Penyelenggara Haji dan Umrah Gelar Musyawarah Kerja di Bandung

Selasa, 25 September 2018 - 13:14 WIB
Penyelenggara Haji dan Umrah Gelar Musyawarah Kerja di Bandung
Penyelenggara Haji dan Umrah Gelar Musyawarah Kerja di Bandung
A A A
JAKARTA - Direktur Bina (Dirbina) Haji dan Umrah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Arfi Hatim meresmikan pembukaan Musyawarah Kerja (Muker) Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) tahun 1440 H/2018 M.

Pembukaan acara yang bertema Mengantisipasi dan Memenangi Masa Depan itu digelar di Intercontinental Hotel, Bandung, Jawa Barat Senin 24 September 2018 malam.

Arfi yang datang mewakili Dirjen PHU Nizar Ali itu berharap agar Muker Himpuh menghasilkan rekomendasi dan masukan konstruktif, inovatif, untuk perbaikkan penyelenggaraan ibadah haji khusus dan umrah ke depan.

”Hasil-hasil Muker ini, baik haji khusus maupun umrah nanti disampaikan kepada kami Ditjen PHU, kita akan bahas bersama-sama pada saat evaluasi penyelenggaraan haji bersama para asosiasi yang ada. Apa yang perlu kita akomodir, setelah musyawarah, ya kita akomodir untuk perbaikkan,” ujar Arfi usai membuka Muker Himpuh.

Menanggapi aturan yang mengharuskan jamaah umrah melakukan rekam biometrik (sidik jari dan retina mata) untuk mendapatkan visa umrah dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta, Arfi mengatakan Kemenag dalam hal ini Ditjen PHU belum mendapatkan laporan maupun tembusan, baik dari pihak Kedutaan Besar Arab Saudi mau pun pihak VFS Tasheel selaku pelaksana ketentuan tersebut.
“Saya tidak mengatakan hal itu ilegal. Hanya, sampai saat ini belum ada yang melaporkan adanya peraturan tersebut kepada kami di Kemenag, baik dari Kedutaan Besar Arab Saudi maupun dari Kementerian Luar Negeri kita,” tutur Arfi.

Jika suatu saat nanti ada tembusan atau laporan ke Kemenag, Arfi mengatakan pihaknya akan melakuan sikronisasikan dengan aturan di Kemenag.

“Kalau memang sudah ada, itu kan mandatori jadinya, kita akan lihat bagaimana nanti kita bicara teknisnya. Akan kita sinkronkan dengan aturan kita. Kita sesuaikan regulasi kita," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Himpuh, Baluki Ahmad tidak terlalu mempersoalkan hal itu. Hanya dia tak ingin penerapan aturan baru yang akan mulai diberlakukan pada 24 Oktober 2018 itu dimanfaatkan oleh pihak tertentu dalam mencari keuntungan.

“Selaku asosiasi kami menolak, tapi dengan catatan kalau VFS Tasheel itu tidak merupakan mandatori Kerajaan Arab Saudi. Namun, jika hal itu benar mandatori dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi maka mekanismenya harus diselesaikan dengan baik, karena yang diterapkan sekarang ini sangat memberatkan dan merugikan calon jamaah jika biometrik itu nantinya akan dilakukan di ibu kota provinsi,” terangnya.

Jika itu benar legalitas dan resmi dari Kerajaan Arab Saudi untuk persyatan pengajuan visa, maka Baluki mengusulkan, hal itu dilakukan di embarkasi umrah saja dan bukan sebagai persyaratan pengajuan visa.

Karena, lanjut dia, hanya ada enam embarkasi provinsi keberangkatan umrah. “Jika alasannya karena antrean panjang hingga dua jam lamanya saat pemeriksaan di Imigrasi Jeddah atau Madinah, kami lebih memilih antrean dua jam tersebut, ketimbang memakan waktu berhari-hari saat pengurusan di ibu kota provinsi," katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.5929 seconds (0.1#10.140)