BKKBN Terus Edukasi Masyarakat Cetak Usia Produktif Berkualitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pelayanan Keluarga Berencana (KB) tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19 dengan memperhatikan protokol pencegahan penyebaran virus korona. Tak kalah penting pelayanan serta promosi dan konseling kesehatan reproduksi.
Akses masyarakat terhadap pelayanan serta konseling kesehatan menjadi terbatas di masa pandemi, dan untuk meminimalisir kontak dengan petugas kesehatan sebagian besar kegiatan promosi dan konseling termasuk terkait kesehatan reproduksi lebih banyak memanfaatkan media sosial dan media komunikasi jarak jauh baik secara daring maupun luring.
Menanggapi banyaknya masyarakat yang membutuhkan informasi dan konseling terkait infertilitas dan kesehatan reproduksi, BKKBN bersama dengan POGI menyelenggarakan kegiatan webinar yang mengangkat topik dan isu menarik seputar penanganan infertilitas dalam kesehatan reproduksi.
Pada Sabtu (30/5/2020) kemarin BKKBN menggelar webinar Penanganan Infertilitas dalam Kesehatan Reproduksi melalui aplikasi Webex dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube dan Facebook BKKBN Official.
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo menjadi narasumber bersama dr. Ari Kusuma Januarto, Sp.OG(K) selaku Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Plt. Deputi Bidang KBKR Dwi Listyawardani, Prof Budi Wiweko, (POGI) selaku narasumber, dan Pejabat Tinggi Madya dan Pratama BKKBN.
Peserta webinar yang mengikuti siaran langsung dari Cisco Webex sebanyak sekitar 400 peserta, kanal Facebook sebanyak 4000 peserta, sedangkan Youtube sebanyak 1.390 peserta. Sehingga total keseluruhan yang mengikuti webinar sebanyak kurang lebih 5.790 peserta.
Hasto menekankan bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi, bahkan akan segera berlalu beberapa tahun lagi. BKKBN bersama Instansi terkait, pakar dan mitra kerja terus saling membantu menciptakan SDM berkualitas. "Untuk memetik Bonus Demografi harus memenuhi dua syarat yaitu tidak hanya dari segi kuantitas namun juga kualitas dari segi kuantitas, sehingga salah satu untuk menciptakan SDM berkualitas adalah kesehatan reproduksinya," ujar Hasto.
Berdasarkan data Evaluasi Demographic and Health Surveys (DHS) yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2004 memperkirakan bahwa lebih dari 186 juta WUS yang pernah menikah di negara berkembang mengalami infertilitas, atau setara dengan 1 dari setiap 4 PUS usia 15-49 tahun.
Di Indonesia, dari 67 juta pasangan usia subur, 10-15 persen atau 8 juta mengalami gangguan infertilitas atau kesuburan yang membuat mereka sulit mendapatkan anak (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi infertilitas di Indonesia meningkat setiap tahun. Pada 2013, tingkat prevalensi adalah 15-25% dari semua pasangan (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (Perfitri) pada tahun 2017, terdapat 1.712 pria dan 2.055 wanita yang mengalami infertilitas.
Selain itu, WHO memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri (1 dari 7 pasangan) memiliki masalah infertilitas dan setiap tahun akan muncul 2 juta pasutri dengan masalah infertilitas. Di Indonesia angka kejadian infertilitas diperkirakan terjadi pada lebih dari 20% pasutri. Di Indonesia angka kejadian infertilitas pada perempuan usia 30 – 34 tahun 15%, pada usia 35-39 tahun 30%, dan pada usia 40-44 tahun adalah 55%.
Plt. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN, menambahkan, pasutri dinyatakan mengalami infertilitas atau gangguan kesuburan apabila pasutri belum hamil meski telah melakukan hubungan seksual secara teratur selama 12 bulan tanpa menggunakan alat proteksi/kontrasepsi.
"Pasutri dinyatakan memiliki masalah infertilitas primer jika belum pernah ada riwayat kehamilan dan dinyatakan sebagai infertilitas sekunder jika pasutri tersebut tidak berhasil hamil atau tidak mampu hamil atau tidak mampu mempertahankan kehamilannya setelah memiliki anak hidup sebelumnya," ujar Dwi.
Hasto berharap, melalui webinar ini dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensi para peserta baik seluruh pejabat dan staf di lingkungan internal BKKBN, maupun tenaga kesehatan dan mitra terkait lainnya mengenai isu-isu strategis di bidang kesehatan reproduksi dan mendorong munculnya ide-ide kreatif serta inovasi yang mendukung keberlangsungan pelayanan serta promosi dan konseling kesehatan reproduksi di masa pandemi.
