Tilang Elektronik
A
A
A
Pelaksanaan tilangelektronik (E-TLE/electronic traffic law enforcement)segera diujicobakan dan disosialisasi di Jakarta pada Oktober mendatang. Sudah sepantasnya kita semua mendukung kebijakan tersebut demi terciptanya Ibu Kota yang modern, tertib, aman, dan nyaman.
Jakarta memang sudah mendesak untuk segera diterapkan E-TLE. Ada sejumlah alasan yang mendasarinya. Pertama, dari segi infrastruktur Jakarta sudah sangat siap bagi pelaksanaan tilang elektronik tersebut. Kedua, Jakarta sebagai etalase atau barometer Indonesia sudah sepantasnya menjadi contoh positif bagi kota modern. Indonesia sudah waktunya mencontoh kota-kota modern di dunia untuk menerapkan E-TLE. Di era globalisasi, E-TLE sudah tak bisa terhindarkan karena tuntutan zaman dan perkembangan teknologi yang begitu cepat.
Ketiga, untuk menjadikan Jakarta sebagai kota tertib berlalu lintas. Sebab tingkat disiplin warga Jakarta tergolong sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari angka pelanggaran lalu lintas yang terus meningkat. Misalnya, data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menunjukkanjumlah kendaraan yang ditilang oleh polisi tahun 2017 sebanyak 55.447 atau naik sekitar 50% dari jumlah tahun 2016 yang sebanyak 37.065.E-TLE ini akan memaksa masyarakat untuk tertib berlalu lintas dan berdisiplin.
Keempat, angka kecelakaan di Jakarta juga masih tergolong tinggi, bahkan terus meningkat. Merujuk pada data, kecelakaan lalu lintas periode Januari sampai dengan Mei 2018 menunjukkan kenaikan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Pada 2017 angka kecelakaan berjumlah 2.230 kasus, sedangkan pada 2018 berjumlah 2.387 kasus.E-TLE secara tidak langsung juga dipercaya bisa menekan angka kecelakaan lalu lintas melalui disiplin berlalu lintas. Seperti kita tahu, kecelakaan itu lebih banyak disebabkan rendahnya disiplin lalu lintas.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah dengan E-TLE kita bisa menghemat aparat kepolisian yang diterjunkan ke lapangan. Mereka bisa dialihkan ke tempat-tempat yang lebih penting. Selain itu E-TLE juga sangat efektif dalam meminimalkan potensi terjadinya main mata antara petugas dan pelanggar lalu lintas sehingga denda tilang tidak bocor karena langsung masuk ke kas negara.
Dengan berbagai faktor di atas sudah cukup alasan bagi pelaksanaan E-TLE di Jakarta. Apalagi kebijakan ini juga sudah memiliki payung hukum yang cukup mulai dari UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan hingga aturan turunannya seperti Perda No 5 Tahun 2014 tentang Transportasi dan Pergub No 270 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan.
Memang masih ada sejumlah tantangan. misalnya tentang siapa yang harus membayar denda pemilik mobil atau pengemudi yang melanggar. Masih banyaknya kendaraan yang belum balik nama juga akan menjadi masalah saat penagihan denda. Tantangan paling besar adalah bagaimana mengubah pandangan masyarakat yang berkeyakinan E-TLE lebih rumit. Padahal E-TLE nanti dipastikan akan lebih efektif karena tak perlu lagi datang ke persidangan dan antre membayar denda tilang. Dengan E-TLE, pelanggar tinggal membayar denda lewat ATM, m-banking atau datang ke bank yang ditunjuk. Begitu simpel.
Namun berbagai tantangan itu jangan sampai menghalangi pelaksanaan uji coba E-TLE. Karena tantangan tersebut akan teratasi seiring dengan berjalannya E-TLE. Kita jangan alergi dengan kebijakan baru, apalagi tujuannya baik. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana seluruh aparat melakukan sosialisasi yang masif sehingga pesan positif E-TLE diterima dengan baik oleh masyarakat.
Bulan depan E-TLE akan diujicobakan di Jalan Sudirman–Thamrin khusus untuk pelat B. berbagai perangkat pendukung sudah siap, termasuk pemasangan sedikitnya 4 CCTV di lokasi-lokasi strategis. Karena itu seluruh stakeholder harus bersinergi agar kebijakan tersebut bisa berjalan dengan baik.
