Menanti MRT Beroperasi

Rabu, 07 November 2018 - 08:00 WIB
Menanti MRT Beroperasi
Menanti MRT Beroperasi
A A A
WARGA Jakarta dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan menikmati fasilitas angkutan umum massal, mass rapid transit (MRT). Proyek kereta ini rencananya dioperasikan sekitar lima bulan ke depan atau tepatnya pada Maret 2019. Kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan uji coba MRT dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta Pusat ke Depo Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Jokowi, yang melakukan perjalanan sejauh 16 km dengan MRT, menyebut proyek tersebut sudah 97%.

MRT ibarat impian lama warga Ibu Kota yang segera terwujud. Proyek ini sudah sejak lama dikaji pembangunannya, yakni tepatnya sejak 1985. Sedikitnya 25 kali studi subjek umum dan khusus dilakukan terkait kemungkinan sistem MRT diberlakukan di Jakarta. Namun, rencana berubah setelah krisis ekonomi menghantam Indonesia pada 1997-1999. Pada 2005, proyek MRT Jakarta masuk proyek nasional untuk mempermudah realisasinya.

Saat itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai bergerak dan saling berbagi tanggung jawab untuk merealisasikan proyek tersebut. Dalam perjalanannya, Pemerintah Jepang yang akhirnya memenuhi permintaan Pemerintah Indonesia untuk memberikan pinjaman dana. Pembangunan konstruksi MRT baru dimulai pada 2010-2014.

Rencana pengoperasian MRT pada Maret 2018 menjadi kabar gembira bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Moda transportasi baru ini diharapkan mampu mengurangi kemacetan Jakarta.

Apalagi, Jakarta diprediksi akan mengalami kemacetan total pada 2020. Hal ini mengacu pada hasil Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP II) yang terungkap pada seminar internasional, cities conference, bertajuk ”Spatial Economic Transport Interaction for Sustainable Development”, yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Jakarta mengalami macet total, bukan hal yang mustahil terjadi. Mengapa demikian? Penyebabnya karena selama ini terjadi ketidakseimbangan rasio antara pertumbuhan jumlah kendaraan dan jalan raya yang tersedia. Laju pertumbuhan jalan kurang dari 1% per tahun, sedangkan ada sekitar seribu kendaraan baru yang mengaspal setiap hari di jalan-jalan Ibu Kota. Kemacetan parah Jakarta tidak sekadar menghambat mobilitas warga kota, namun menimbulkan kerugian ekonomi yang diperkirakan hingga Rp65 triliun, meliputi nilai waktu yang terbuang, biaya bahan bakar, dan biaya kesehatan.

Untuk itu, MRT benar-benar jadi harapan baru dalam rangka mewujudkan transportasi massal yang aman dan nyaman. Ada banyak keuntungan yang bisa segera terwujud jika MRT resmi beroperasi. Pertama, akan terjadi pengurangan jumlah kendaraan pribadi karena warga menilai MRT yang lebih praktis. Jika warga memilih memarkir kendaraan pribadinya di rumah saat menuju tempat kerja maka akan terjadi pengurangan volume kendaraan di jalan raya.

Harus diakui bahwa masyarakat selama ini memilih menggunakan kendaraan pribadi karena tidak banyak opsi yang tersedia. Banyak yang menghindari transportasi umum karena alasan ketidaknyamanan, misalnya kondisi angkutan yang sudah tidak layak.

Kehadiran MRT juga akan membuat mobilitas atau pergerakan masyarakat lebih lancar. Penggunaan waktu yang lebih efektif dan efisien ini dengan sendirinya akan memberi dampak pada perekonomian. Aktivitas ekonomi sebuah kota sangat tergantung pada seberapa mudah warganya dalam bergerak. Mobilitas yang lancar juga akan meningkatkan kualitas hidup warga yang selama ini sudah sangat tertekan dengan kondisi macet.

Dari sisi lingkungan, MRT juga berperan mengurangi polusi udara. Ketika MRT nanti sudah menjadi pilihan warga untuk dikendarai, maka akan terjadi pengurangan kendaraan pribadi. Itu artinya produksi asap kendaraan akan jauh berkurang.

Kita berharap proyek MRT di Jakarta ke depan bisa lebih dikembangkan dengan menjangkau lebih banyak wilayah. Tak kalah pentingnya, moda ini harus terintegrasi dengan moda transportasi lain seperti Transjakarta, kereta bandara, angkutan kota, hingga light rail transit (LRT) yang proyeknya masih dikebut.

Selain itu, tarif juga diharapkan tidak terlalu membebani masyarakat pengguna. Jokowi menyebut tarif yang akan dikenakan kepada penumpang sekitar Rp8.000-9.000. Jika benar tarif ini yang diberlakukan, itu relatif cukup terjangkau oleh masyarakat pengguna.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5356 seconds (0.1#10.140)