Survei: Kinerja Rendah, Rapor DPR-DPD Masih Tetap Merah
A
A
A
JAKARTA - Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama ini dinilai masih sangat rendah. Rapor merah DPR selain faktor kinerja, juga dipicu kasus korupsi yang melibatkan mantan pimpinan DPR Setya Novanto dan sejumlah anggotanya.
Hasil survei yang dilakukan Charta Politica, empat lembaga dengan tingkat kepercayaan publik yakni TNI dengan penilaian 73,5, disusul Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 73,4, Lembaga Kepresidenan sebesar 68,5, dan Polri 50,4.
Sedangkan partai politik (parpol) mendapatkan penilaian terendah yakni 32,5, disusul DPD 37,5, Mahkamah Agung (MA) 46,5, dan DPR 49,2. Namun, jika dibandingkan dengan tingkat ketidakpercayaan publik, penilaian terhadap DPR masih cukup baik karena tingkat ketidakpercayaan publik hanya 44,1.
"Tingkat kepercayaan publik masih lebih tinggi dari tingkat ketidakpercayaannya, 49 banding 44, jadi agak berimbang. Tapi kalau kita rangking, rapornya masih 5. Artinya persepsi publik rapor masih merah. Tapi ada optimisme karena fungsi pengawasan DPR dinilai masih cukup bagus," ujar Manager Riset Charta Politica Muslimin Tanja saat merilis hasil survei bertajuk "DPR Terima Rapor: Survei Persepsi Publik Mengenai Kinerja DPR RI" di Jakarta, kemarin.
Dari sisi fungsi DPR, fungsi pengawasan dinilai paling baik dibanding fungsi legislasi dan penganggaran. "Ini mungkin karena di DPR sendiri kan terpecah antara kubu pemerintah dan oposisi. Dan pihak oposisi sering mengkritik pemerintah yang diwakili Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Popularitas dua orang ini sangat tinggi mengalahkan ketua DPR sendiri, meski dapat stempel pengkritik," tuturnya.
Namun yang menarik, ketika publik ditanya apa fungsi utama DPR, sebagian besar menilai fungsi utama DPR adalah legislasi sebesar 52%. "Nah, PR (pekerjaan rumah) dalam penyelesaian undang-undang masih tinggi," katanya.
Muslimin mengatakan, problem yang membuat penilaian publik rendah terhadap kinerja DPR adalah konflik internal. Mulai dari tarik menarik kepemimpinan sejak awal hingga akhirnya terpilih nama Setyo Novanto. "Pemimpin DPR saja sampai berganti tiga kali.
Kemudian anggota dewan juga banyak yang kena kasus korupsi, dan publik mengikuti itu sehingga citra negatif yang ditonjolkan DPR dibanding kinerjanya," katanya.
Memasuki tahun politik dimana anggota DPR akan disibukkan dengan urusan-urusan politik seperti pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, Muslimin mengatakan bahwa delapan bulan kedepan, DPR harus berhati-hati betul, apakah mereka bisa menyelesaikan undang-undang, atau malah hanya akan sibuk mengurus daerah pemilihan masing-masing."Saat ini sebenarnya penilaian publik agak bagus, naik rangking sedikit dari tahun sebelumnya. Sebelumnya tingkat kepercayaan publik lebih rendah dari ketidakpercayaan. Kalau sekarang terbalik, walaupun hanya sedikit," tuturnya.
Survei tersebut dilakukan melalui wawancara telepon dengan jumlah responden 800 orang yang tersebar di delapan kota besar yakni Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Medan, Makassar, Palembang, dan Bandung. Survei dilakukan pada 23-26 Agustus 2018 dengan margin of error 3,46 dan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil survei yang dilakukan Charta Politica, empat lembaga dengan tingkat kepercayaan publik yakni TNI dengan penilaian 73,5, disusul Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 73,4, Lembaga Kepresidenan sebesar 68,5, dan Polri 50,4.
Sedangkan partai politik (parpol) mendapatkan penilaian terendah yakni 32,5, disusul DPD 37,5, Mahkamah Agung (MA) 46,5, dan DPR 49,2. Namun, jika dibandingkan dengan tingkat ketidakpercayaan publik, penilaian terhadap DPR masih cukup baik karena tingkat ketidakpercayaan publik hanya 44,1.
"Tingkat kepercayaan publik masih lebih tinggi dari tingkat ketidakpercayaannya, 49 banding 44, jadi agak berimbang. Tapi kalau kita rangking, rapornya masih 5. Artinya persepsi publik rapor masih merah. Tapi ada optimisme karena fungsi pengawasan DPR dinilai masih cukup bagus," ujar Manager Riset Charta Politica Muslimin Tanja saat merilis hasil survei bertajuk "DPR Terima Rapor: Survei Persepsi Publik Mengenai Kinerja DPR RI" di Jakarta, kemarin.
Dari sisi fungsi DPR, fungsi pengawasan dinilai paling baik dibanding fungsi legislasi dan penganggaran. "Ini mungkin karena di DPR sendiri kan terpecah antara kubu pemerintah dan oposisi. Dan pihak oposisi sering mengkritik pemerintah yang diwakili Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Popularitas dua orang ini sangat tinggi mengalahkan ketua DPR sendiri, meski dapat stempel pengkritik," tuturnya.
Namun yang menarik, ketika publik ditanya apa fungsi utama DPR, sebagian besar menilai fungsi utama DPR adalah legislasi sebesar 52%. "Nah, PR (pekerjaan rumah) dalam penyelesaian undang-undang masih tinggi," katanya.
Muslimin mengatakan, problem yang membuat penilaian publik rendah terhadap kinerja DPR adalah konflik internal. Mulai dari tarik menarik kepemimpinan sejak awal hingga akhirnya terpilih nama Setyo Novanto. "Pemimpin DPR saja sampai berganti tiga kali.
Kemudian anggota dewan juga banyak yang kena kasus korupsi, dan publik mengikuti itu sehingga citra negatif yang ditonjolkan DPR dibanding kinerjanya," katanya.
Memasuki tahun politik dimana anggota DPR akan disibukkan dengan urusan-urusan politik seperti pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, Muslimin mengatakan bahwa delapan bulan kedepan, DPR harus berhati-hati betul, apakah mereka bisa menyelesaikan undang-undang, atau malah hanya akan sibuk mengurus daerah pemilihan masing-masing."Saat ini sebenarnya penilaian publik agak bagus, naik rangking sedikit dari tahun sebelumnya. Sebelumnya tingkat kepercayaan publik lebih rendah dari ketidakpercayaan. Kalau sekarang terbalik, walaupun hanya sedikit," tuturnya.
Survei tersebut dilakukan melalui wawancara telepon dengan jumlah responden 800 orang yang tersebar di delapan kota besar yakni Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Medan, Makassar, Palembang, dan Bandung. Survei dilakukan pada 23-26 Agustus 2018 dengan margin of error 3,46 dan tingkat kepercayaan 95%.
(pur)