Indonesia Tuan Rumah Konferensi Islam Dunia
A
A
A
JAKARTA - Indonesia kembali menjadi tuan rumah event dunia. Kali ini, gelaran Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2018. Event yang berlangsung selama tiga hari tersebut akan dilaksanakan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, 17-20 September 2018.
Konferensi ini merupakan pertemuan para ilmuwan dan akademisi studi Islam dalam rangka memecahkan persoalan keislaman terkini. Asia Tenggara merupakan wilayah yang didiami oleh 25% penduduk muslim dunia yang berjumlah 1,6 miliar jiwa. Dengan porsi sebesar itu, maka kawasan tersebut sebenarnya memainkan peran sentral dalam dinamika dunia Islam di muka bumi ini.
"Sidang AICIS diselenggarakan untuk mencari masukan-masukan yang membangun bagi peradaban Islam yang lebih baik bagi dunia," kata Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Arskal Salim di Jakarta pada Kamis, 13 September 2018 kemarin.
Arskal menuturkan, saat ini dunia masih mengalami kesulitan dalam memahami Islam, terutama karena adanya kontradiski antara ajaran Islam dengan perilaku oknum penganutnya. “Kampanye ISIS yang terus menerus melawan kemanusiaan telah membuat citra Islam merosot di mata dunia,” tuturnya, Kamis (13/9/2018).
Di Irak dan Suriah ada kelompok ekstremisme ISIS yang terus-menerus menebar ancaman dan teror ke seluruh penjuru dunia. Hal-hal semacam itu membuat orang Barat mengidentifikasi Islam sebagai agama teror dan kekerasan.
Disebutkannya, seringkali Barat memiliki pandangan bahwa Islam itu direpresentasikan oleh negara-negara Arab yang sedang berkonflik. Mereka mengesampingkan Indonesia serta kawasan Asia Tenggara sebagai kantong muslim terbesar di dunia.
Asia Tenggara sebenarnya dapat menjadi salah satu representasi dunia Islam yang memiliki perbedaan besar dengan Timur Tengah. Kawasan juga menampilkan success story tentang keberhasilan moderasi Islam di tengah tekanan radikalisme yang mengglobal.
Menurut Arskal Salim, negara-negara Islam di Asia Tenggara, terutama Indonesia, banyak melahirkan pemikiran baru dalam hal budaya, sosial, ekonomi, arsitektur, serta pola hubungan antara mayoritas-minoritas yang erat kaitannya dengan Islam. “Kita sangat kaya akan khazanah keislaman yang belum tergali dengan sempurna,” katanya.
Adanya gap antara ajaran Islam dan perilaku penganutnya di berbagai belahan dunia ini menjadi tema sentra sidang AICIS yang mengambil tema “Islam Di Asia Tenggara dan Dunia Global: Teks, Pengetahuan dan Praktik”.
Konferensi ini merupakan pertemuan para ilmuwan dan akademisi studi Islam dalam rangka memecahkan persoalan keislaman terkini. Asia Tenggara merupakan wilayah yang didiami oleh 25% penduduk muslim dunia yang berjumlah 1,6 miliar jiwa. Dengan porsi sebesar itu, maka kawasan tersebut sebenarnya memainkan peran sentral dalam dinamika dunia Islam di muka bumi ini.
"Sidang AICIS diselenggarakan untuk mencari masukan-masukan yang membangun bagi peradaban Islam yang lebih baik bagi dunia," kata Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Arskal Salim di Jakarta pada Kamis, 13 September 2018 kemarin.
Arskal menuturkan, saat ini dunia masih mengalami kesulitan dalam memahami Islam, terutama karena adanya kontradiski antara ajaran Islam dengan perilaku oknum penganutnya. “Kampanye ISIS yang terus menerus melawan kemanusiaan telah membuat citra Islam merosot di mata dunia,” tuturnya, Kamis (13/9/2018).
Di Irak dan Suriah ada kelompok ekstremisme ISIS yang terus-menerus menebar ancaman dan teror ke seluruh penjuru dunia. Hal-hal semacam itu membuat orang Barat mengidentifikasi Islam sebagai agama teror dan kekerasan.
Disebutkannya, seringkali Barat memiliki pandangan bahwa Islam itu direpresentasikan oleh negara-negara Arab yang sedang berkonflik. Mereka mengesampingkan Indonesia serta kawasan Asia Tenggara sebagai kantong muslim terbesar di dunia.
Asia Tenggara sebenarnya dapat menjadi salah satu representasi dunia Islam yang memiliki perbedaan besar dengan Timur Tengah. Kawasan juga menampilkan success story tentang keberhasilan moderasi Islam di tengah tekanan radikalisme yang mengglobal.
Menurut Arskal Salim, negara-negara Islam di Asia Tenggara, terutama Indonesia, banyak melahirkan pemikiran baru dalam hal budaya, sosial, ekonomi, arsitektur, serta pola hubungan antara mayoritas-minoritas yang erat kaitannya dengan Islam. “Kita sangat kaya akan khazanah keislaman yang belum tergali dengan sempurna,” katanya.
Adanya gap antara ajaran Islam dan perilaku penganutnya di berbagai belahan dunia ini menjadi tema sentra sidang AICIS yang mengambil tema “Islam Di Asia Tenggara dan Dunia Global: Teks, Pengetahuan dan Praktik”.
(whb)