Akhir Cerita Proyek Reklamasi
A
A
A
Polemik panjang mengenai proyek pulau reklamasi di Teluk Jakarta akhirnya mencapai titik akhir. Kemarin Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi mengumumkan pencabutan izin seluruh pulau yang terdapat di kawasan pantai utara Jakarta tersebut.
Pencabutan izin tertuang dalam dua keputusan gubernur dan lima surat gubernur yang dibacakan Anies melalui konferensi pers di Balai Kota, Jakarta, kemarin. Dengan dicabutnya izin, berarti Pemprov DKI telah menyetop secara permanen proyek reklamasi yang terdiri atas 13 pulau tersebut. Sebelumnya ada 17 pulau yang direncanakan akan dibangun dengan cara menimbun laut.
Tanda-tanda proyek reklamasi ini akan dihentikan oleh Pemprov DKI sebenarnya sudah terlihat sebelumnya. Anies pada Juni 2018 telah menyegel Pulau D berikut 932 bangunan di tempat itu karena persoalan izin.
Bahkan jika ditarik mundur lebih ke belakang, aroma penghentian proyek reklamasi ini sudah tercium tatkala Anies tampil sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta. Salah satu janji kampanye Anies waktu itu adalah menghentikan proyek reklamasi karena dinilai melanggar aturan.
Namun pencabutan izin tidak serta-merta dilakukan. Beberapa saat setelah resmi dilantik sebagai gubernur Ibu Kota menggantikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Anies terlebih dulu menerbitkan Pergub Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP) Pantai Utara Jakarta.
Pergub itu ditetapkan pada 4 Juni 2018. Badan ini bertujuan melakukan verifikasi detail terhadap izin prinsip seluruh pulau yang dikeluarkan pemerintahan sebelumnya. Setelah badan ini bekerja, beberapa waktu diperoleh kesimpulan bahwa terjadi pelanggaran dalam penerbitan izin terhadap pulau-pulau buatan tersebut.
Dari verifikasi-verifikasi itu pula terbukti bahwa kewajiban-kewajiban perizinan yang dipersyaratkan tidak dipenuhi, contohnya desain, amdal. Sampai proses verifikasi dilakukan izin prinsip dibiarkan vakum oleh pemegang izin. Disebutkan pula kemarin bahwa proyek reklamasi pantai utara Jakarta tidak masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI.
Kewibawaan negara menjadi alasan Anies untuk menghentikan proyek berbiaya tersebut. Dalam pandangannya, negara tidak boleh kendur, apalagi takluk dengan membiarkan pembangunan dilakukan tanpa izin yang benar.
Pertanyaannya sekarang bagaimana nasib pulau-pulau yang terlanjur jadi termasuk bangunan di atasnya setelah proyek reklamasi disetop? Menjawab pertanyaan tersebut Anies yang juga mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) mengatakan bahwa pulau tersebut akan digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Memang mengenai detail pemanfaatannya nanti sejauh ini belum ada gambaran atau bentuk konkretnya. Bagi pulau yang telanjur terbangun sedang dilakukan monitoring mengenai dampaknya terhadap pantai utara.
Pemprov DKI menurut Anies tetap mendukung pengembangan ekonomi dan pelaku properti. Namun juga sekaligus memastikan pengelolaan tata ruang dan pemanfaatannya, menghargai aspek lingkungan hidup dan pemberdayaan pesisir.
Lantas apakah akan ada babak selanjutnya dari polemik reklamasi ini? Masih perlu dilihat seperti apa langkah yang akan dilakukan pihak-pihak yang terkait dengan proyek tersebut, terutama kalangan pengembang selaku investor. Yang pasti Anies mengaku siap menghadapi gugatan.
Namun poin penting dari penghentian permanen proyek reklamasi ini adalah sinyal kuat adanya masalah dalam proyek itu. Apalagi sejak awal memang disinyalir ada semacam tindakan yang mengabaikan hukum.
