KPU: Format Debat Pilpres Perlu Disetujui Dua Paslon
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan dalam menentukan pola dan format debat capres dan cawapres seluruh rangkaiannya perlu disetujui oleh dua belah pihak.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tantowi menyatakan pihaknya akan melibatkan seluruh pihak dalam menyusun format tersebut. "Jadi tetap kita akan diskusikan, itu masih agak panjang. Kita enggak usah buru-buru soal itu,"ucapnya di Gedung DPR, Senin (24/9/2018).
Menurutnyak, banyak variabel format yang harus disepakati mulai dari durasi, jumlah segmen, moderator, narasumber, dan panelis dalam debat tersebut. "Format tak bisa ditentukan satu pihak. Harus berdasarkan kesepakatan dua belah pihak," ungkapnya.
Begitupun dengan Ketua KPU Arief Budiman yang mengatakan agenda debat bagi kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di gelaran Pemilu 2019 sebanyak lima kali. Dari lima kali gelaran debat tersebut, tiga kali akan dilakukan khusus untuk para capres dan 2 kali untuk cawapres.
Dia menjelaskan hal tersebut mirip dengan rangkaian debat di pemilu 2014 yang lalu. Meski demikian, KPU belum memutuskan secara resmi.
"Rencananya lima kali. Sama persis seperti di Pemilu 2014. Mungkin debatnya itu di 2019, Januari satu kali, Februari satu kali, Maret satu kali, gitu misalnya. Kemudian nanti April kita bikin dua kali, tiga kali gitu. Karena debat itu sebenarnya juga bagian dari sosialisasi kepada pemilih. Tapi itu masih rencana belum ditetapkan," ungkapnya.
Ubaid memastikan debat akan menggunakan Bahasa Indonesia. Pasalnya, debat yang merupakan sarana sosialisasi secara prinsip ditujukan untuk masyarakat Indonesia. Menurutnya, bahasa yang dipakai dalam debat tidak perlu dijadikan polemik yang berkelanjutan.
"Debat pakai Bahasa Indonesia, kan debat itu yang menyaksikan dan untuk siapa? Masyarakat Indonesia kan. Jadi kalau itu sudah jangan diperdebatkan," jelasnya .
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tantowi menyatakan pihaknya akan melibatkan seluruh pihak dalam menyusun format tersebut. "Jadi tetap kita akan diskusikan, itu masih agak panjang. Kita enggak usah buru-buru soal itu,"ucapnya di Gedung DPR, Senin (24/9/2018).
Menurutnyak, banyak variabel format yang harus disepakati mulai dari durasi, jumlah segmen, moderator, narasumber, dan panelis dalam debat tersebut. "Format tak bisa ditentukan satu pihak. Harus berdasarkan kesepakatan dua belah pihak," ungkapnya.
Begitupun dengan Ketua KPU Arief Budiman yang mengatakan agenda debat bagi kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di gelaran Pemilu 2019 sebanyak lima kali. Dari lima kali gelaran debat tersebut, tiga kali akan dilakukan khusus untuk para capres dan 2 kali untuk cawapres.
Dia menjelaskan hal tersebut mirip dengan rangkaian debat di pemilu 2014 yang lalu. Meski demikian, KPU belum memutuskan secara resmi.
"Rencananya lima kali. Sama persis seperti di Pemilu 2014. Mungkin debatnya itu di 2019, Januari satu kali, Februari satu kali, Maret satu kali, gitu misalnya. Kemudian nanti April kita bikin dua kali, tiga kali gitu. Karena debat itu sebenarnya juga bagian dari sosialisasi kepada pemilih. Tapi itu masih rencana belum ditetapkan," ungkapnya.
Ubaid memastikan debat akan menggunakan Bahasa Indonesia. Pasalnya, debat yang merupakan sarana sosialisasi secara prinsip ditujukan untuk masyarakat Indonesia. Menurutnya, bahasa yang dipakai dalam debat tidak perlu dijadikan polemik yang berkelanjutan.
"Debat pakai Bahasa Indonesia, kan debat itu yang menyaksikan dan untuk siapa? Masyarakat Indonesia kan. Jadi kalau itu sudah jangan diperdebatkan," jelasnya .
(pur)