OTT Lagi, OTT Lagi

Jum'at, 05 Oktober 2018 - 07:02 WIB
OTT Lagi, OTT Lagi
OTT Lagi, OTT Lagi
A A A
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap basah satu kepala daerah yang diduga kuat terlibat kasus korupsi. Kali ini yang sedang apes adalah Wali Kota Setiyono. Operasi tangkap tangan (OTT) ini menjadi bukti nyata belum berhasilnya pemberantasan korupsi di Tanah Air, terutama dari sisi pencegahan. Karena itu, sudah saatnya pemerintah dan aparat hukum mengubah strategi agar penegakan hukum kasus korupsi bisa memberikan efek jera.

OTT yang dilakukan KPK di Kota Pasuruan terkait dengan dugaan pengurusan pemenangan lelang proyek pembangunan gedung dan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (PLUT-KUMKM) Kota Pasuruan tahun anggaran 2018.

Selain Wali Kota, sejumlah pejabat Kota Pasuruan juga ditangkap dan penyidik KPK menyita uang Rp120 juta sebagai barang bukti. Penangkapan kepala daerah bukan kali pertama dilakukan KPK. Lembaga antirasuah ini sudah berkali kali menjerat kepala daerah baik dalam OTT maupun pengembangan kasus korupsi.

Seharusnya banyaknya OTT kepala daerah dijadikan pelajaran bagi pejabat lain untuk tidak korupsi karena pertaruhannya sangat berat. Karier pejabat yang korupsi akan tamat. Nama baik diri dan keluarganya juga hancur. Namun, penjara ternyata tidak membuat takut. Masih ada saja kepala daerah yang korup. Fakta ini seharusnya menjadi perhatian kita semua.

Ada apa dengan bangsa ini? Apakah vonis ringan menjadi penyebabnya? Apakah bangsa ini sudah kehilangan rasa malunya? Apakah kehormatan sudah tidak penting lagi bagi bangsa ini? Apakah hanya materi (harta) yang menjadi tujuan utama hidup bangsa ini?

Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya bisa dijawab oleh kita sendiri sebagai bagian bangsa ini. Yang jelas, korupsi seakan sudah menjadi budaya negara ini. Kita menyaksikan bagaimana para koruptor tersenyum saat ditangkap. Mereka seperti tak ada penyesalan. Sangat keterlaluan.

Ringannya hukuman memang bisa jadi menjadi faktor utama orang tidak takut korupsi. Apalagi jika dia bisa menyembunyikan uang hasil kejahatannya sehingga ketika keluar penjara dia bisa menikmati hasil korupsi. Selain itu, pemberantasan korupsi terkesan masih tebang pilih. Hanya tegas pada kaum lemah.

Faktor yang lain adalah tidak adanya role model kesederhanaan. Banyak pejabat negara ini dengan telanjang memamerkan kemewahan di masyarakat. Belum lagi banyaknya tayangan televisi yang mempertontonkan berbagai drama yang menjual kemewahan.

Hal tersebut lambat tapi pasti telah membentuk karakter masyarakat yang hedonis dan menuhankan materi. Akhirnya orang kaya akan lebih dihormati dibanding orang yang tidak mampu. Kehormatan seseorang hanya diukur dengan materi.

Alhasil, saat seseorang memiliki kesempatan memegang jabatan, dia akan berupaya memperkaya diri dengan segala cara. Jalan pintas yang paling mudah dilakukan adalah mencuri uang rakyat.

Kita tak boleh menyerah untuk terus berupaya melenyapkan budaya korupsi dari bumi pertiwi. Karena korupsi inilah yang telah membuat negara ini susah untuk maju. Bagaimana mau maju kalau uangnya dijarah. Uang yang seharusnya dipakai membangun dan menyejahterakan masyarakat ternyata dicuri dan dinikmati oleh segelintir orang yang tak punya moral.

Ini tugas berat kita semua khususnya aparat hukum. Mereka harus punya komitmen sama untuk serius memberantas korupsi. Selama aparatnya masih juga berani ‘’bermain mata’’ tak mungkin korupsi bisa hilang. Keseriusan hanya bisa ditunjukkan dengan memberikan hukuman setinggi tingginya bagi koruptor, termasuk opsi hukuman mati. Cabut hak politiknya.

Selama koruptor masih diberi angin, pemberantasan korupsi tak akan berhasil. China sangat keras terhadap koruptor sehingga negaranya maju. Orang takut korupsi karena takut dipermalukan dan dihukum mati. Cara lainnya adalah memiskinkan koruptor. Ini cara ampuh karena koruptor takut miskin.

Hal yang tak kalah penting adalah sudah saatnya para pemimpin memberikan teladan tentang kesederhanaan dan kejujuran. Tentu masih banyak cara yang bisa dilakukan seperti mendidik anak jujur sejak dini, termasuk memasukkan pelajaran antikorupsi di sekolah.

Dengan demikian mereka akan tumbuh menjadi generasi unggulan. Lingkungan rumah sangat berperan penting untuk menanamkan nilai-nilai agama sehingga bisa terhindar dari godaan korupsi.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8515 seconds (0.1#10.140)