DPR Minta Partai Politik Segera PAW Anggota DPRD Malang
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR meminta agar partai politik (parpol) segera melakukan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap 41 anggota DPRD Kota Malang yang sudah berstatus tersangka. Sebanyak 41 anggota DPRD Kota Malang ini menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap APBN-P Pemkot Malang 2015.
Ketua Komisi Pemerintahan Dalam Negeri DPR Zainudin Amali mengatakan, pada kunjungan kerja Komisi II ke Kota Malang beberapa waktu lalu, Penjabat (Pj) Wali Kota Malang sudah mengeluhkan hal ini pascapenangkapan 19 Anggota DPRD. Karena, rapat-rapat di DPRD menjadi tidak kuorum dan pimpinan DPRD pun hanya tersisa satu orang.
“Nah apalagi dengan kondisi ditahan sebanyak 41 orang begitu, praktis DPRD itu kosong. Kalau kosong seperti itu maka tidak ada lagi pembahasan apa-apa. Yang kasihan adalah Pemkot Malang,” kata Amali kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta pada Selasa, 4 September 2018 kemarin.
Amali mengimbau kepada partai politik untuk segera mengisi pergantian antarwaktu (PAW). Kalau ada PAW, maka diharapkan tidak terjadi kekosongan dan DPRD maupun Pemkot Malang tidak vakum. Sehingga, DPRD Kota Malang tetap bisa melakukan rapat dan melakukan pembahasan prioritas.
Terkait diskresi, Amali mengaku belum melihat aturannya. Namun, dia khawatir jika Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Malang diperintahkan untuk membuat rancangan peraturan daerah (raperda), tetap saja raperda itu harus disahkan di DPRD. Tidak bisa eksekutif dalam hal ini Pemkot Malang mengesahkannya secara sepihak.
“Tetapi aturannya tetap harus dibicarakan dengan DPRD. Tidak bisa eksekutif sepihak memutuskan itu tanpa persetujuan DPRD karena pengesahannya lewat paripurna DPRD. Kecuali aturan internal yang tidak melibatkan legislatif di daerah itu bisa saja, mungkin ya, misalnya peraturan wali kota,” ujarnya.
Menurut Amali, diskresi ini sulit dilaksanakan karena terbentur aturan lain seperti Undang-Undang Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dan Tata Tertib Dewan dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari apalagi, jika itu berkaitan dengan pembahasan APBN-P. Untuk itu, dia mendorong kepada partai politik segera mengisi pPAW dari kekosongan yang ada, dan itu harus dilakukan dengan cepat.
“Kalau memang parpol mengajukan ke pimpinan kemudian kalau di daerah itu eksekutif kemudian eksekutif ke KPU, kalau DPRD itu kalau tidak salah ke gubernur. Yang penting KPU-nya menentukan siapa PAW-nya dari yang terkena masalah hukum ini. Kalau itu jalan paling saya memperkirakan paling seminggu prosesnya, kemudian sudah ada pelantikan anggota DPRD yang baru sesuai dengan tupoksinya,” ucapnya.
Ketua Komisi Pemerintahan Dalam Negeri DPR Zainudin Amali mengatakan, pada kunjungan kerja Komisi II ke Kota Malang beberapa waktu lalu, Penjabat (Pj) Wali Kota Malang sudah mengeluhkan hal ini pascapenangkapan 19 Anggota DPRD. Karena, rapat-rapat di DPRD menjadi tidak kuorum dan pimpinan DPRD pun hanya tersisa satu orang.
“Nah apalagi dengan kondisi ditahan sebanyak 41 orang begitu, praktis DPRD itu kosong. Kalau kosong seperti itu maka tidak ada lagi pembahasan apa-apa. Yang kasihan adalah Pemkot Malang,” kata Amali kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta pada Selasa, 4 September 2018 kemarin.
Amali mengimbau kepada partai politik untuk segera mengisi pergantian antarwaktu (PAW). Kalau ada PAW, maka diharapkan tidak terjadi kekosongan dan DPRD maupun Pemkot Malang tidak vakum. Sehingga, DPRD Kota Malang tetap bisa melakukan rapat dan melakukan pembahasan prioritas.
Terkait diskresi, Amali mengaku belum melihat aturannya. Namun, dia khawatir jika Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Malang diperintahkan untuk membuat rancangan peraturan daerah (raperda), tetap saja raperda itu harus disahkan di DPRD. Tidak bisa eksekutif dalam hal ini Pemkot Malang mengesahkannya secara sepihak.
“Tetapi aturannya tetap harus dibicarakan dengan DPRD. Tidak bisa eksekutif sepihak memutuskan itu tanpa persetujuan DPRD karena pengesahannya lewat paripurna DPRD. Kecuali aturan internal yang tidak melibatkan legislatif di daerah itu bisa saja, mungkin ya, misalnya peraturan wali kota,” ujarnya.
Menurut Amali, diskresi ini sulit dilaksanakan karena terbentur aturan lain seperti Undang-Undang Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dan Tata Tertib Dewan dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari apalagi, jika itu berkaitan dengan pembahasan APBN-P. Untuk itu, dia mendorong kepada partai politik segera mengisi pPAW dari kekosongan yang ada, dan itu harus dilakukan dengan cepat.
“Kalau memang parpol mengajukan ke pimpinan kemudian kalau di daerah itu eksekutif kemudian eksekutif ke KPU, kalau DPRD itu kalau tidak salah ke gubernur. Yang penting KPU-nya menentukan siapa PAW-nya dari yang terkena masalah hukum ini. Kalau itu jalan paling saya memperkirakan paling seminggu prosesnya, kemudian sudah ada pelantikan anggota DPRD yang baru sesuai dengan tupoksinya,” ucapnya.
(whb)