Kesuksesan E-TLE di Jakarta bisa menjadi contoh bagi pelaksanaan model serupa di kota besar lain seperti Bandung, Surabaya, Semarang. Sudah saatnya Jakarta menjadi kota modern berbasis teknologi yang dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan berlalu lintas.
Jakarta memang sudah mendesak untuk segera diterapkan E-TLE. Ada sejumlah alasan yang mendasarinya. Pertama, dari segi infrastruktur Jakarta sudah sangat siap bagi pelaksanaan tilang elektronik tersebut. Kedua, Jakarta sebagai etalase atau barometer Indonesia sudah sepantasnya menjadi contoh positif bagi kota modern. Indonesia sudah waktunya mencontoh kota-kota modern di dunia untuk menerapkan E-TLE. Di era globalisasi, E-TLE sudah tak bisa terhindarkan karena tuntutan zaman dan perkembangan teknologi yang begitu cepat.
Ketiga, untuk menjadikan Jakarta sebagai kota tertib berlalu lintas. Sebab tingkat disiplin warga Jakarta tergolong sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari angka pelanggaran lalu lintas yang terus meningkat. Misalnya, data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menunjukkanjumlah kendaraan yang ditilang oleh polisi tahun 2017 sebanyak 55.447 atau naik sekitar 50% dari jumlah tahun 2016 yang sebanyak 37.065.E-TLE ini akan memaksa masyarakat untuk tertib berlalu lintas dan berdisiplin.
Keempat, angka kecelakaan di Jakarta juga masih tergolong tinggi, bahkan terus meningkat. Merujuk pada data, kecelakaan lalu lintas periode Januari sampai dengan Mei 2018 menunjukkan kenaikan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Pada 2017 angka kecelakaan berjumlah 2.230 kasus, sedangkan pada 2018 berjumlah 2.387 kasus.E-TLE secara tidak langsung juga dipercaya bisa menekan angka kecelakaan lalu lintas melalui disiplin berlalu lintas. Seperti kita tahu, kecelakaan itu lebih banyak disebabkan rendahnya disiplin lalu lintas.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah dengan E-TLE kita bisa menghemat aparat kepolisian yang diterjunkan ke lapangan. Mereka bisa dialihkan ke tempat-tempat yang lebih penting. Selain itu E-TLE juga sangat efektif dalam meminimalkan potensi terjadinya main mata antara petugas dan pelanggar lalu lintas sehingga denda tilang tidak bocor karena langsung masuk ke kas negara.
Dengan berbagai faktor di atas sudah cukup alasan bagi pelaksanaan E-TLE di Jakarta. Apalagi kebijakan ini juga sudah memiliki payung hukum yang cukup mulai dari UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan hingga aturan turunannya seperti Perda No 5 Tahun 2014 tentang Transportasi dan Pergub No 270 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan.
Memang masih ada sejumlah tantangan. misalnya tentang siapa yang harus membayar denda pemilik mobil atau pengemudi yang melanggar. Masih banyaknya kendaraan yang belum balik nama juga akan menjadi masalah saat penagihan denda. Tantangan paling besar adalah bagaimana mengubah pandangan masyarakat yang berkeyakinan E-TLE lebih rumit. Padahal E-TLE nanti dipastikan akan lebih efektif karena tak perlu lagi datang ke persidangan dan antre membayar denda tilang. Dengan E-TLE, pelanggar tinggal membayar denda lewat ATM, m-banking atau datang ke bank yang ditunjuk. Begitu simpel.
Namun berbagai tantangan itu jangan sampai menghalangi pelaksanaan uji coba E-TLE. Karena tantangan tersebut akan teratasi seiring dengan berjalannya E-TLE. Kita jangan alergi dengan kebijakan baru, apalagi tujuannya baik. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana seluruh aparat melakukan sosialisasi yang masif sehingga pesan positif E-TLE diterima dengan baik oleh masyarakat.
Bulan depan E-TLE akan diujicobakan di Jalan Sudirman–Thamrin khusus untuk pelat B. berbagai perangkat pendukung sudah siap, termasuk pemasangan sedikitnya 4 CCTV di lokasi-lokasi strategis. Karena itu seluruh stakeholder harus bersinergi agar kebijakan tersebut bisa berjalan dengan baik.
Kesuksesan E-TLE di Jakarta bisa menjadi contoh bagi pelaksanaan model serupa di kota besar lain seperti Bandung, Surabaya, Semarang. Sudah saatnya Jakarta menjadi kota modern berbasis teknologi yang dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan berlalu lintas.
(pur)