Akses masyarakat terhadap pelayanan serta konseling kesehatan menjadi terbatas di masa pandemi, dan untuk meminimalisir kontak dengan petugas kesehatan sebagian besar kegiatan promosi dan konseling termasuk terkait kesehatan reproduksi lebih banyak memanfaatkan media sosial dan media komunikasi jarak jauh baik secara daring maupun luring.
Menanggapi banyaknya masyarakat yang membutuhkan informasi dan konseling terkait infertilitas dan kesehatan reproduksi, BKKBN bersama dengan POGI menyelenggarakan kegiatan webinar yang mengangkat topik dan isu menarik seputar penanganan infertilitas dalam kesehatan reproduksi.
Pada Sabtu (30/5/2020) kemarin BKKBN menggelar webinar Penanganan Infertilitas dalam Kesehatan Reproduksi melalui aplikasi Webex dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube dan Facebook BKKBN Official.
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo menjadi narasumber bersama dr. Ari Kusuma Januarto, Sp.OG(K) selaku Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Plt. Deputi Bidang KBKR Dwi Listyawardani, Prof Budi Wiweko, (POGI) selaku narasumber, dan Pejabat Tinggi Madya dan Pratama BKKBN.
Peserta webinar yang mengikuti siaran langsung dari Cisco Webex sebanyak sekitar 400 peserta, kanal Facebook sebanyak 4000 peserta, sedangkan Youtube sebanyak 1.390 peserta. Sehingga total keseluruhan yang mengikuti webinar sebanyak kurang lebih 5.790 peserta.
Hasto menekankan bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi, bahkan akan segera berlalu beberapa tahun lagi. BKKBN bersama Instansi terkait, pakar dan mitra kerja terus saling membantu menciptakan SDM berkualitas. "Untuk memetik Bonus Demografi harus memenuhi dua syarat yaitu tidak hanya dari segi kuantitas namun juga kualitas dari segi kuantitas, sehingga salah satu untuk menciptakan SDM berkualitas adalah kesehatan reproduksinya," ujar Hasto.
Berdasarkan data Evaluasi Demographic and Health Surveys (DHS) yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2004 memperkirakan bahwa lebih dari 186 juta WUS yang pernah menikah di negara berkembang mengalami infertilitas, atau setara dengan 1 dari setiap 4 PUS usia 15-49 tahun.
Di Indonesia, dari 67 juta pasangan usia subur, 10-15 persen atau 8 juta mengalami gangguan infertilitas atau kesuburan yang membuat mereka sulit mendapatkan anak (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi infertilitas di Indonesia meningkat setiap tahun. Pada 2013, tingkat prevalensi adalah 15-25% dari semua pasangan (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (Perfitri) pada tahun 2017, terdapat 1.712 pria dan 2.055 wanita yang mengalami infertilitas.
Selain itu, WHO memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri (1 dari 7 pasangan) memiliki masalah infertilitas dan setiap tahun akan muncul 2 juta pasutri dengan masalah infertilitas. Di Indonesia angka kejadian infertilitas diperkirakan terjadi pada lebih dari 20% pasutri. Di Indonesia angka kejadian infertilitas pada perempuan usia 30 – 34 tahun 15%, pada usia 35-39 tahun 30%, dan pada usia 40-44 tahun adalah 55%.
Plt. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN, menambahkan, pasutri dinyatakan mengalami infertilitas atau gangguan kesuburan apabila pasutri belum hamil meski telah melakukan hubungan seksual secara teratur selama 12 bulan tanpa menggunakan alat proteksi/kontrasepsi.
"Pasutri dinyatakan memiliki masalah infertilitas primer jika belum pernah ada riwayat kehamilan dan dinyatakan sebagai infertilitas sekunder jika pasutri tersebut tidak berhasil hamil atau tidak mampu hamil atau tidak mampu mempertahankan kehamilannya setelah memiliki anak hidup sebelumnya," ujar Dwi.
Hasto berharap, melalui webinar ini dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensi para peserta baik seluruh pejabat dan staf di lingkungan internal BKKBN, maupun tenaga kesehatan dan mitra terkait lainnya mengenai isu-isu strategis di bidang kesehatan reproduksi dan mendorong munculnya ide-ide kreatif serta inovasi yang mendukung keberlangsungan pelayanan serta promosi dan konseling kesehatan reproduksi di masa pandemi.
(ars)