Elektabilitas PDIP Perpaduan Kolektif Kerja Kader dan Efek Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Survei internal dan analisis dari beberapa lembaga survei baru-baru ini dinilai menunjukkan posisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang semakin kuat.
PDIP disebut sebagai satu-satunya partai pewaris pemikiran Bung Karno. Persepsi ini merata di seluruh Indonesia dan menjadi magnet yang menyedot Banteng Nasionalis-Soekarnois kembali berlabuh di kandang banteng.
Hal tersebut diungkapkan Deddy Yevri Sitorus dari Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dalam pemaparan acara Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPD PDIP Bali, Minggu (21/10/2018).
"Dalam pemilu-pemilu sebelumnya, di era reformasi, masih diikuti begitu banyak Partai Soekarnois seperti PDP, PNI Marhaenisme, PNBK, Partai Pelopor dan lainnya. Namun Pemilu 2019 tinggal terkonsolidir satu kekuatan Banteng-Soekarnois, yakni PDIP," tutur Deddy.
Menurut dia, tingginya elektabilitas PDIP merupakan perpaduan kolektif kerja kader partai, efek rembesan elektoral Jokowi dan kepeloporan partai melalui sekolah Partai dan penegakkan sanksi tegas berupa pemecatan bagi para koruptor.
"Namun, ada satu faktor lagi yang kurang mendapat perhatian, yaitu banyaknya kader Soekarnois yang pulang kandang ke PDIP," kata Deddy.
Menurut Caleg DPR RI nomor urut 1 dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara ini, survei itu juga menunjukkan posisi PDIP masih tetap teratas dengan elektabilitas di kisaran 24,6% diikuti oleh Partai Gerindra dan Partai Golkar.
Dia mengatakan, temuan lain yang cukup signifikan adalah migrasi pemilih dan coat-tail effect dari capres terhadap partai-partai. Survei menunjukkan Gerindra mendapatkan keuntungan terbesar dari coat-tail effect itu, sementara partai-partai koalisinya sama sekali tidak mendapatkan dampak yang signifikan dari efek capres.
Sementara di kubu koalisi Jokowi-Kiai Ma’ruf, PDIP paling mendapatkan persepsi positif dari Jokowi mengingat kepemimpinan Jokowi sejak menjabat Wali kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan kini Presiden memang teridentifikasi dengan PDIP.
Tetapi, PDIP tidak menggerus suara partai-partai dalam koalisi sebagaimana terjadi di koalisi pendukung capres Prabowo.
"PDI Perjuangan menurut hasil survei lebih diuntungkan oleh merapatnya kembali pemilih Soekarno dan tambahan dukungan dari kelompok pemilih pemula atau yang sering disebut dengan kaum milenial dengan angka sekitar 34,8%," tutur Deddy.
Dalam presentasi pemenangan pemilu di Rakorda DPD PDIP Provinsi Bali, Deddy juga menegaskan elektabilitas pasangan Jokowi-Kiai Ma’ruf semakin jauh meninggalkan pasangan Prabowo-Sandi.
Survei yang diselenggarakan pasca heboh kasus hoaks Ratna Sarumpaet tersebut, kata Deddy, ternyata juga menyumbang sulitnya elektabilitas koalisi Gerindra untuk mengejar ketertinggalan.
"Masyarakat juga mulai jenuh dengan metode kampanye negatif yang dilancarkan oleh kubu Prabowo-Sandi," ungkap Deddy.
Oleh karena itu, Deddy berpesan agar jajaran partai dan caleg PDIP di Provinsi Bali untuk terus disiplin dengan positive campaign dan menjelaskan lebih detail tentang Nawacita II yang lebih fokus kepada pengembangan sumber daya manusia serta isu-isu kesejahteraan setelah Jokowi berhasil membangun sektor infrsatruktur secara massif selama empat tahun terakhir.
PDIP disebut sebagai satu-satunya partai pewaris pemikiran Bung Karno. Persepsi ini merata di seluruh Indonesia dan menjadi magnet yang menyedot Banteng Nasionalis-Soekarnois kembali berlabuh di kandang banteng.
Hal tersebut diungkapkan Deddy Yevri Sitorus dari Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dalam pemaparan acara Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPD PDIP Bali, Minggu (21/10/2018).
"Dalam pemilu-pemilu sebelumnya, di era reformasi, masih diikuti begitu banyak Partai Soekarnois seperti PDP, PNI Marhaenisme, PNBK, Partai Pelopor dan lainnya. Namun Pemilu 2019 tinggal terkonsolidir satu kekuatan Banteng-Soekarnois, yakni PDIP," tutur Deddy.
Menurut dia, tingginya elektabilitas PDIP merupakan perpaduan kolektif kerja kader partai, efek rembesan elektoral Jokowi dan kepeloporan partai melalui sekolah Partai dan penegakkan sanksi tegas berupa pemecatan bagi para koruptor.
"Namun, ada satu faktor lagi yang kurang mendapat perhatian, yaitu banyaknya kader Soekarnois yang pulang kandang ke PDIP," kata Deddy.
Menurut Caleg DPR RI nomor urut 1 dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara ini, survei itu juga menunjukkan posisi PDIP masih tetap teratas dengan elektabilitas di kisaran 24,6% diikuti oleh Partai Gerindra dan Partai Golkar.
Dia mengatakan, temuan lain yang cukup signifikan adalah migrasi pemilih dan coat-tail effect dari capres terhadap partai-partai. Survei menunjukkan Gerindra mendapatkan keuntungan terbesar dari coat-tail effect itu, sementara partai-partai koalisinya sama sekali tidak mendapatkan dampak yang signifikan dari efek capres.
Sementara di kubu koalisi Jokowi-Kiai Ma’ruf, PDIP paling mendapatkan persepsi positif dari Jokowi mengingat kepemimpinan Jokowi sejak menjabat Wali kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan kini Presiden memang teridentifikasi dengan PDIP.
Tetapi, PDIP tidak menggerus suara partai-partai dalam koalisi sebagaimana terjadi di koalisi pendukung capres Prabowo.
"PDI Perjuangan menurut hasil survei lebih diuntungkan oleh merapatnya kembali pemilih Soekarno dan tambahan dukungan dari kelompok pemilih pemula atau yang sering disebut dengan kaum milenial dengan angka sekitar 34,8%," tutur Deddy.
Dalam presentasi pemenangan pemilu di Rakorda DPD PDIP Provinsi Bali, Deddy juga menegaskan elektabilitas pasangan Jokowi-Kiai Ma’ruf semakin jauh meninggalkan pasangan Prabowo-Sandi.
Survei yang diselenggarakan pasca heboh kasus hoaks Ratna Sarumpaet tersebut, kata Deddy, ternyata juga menyumbang sulitnya elektabilitas koalisi Gerindra untuk mengejar ketertinggalan.
"Masyarakat juga mulai jenuh dengan metode kampanye negatif yang dilancarkan oleh kubu Prabowo-Sandi," ungkap Deddy.
Oleh karena itu, Deddy berpesan agar jajaran partai dan caleg PDIP di Provinsi Bali untuk terus disiplin dengan positive campaign dan menjelaskan lebih detail tentang Nawacita II yang lebih fokus kepada pengembangan sumber daya manusia serta isu-isu kesejahteraan setelah Jokowi berhasil membangun sektor infrsatruktur secara massif selama empat tahun terakhir.
(dam)