Dugaan pelanggaran hukum ini kerap disuarakan perwakilan masyarakat ataupun aktivis lingkungan hidup namun sejauh ini belum ada respons memadai dari aparat hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apakah penghentian permanen proyek ini akan menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan pengusutan, masih perlu ditunggu.
Pencabutan izin tertuang dalam dua keputusan gubernur dan lima surat gubernur yang dibacakan Anies melalui konferensi pers di Balai Kota, Jakarta, kemarin. Dengan dicabutnya izin, berarti Pemprov DKI telah menyetop secara permanen proyek reklamasi yang terdiri atas 13 pulau tersebut. Sebelumnya ada 17 pulau yang direncanakan akan dibangun dengan cara menimbun laut.
Tanda-tanda proyek reklamasi ini akan dihentikan oleh Pemprov DKI sebenarnya sudah terlihat sebelumnya. Anies pada Juni 2018 telah menyegel Pulau D berikut 932 bangunan di tempat itu karena persoalan izin.
Bahkan jika ditarik mundur lebih ke belakang, aroma penghentian proyek reklamasi ini sudah tercium tatkala Anies tampil sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta. Salah satu janji kampanye Anies waktu itu adalah menghentikan proyek reklamasi karena dinilai melanggar aturan.
Namun pencabutan izin tidak serta-merta dilakukan. Beberapa saat setelah resmi dilantik sebagai gubernur Ibu Kota menggantikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Anies terlebih dulu menerbitkan Pergub Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP) Pantai Utara Jakarta.
Pergub itu ditetapkan pada 4 Juni 2018. Badan ini bertujuan melakukan verifikasi detail terhadap izin prinsip seluruh pulau yang dikeluarkan pemerintahan sebelumnya. Setelah badan ini bekerja, beberapa waktu diperoleh kesimpulan bahwa terjadi pelanggaran dalam penerbitan izin terhadap pulau-pulau buatan tersebut.
Dari verifikasi-verifikasi itu pula terbukti bahwa kewajiban-kewajiban perizinan yang dipersyaratkan tidak dipenuhi, contohnya desain, amdal. Sampai proses verifikasi dilakukan izin prinsip dibiarkan vakum oleh pemegang izin. Disebutkan pula kemarin bahwa proyek reklamasi pantai utara Jakarta tidak masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI.
Kewibawaan negara menjadi alasan Anies untuk menghentikan proyek berbiaya tersebut. Dalam pandangannya, negara tidak boleh kendur, apalagi takluk dengan membiarkan pembangunan dilakukan tanpa izin yang benar.
Pertanyaannya sekarang bagaimana nasib pulau-pulau yang terlanjur jadi termasuk bangunan di atasnya setelah proyek reklamasi disetop? Menjawab pertanyaan tersebut Anies yang juga mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) mengatakan bahwa pulau tersebut akan digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Memang mengenai detail pemanfaatannya nanti sejauh ini belum ada gambaran atau bentuk konkretnya. Bagi pulau yang telanjur terbangun sedang dilakukan monitoring mengenai dampaknya terhadap pantai utara.
Pemprov DKI menurut Anies tetap mendukung pengembangan ekonomi dan pelaku properti. Namun juga sekaligus memastikan pengelolaan tata ruang dan pemanfaatannya, menghargai aspek lingkungan hidup dan pemberdayaan pesisir.
Lantas apakah akan ada babak selanjutnya dari polemik reklamasi ini? Masih perlu dilihat seperti apa langkah yang akan dilakukan pihak-pihak yang terkait dengan proyek tersebut, terutama kalangan pengembang selaku investor. Yang pasti Anies mengaku siap menghadapi gugatan.
Namun poin penting dari penghentian permanen proyek reklamasi ini adalah sinyal kuat adanya masalah dalam proyek itu. Apalagi sejak awal memang disinyalir ada semacam tindakan yang mengabaikan hukum.
Dugaan pelanggaran hukum ini kerap disuarakan perwakilan masyarakat ataupun aktivis lingkungan hidup namun sejauh ini belum ada respons memadai dari aparat hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apakah penghentian permanen proyek ini akan menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan pengusutan, masih perlu ditunggu.
(nag)