaan semesta, peristiwa tahunan ini berarti reuni dan silaturahmi akbar.
Peristiwa ini juga berarti silaturahmi keluarga besar dan keluarga kemanusiaan semesta dan tentu saja ianya sebagai libur panjang dan rehat sejenak dari kegiatan rutin kegiatan kemanusiaan semesta, begitu luas dan hebatnya cakupan dimensi sosial perayaan ini.
Demikian pula dimensi Hari Raya Tahun Baru yang kita rayakan secara semesta. Peristiwa tahunan ini sudah pasti bermakna dan identik dengan rasa syukur, berterima kasih atas segala nikmat yang kita peroleh. Di situlah letak hakiki dan sejatinya perayaan Tahun Baru yang secara maknawi bertambahnya rasa syukur kita dengan segala rezeki fisik dan nonfisik yang sudah kita nikmati dalam setahun penuh sampai kita bertemu Hari Raya Tahun Baru berikutnya.
Syukur tentu akan membuat kita senang. Suasana senang dan bahagia itulah yang harus kita bawa dalam menjalani segala aktivitas setahun berikutnya. Senang beribadah, senang bekerja, senang berinteraksi dengan sekitar yang bermuara pada terwujudnya pembangunan keadaban kemanusiaan semesta.
Jadikan diri kita menyenangkan sehingga membawa berkah di mana pun kita berada. Bukannya membuat senang orang lain juga merupakan amal kebaikan? Dan siapa tahu banyak hal besar yang bisa kita hasilkan dari menciptakan suasana senang dan bahagia di sekitar kita.
Kita pun bisa mengambil hikmah di balik semua hari-hari besar yang dirayakan. Perayaan keagamaan, misalnya, yang menggenapi berbagai perayaan lain yang kita jalani dalam kehidupan kita semakin menguatkan keyakinan kita bahwa sejatinya semua agama mengajarkan nilai kebaikan dan dimensi universalitas kesemestaannya.
Semua agama menuntun kita untuk selalu merayakan kehidupan ini, bukan mengutukinya dengan mengumbar kebencian, amarah, dan permusuhan. Semua agama membantu manusia untuk kembali ke fitrahnya yang hakiki dan ke nilai azalinya yang abadi. Dengan agama hidup akan lebih terarah, dengan ilmu hidup akan lebih bermakna, dengan teknologi hidup akan lebih berwarna, dan dengan seni hidup akan lebih ceria dan romantis.
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI
HIDUP kita, sejak lahir hingga wafat, tak pernah lepas dari dinamika. Berkali-kali kita mengalami momen dan suasana kesuksesan, tetapi tak jarang kita mengalami kegagalan dan kesedihan. Setiap kali momen dan suasana kesuksesan dan keberhasilan tiba, kita bergembira dan bersukaria. Kita pun merasa hidup ini pantas dirayakan, betapapun kita tahu hidup memang tak selalu sempurna dan membahagiakan.
Kita lantas mengajak keluarga, teman, para sahabat, dan handai taulan serta semua kenalan untuk bersama-sama berpesta dan merayakan berbagai hari besar sepanjang kehidupan kita. Kita berpaling sekilas dari hiruk-pikuk kehidupan harian kita yang lumayan bising dan tak pernah selesai. Kita berhenti sejenak untuk bergembira merayakan kehidupan kita bersama-sama.
Tua-muda pun bergembira dalam berbagai momen perayaan yang berlangsung di mana-mana. Tarikan magis kebatinan kita terhadap perayaan ini begitu luar biasa. Bahkan dalam satu perayaan saja, seperti Hari Raya Idul Fitri, puluhan juta orang merayakannya dengan rela berpindah sementara, pulang kampung atau mudik untuk bertemu dengan orang tua, saudara, teman, dan handai taulan meskipun mereka harus menempuh kemacetan jalan berjam-jam.
Kita menyaksikan, di hari itu, banyak orang turut bersukacita yang terpancar dari wajah mereka. Mereka merayakannya dengan semarak, meriah, penuh syukur. Banyak orang yang, karena saling memiliki ikatan afektif di antara mereka sebagai keluarga, rekan sekerja, atau sebagai tetangga, dengan sukarela ambil bagian dalam sukacita tersebut.
