Persiapan sebelum Menikah Cegah Risiko Lahirkan Bayi Stunting
A
A
A
YOGYAKARTA - Masalah gizi kronis akibat kekurangan asupan gizi dalam waktu lama atau stunting terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga anak usia dua tahun.
Diketahui, sekitar 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting. Pada 2012, Pemerintah Indonesia merancang dua kerangka besar penanganan stunting, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Intervensi gizi spesifik ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan berkontribusi sekitar 30% penurunan stunting.Kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan dengan sasaran intervensi dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita.
Dewan Pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Fasli Jalal menjelaskan, 1.000 hari pertama kehidupan merupakan periode tumbuh kembang anak.Oleh karena itu, lanjut Fasli, perlu ada persiapan sebelum kehamilan. "Di Indonesia dan di banyak negara, persiapan calon pengantin sangat penting. Misalnya meastikan tidak menderita anemia, tidak kurang gizi. Kemudian begitu hamil, semua komponen yang memastikan tumbuh kembang janin pada waktu hamil itu diberikan," kata Fasli saat acara Temu Regional Pembangunan Keluarga yang digelar Badan Koordinasi Keluarga Bencana Nasional (BKKBN), di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat 24 Agustus 2018.
Menurut dia, penting untuk mengetahui ciri-ciri stunting. Salah satunya, panjang tubuh bayi. Jangan sampai anak lahir di bawah panjang 48 cm dan beratnya di bawah 2,5 kilogram.
Dia mengatakan, anak-anak yang terkena stunting masih memiliki harapan untuk kembali normal. Untuk itu perlu dilakukan deteksi dan diintervensi sedini mungkin.
"Tuhan Maha Adil ketika sel otaknya (anak stunting-red) yang tersisa itu kita manfaatkan karena itu pengasuhannya harus baik supaya otak yang ada bisa bekerja dan pendidikannya harus diberikan sedini mungkin. Karena itu, dia harus mengikuti PAUD, harus ada simulasi. walaupun fisiknya tidak bisa normal tapi otaknya masih bisa sama dengan anak lain bahkan bisa lebih pintar," tutur Fasli.
Dia berharap pada masa mendatang tidak ada anak Indonesia yang mengalami stunting. Tidak hanya itu, dia juga berharap angka risiko kematian anak menurun.
Diketahui, sekitar 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting. Pada 2012, Pemerintah Indonesia merancang dua kerangka besar penanganan stunting, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Intervensi gizi spesifik ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan berkontribusi sekitar 30% penurunan stunting.Kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan dengan sasaran intervensi dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita.
Dewan Pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Fasli Jalal menjelaskan, 1.000 hari pertama kehidupan merupakan periode tumbuh kembang anak.Oleh karena itu, lanjut Fasli, perlu ada persiapan sebelum kehamilan. "Di Indonesia dan di banyak negara, persiapan calon pengantin sangat penting. Misalnya meastikan tidak menderita anemia, tidak kurang gizi. Kemudian begitu hamil, semua komponen yang memastikan tumbuh kembang janin pada waktu hamil itu diberikan," kata Fasli saat acara Temu Regional Pembangunan Keluarga yang digelar Badan Koordinasi Keluarga Bencana Nasional (BKKBN), di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat 24 Agustus 2018.
Menurut dia, penting untuk mengetahui ciri-ciri stunting. Salah satunya, panjang tubuh bayi. Jangan sampai anak lahir di bawah panjang 48 cm dan beratnya di bawah 2,5 kilogram.
Dia mengatakan, anak-anak yang terkena stunting masih memiliki harapan untuk kembali normal. Untuk itu perlu dilakukan deteksi dan diintervensi sedini mungkin.
"Tuhan Maha Adil ketika sel otaknya (anak stunting-red) yang tersisa itu kita manfaatkan karena itu pengasuhannya harus baik supaya otak yang ada bisa bekerja dan pendidikannya harus diberikan sedini mungkin. Karena itu, dia harus mengikuti PAUD, harus ada simulasi. walaupun fisiknya tidak bisa normal tapi otaknya masih bisa sama dengan anak lain bahkan bisa lebih pintar," tutur Fasli.
Dia berharap pada masa mendatang tidak ada anak Indonesia yang mengalami stunting. Tidak hanya itu, dia juga berharap angka risiko kematian anak menurun.
(dam)