PPP Gelar Pelatihan Cara Membaca Kitab Kuning di Seluruh Indonesia
A
A
A
JAKARTA - PPP bekerja sama dengan Al-Mualliim Center menggelar Training of Trainer (TOT) Cara Cepat Baca Kitab Kuning Metode Muallim di 39 daerah seluruh Indonesia. Metode Mualllim ini terbukti mampu membuat santri lebih cepat membaca kitab klasik (kitab kuning).
Metode ini lebih menekankan pada pemahaman dibanding menghafal bait kaidah tata bahasa Arab (nahwu dan shorrof). “Setelah menguasai Metode Muallim ini para peserta TOT akan kembali ke pesantren dan lembaga pendidikannya untuk mengajarkan metode ini. Sehingga semakin banyak umat Islam yang bisa memahami kitab kuning yang tak berharakat dengan mudah,” kata Ketua Umum PPP, M Romahurmuziy (Rommy) dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (21/9/2108)
Pelatihan di setiap daerah ini akan diikuti ratusan peserta. Untuk pertama kali, TOT digelar di Jakarta mulai hari ini, Jumat (21/9/2108). Satu angkatan, pelatihan berlangsung selama tiga hari.
Menurut penemu Metode Muallim, KH Dawam Mu'allim bin Kunadi as-Sarangi, metode disusun sejak 2007 di Pesantren al-Ma'rifah Kota Bontang-Kalimantan Timur. Kala itu ia mendapati banyak santri yang mengeluh beratnya belajar tata bahasa arab (nahwu dan shorrof) dari sejumlah kitab yang ada. Sehingga ia menciptakan metode yang lebih praktis untuk cepat baca kitab kuning.
“Metode ini lebih menekankan pada pemahaman, daripada menghafal nadhom. Metode disusun secara komprehensif mengumpulkan semua bab di dalam ilmu shorof dan nahwu beserta awaamil, dilengkapi dengan mufrodat (kosa kata), dan latihan i'rob,” kata KH Dawam.
Pada 2017, metode Muallim mengalami banyak peyempurnaan. Terutama setelah Muallim Center mengajarkannya di berbagai daerah di Nusantara, mulai dari Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan lainnya.
Ketua Penyelenggara Pelatihan, Syarifuddin menyebut bahwa TOT ini digelar salah satunya agar umat bisa langsung merujuk pada sumber kitab saat membahas tentang ajaran Islam. “Saat ini banyak orang belajar Islam melalui media sosial dan Google. Akibatnya, mereka hanya memiliki satu prespektif tentang ajaran Islam dan mudah menyalahkan orang lain yang berpandangan beda. Padahal di tradisi pesantren dan kitab, ulama sudah biasa berbeda pandangan,” kata Syarifuddin.
Metode ini lebih menekankan pada pemahaman dibanding menghafal bait kaidah tata bahasa Arab (nahwu dan shorrof). “Setelah menguasai Metode Muallim ini para peserta TOT akan kembali ke pesantren dan lembaga pendidikannya untuk mengajarkan metode ini. Sehingga semakin banyak umat Islam yang bisa memahami kitab kuning yang tak berharakat dengan mudah,” kata Ketua Umum PPP, M Romahurmuziy (Rommy) dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (21/9/2108)
Pelatihan di setiap daerah ini akan diikuti ratusan peserta. Untuk pertama kali, TOT digelar di Jakarta mulai hari ini, Jumat (21/9/2108). Satu angkatan, pelatihan berlangsung selama tiga hari.
Menurut penemu Metode Muallim, KH Dawam Mu'allim bin Kunadi as-Sarangi, metode disusun sejak 2007 di Pesantren al-Ma'rifah Kota Bontang-Kalimantan Timur. Kala itu ia mendapati banyak santri yang mengeluh beratnya belajar tata bahasa arab (nahwu dan shorrof) dari sejumlah kitab yang ada. Sehingga ia menciptakan metode yang lebih praktis untuk cepat baca kitab kuning.
“Metode ini lebih menekankan pada pemahaman, daripada menghafal nadhom. Metode disusun secara komprehensif mengumpulkan semua bab di dalam ilmu shorof dan nahwu beserta awaamil, dilengkapi dengan mufrodat (kosa kata), dan latihan i'rob,” kata KH Dawam.
Pada 2017, metode Muallim mengalami banyak peyempurnaan. Terutama setelah Muallim Center mengajarkannya di berbagai daerah di Nusantara, mulai dari Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan lainnya.
Ketua Penyelenggara Pelatihan, Syarifuddin menyebut bahwa TOT ini digelar salah satunya agar umat bisa langsung merujuk pada sumber kitab saat membahas tentang ajaran Islam. “Saat ini banyak orang belajar Islam melalui media sosial dan Google. Akibatnya, mereka hanya memiliki satu prespektif tentang ajaran Islam dan mudah menyalahkan orang lain yang berpandangan beda. Padahal di tradisi pesantren dan kitab, ulama sudah biasa berbeda pandangan,” kata Syarifuddin.
(poe)