Pakar Hukum: Kepala Daerah Korupsi Bukan karena Sistem Pemilihannya
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo sepakat jika kepala daerah dipilih dengan sistem pemilihan tidak langsung atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibanding pemilihan secara langsung.
Bamsoet mengatakan, berdasarkan diskusi DPR dengan berbagai pihak, termasuk penegak hukum, pengawasan terhadap 50 sampai 60 orang DPRD yang memilih kepala daerah jauh lebih mudah.
Menanggapi itu, Ahli Hukum Puskapsi Bayu Dwi Anggono menyebut sikap ketua DPR lebih kepada sikap partai pengusungnya, Golkar. Karena kata Bayu pada tahun 2004 Partai Golkar salah satu partai pengusung RUU Pilkada dipilih oleh DPRD.
"Jadi ketua DPR ketika bicara pilkada dikembalikan ke DPRD itu adalah representasi dari partai Golkar, bukan representasi suara rakyat. Karena rakyat menginginkan kepala daerah dipilih oleh rakyat secara langsung," ujar Bayu dalam diskusi Polemik MNC Trijaya dengan tajuk 'Kepala Daerah Terjerat Siapa Tanggung Jawab' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10/2018).
Bayu menjelaskan permasalahan yang terjadi bukan pada pilkada langsung atau tidak yang menyebabkan maraknya korupsi kepala daerah. Karena yang menyebabkan kepala daerah dipilih oleh DPRD sekalipun korupsi juga terjadi dan itu jumlahnya juga signifikan.
"Artinya bukan berarti pilkada langsung penyebab korupsi tapi pilkada langsung berbiaya tinggi berbiaya mahal yang kemudian akan menyebabkan potensi kepala daerah untuk melakukan praktek korupsi itu," jelasnya.
"Karena itu yang harus kita benahi adalah bagaimana menciptakan pilkada dengan biaya yang murah, maka ada peran peran disana, ada peran partai politik, peran penyelenggara pemilu dan peran pengawas pemilu untuk kemudian membuat pilkada menjadi murah," tuturnya.
Bamsoet mengatakan, berdasarkan diskusi DPR dengan berbagai pihak, termasuk penegak hukum, pengawasan terhadap 50 sampai 60 orang DPRD yang memilih kepala daerah jauh lebih mudah.
Menanggapi itu, Ahli Hukum Puskapsi Bayu Dwi Anggono menyebut sikap ketua DPR lebih kepada sikap partai pengusungnya, Golkar. Karena kata Bayu pada tahun 2004 Partai Golkar salah satu partai pengusung RUU Pilkada dipilih oleh DPRD.
"Jadi ketua DPR ketika bicara pilkada dikembalikan ke DPRD itu adalah representasi dari partai Golkar, bukan representasi suara rakyat. Karena rakyat menginginkan kepala daerah dipilih oleh rakyat secara langsung," ujar Bayu dalam diskusi Polemik MNC Trijaya dengan tajuk 'Kepala Daerah Terjerat Siapa Tanggung Jawab' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10/2018).
Bayu menjelaskan permasalahan yang terjadi bukan pada pilkada langsung atau tidak yang menyebabkan maraknya korupsi kepala daerah. Karena yang menyebabkan kepala daerah dipilih oleh DPRD sekalipun korupsi juga terjadi dan itu jumlahnya juga signifikan.
"Artinya bukan berarti pilkada langsung penyebab korupsi tapi pilkada langsung berbiaya tinggi berbiaya mahal yang kemudian akan menyebabkan potensi kepala daerah untuk melakukan praktek korupsi itu," jelasnya.
"Karena itu yang harus kita benahi adalah bagaimana menciptakan pilkada dengan biaya yang murah, maka ada peran peran disana, ada peran partai politik, peran penyelenggara pemilu dan peran pengawas pemilu untuk kemudian membuat pilkada menjadi murah," tuturnya.
(pur)