Ikatan kemanusiaan dan ikatan afektif berkat perjumpaan sehari-hari sejatinya membuat semua manusia dengan mudah berbagi suka maupun duka. Setiap saat ketika saudara-saudara kita sedang menyongsong hari sukacita, serta-merta kita mestinya juga turut bersukacita. Begitu pula sebaliknya, di saat duka, kita ikut berbagi kesedihan bersama-sama.
Momen perayaan kehidupan semesta tadi bisa kita lihat dari dua sisi, yaitu peristiwa keagamaan dan sosial. Kedua peristiwa ini bisa berdiri sendiri, bisa juga saling memengaruhi. Kadang sudah tidak bisa dibedakan apakah kegiatan perayaan tersebut termasuk ritual individu, sosial, keagamaan atau bukan karena semua orang bergembira, semua orang merasa bahagia merayakannya.
Dari sisi ritual keagamaan, setiap momen penting dalam kehidupan ini dirayakan agar kita menjadi manusia yang lebih bersyukur kepada Allah Jallajalalu Tuhan Yang Maha Esa agar menjadi manusia yang semakin lebih baik dari sebelumnya. Misalnya perayaan Hari Raya Idul Fitri diadakan sebagai rasa syukur atas kemenangan yang diraih melalui ibadah puasa ritual selama bulan Ramadan kita dengan menahan diri dari segala nafsu keinginan duniawi kita.
Begitu pula, dilihat dari kacamata sosial kemasyarakatan, Idul Fitri tadi sangat banyak dimensinya. Idul Fitri berarti sungkem ke orang tua atau mertua serta tetua dalam keluarga besar kita. Bayangkan jutaan orang mudik dan bertemu handai taulan. Banyak interaksi terjadi, peristiwa besar ini berarti pesta dan festival kemanusiaan semesta, peristiwa tahunan ini berarti reuni dan silaturahmi akbar.
Peristiwa ini juga berarti silaturahmi keluarga besar dan keluarga kemanusiaan semesta dan tentu saja ianya sebagai libur panjang dan rehat sejenak dari kegiatan rutin kegiatan kemanusiaan semesta, begitu luas dan hebatnya cakupan dimensi sosial perayaan ini.
Demikian pula dimensi Hari Raya Tahun Baru yang kita rayakan secara semesta. Peristiwa tahunan ini sudah pasti bermakna dan identik dengan rasa syukur, berterima kasih atas segala nikmat yang kita peroleh. Di situlah letak hakiki dan sejatinya perayaan Tahun Baru yang secara maknawi bertambahnya rasa syukur kita dengan segala rezeki fisik dan nonfisik yang sudah kita nikmati dalam setahun penuh sampai kita bertemu Hari Raya Tahun Baru berikutnya.
Syukur tentu akan membuat kita senang. Suasana senang dan bahagia itulah yang harus kita bawa dalam menjalani segala aktivitas setahun berikutnya. Senang beribadah, senang bekerja, senang berinteraksi dengan sekitar yang bermuara pada terwujudnya pembangunan keadaban kemanusiaan semesta.
Jadikan diri kita menyenangkan sehingga membawa berkah di mana pun kita berada. Bukannya membuat senang orang lain juga merupakan amal kebaikan? Dan siapa tahu banyak hal besar yang bisa kita hasilkan dari menciptakan suasana senang dan bahagia di sekitar kita.
Kita pun bisa mengambil hikmah di balik semua hari-hari besar yang dirayakan. Perayaan keagamaan, misalnya, yang menggenapi berbagai perayaan lain yang kita jalani dalam kehidupan kita semakin menguatkan keyakinan kita bahwa sejatinya semua agama mengajarkan nilai kebaikan dan dimensi universalitas kesemestaannya.
Semua agama menuntun kita untuk selalu merayakan kehidupan ini, bukan mengutukinya dengan mengumbar kebencian, amarah, dan permusuhan. Semua agama membantu manusia untuk kembali ke fitrahnya yang hakiki dan ke nilai azalinya yang abadi. Dengan agama hidup akan lebih terarah, dengan ilmu hidup akan lebih bermakna, dengan teknologi hidup akan lebih berwarna, dan dengan seni hidup akan lebih ceria dan romantis.
(thm)