Anggota DPRD Gembong Narkoba
A
A
A
ADA berita mengagetkan dari Langkat Sumatera Utara belum lama ini. Seorang anggota DPRD Langkat ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) karena diduga kuat menjadi gembong narkoba. Fenomena ini merupakan pukulan telak bagi kita semua bahwa betapa peredaran narkoba sudah sangat memprihatinkan. Perlu terobosan yang luar biasa agar bisa mengeyahkan maraknya peredaran narkoba dari bumi Indonesia.
Kini narkoba bukan saja menyentuh masyarakat biasa. Namun, barang haram tersebut juga telah merasuki para pejabat kita. Penangkapan Ibrahim alias Hongkong, anggota DPRD Langkat menjadi bukti otentik bahwa narkoba bisa menggoda siapa saja. Yang lebih memprihatinkan lagi, anggota parlemen asal Partai NasDem tersebut bukan hanya pemakai barang memabukkan tersebut. Wakil rakyat itu sudah menjadi gembong narkoba kelas kakap. Hal ini bisa dilihat dari barang bukti yang disita dari pelaku, yakni brupa 105 kg sabu-sabu dan 30.000 butir pil ekstasi.
Jumlah barang bukti yang sangat besar tersebut membuktikan bahwa anggota DPRD Langkah tersebut bukan pemain biasa. Dia patut diduga menjadi bagian sindikat peredaran narkoba yang besar di wilayahnya. Bukan tidak mungkin, jangkauannya lebih luas dari itu atau bahkan jaringan sindikat internasional. Karena itu, aparat keamanan harus memastikan lebih detail lagi peran dan modus operandinya sehingga bisa mengusut jaringannya sampai tuntas.
Lakon yang ditunjukkan oleh anggota DPRD Langkat ini bukan hal yang baru di Indonesia. Sebelumnya, sudah banyak bandar-bandar narkoba yang tertangkap bahkan beberapa diantaranya bukan lagi pengedar namun sudah menjadi produsen alias memiliki pabrik narkoba dengan skala yang sangat besar dengan omset miliaran rupiah dalam satu bulan. Tak mengherankan jika Indonesia saat ini bukan lagi hanya sebagai pasar peredaran narkoba, namun telah menjadi salah satu negara penghasil barang ilegal tersebut.
Peredaran narkoba di Indonesia memang sudah sangat memprihatinkan. Hasil penelitian BNN dan Putlikes Universitas Indonesia menyebutkan bahwa pada 2017, sebanyak 1,77% penduduk atau sekitar 3,3 juta merupakan penyalahguna narkoba. Jumlah ini meningkat cukup tinggi, karena tahun sebelumnya jumlah pengguna narkoba hanya 0,6% penduduk.
Tak hanya itu. Potensi kerugian akibat narkoba juga sangat besar. Pada 2017 saja kerugian akibat narkoba sekitar Rp84,7 triliun. Jumlah yang sangat fantastis dan digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat bahkan merusak. Bayangkan jika uang sebesar itu dipakai untuk membiayai pembangunan atau membantu mengentaskan kemiskinan yang masih mendera jutaan masyarakat kita, tentu hal ini akan sangat berguna.
Belum lagi, dampak penyalahgunaan narkoba juga begitu massif. Setiap hari, BNN menyebut rata-rata ada 37- 40 orang Indonesia meninggal karena narkoba. Dari penggunanya, Bandar narkoba juga sudah mulai menyasar anak-anak SD dan SMP sebagai korbannya.
Dari indikator-indikator tersebut, tidak seharusnya kita masih berdebat soal pemberantasan narkoba. Tak pantas lagi, kita hanya berwacana untuk memberantas narkoba. Ancaman terhadap kehancuran generasi muda sudah di depan mata. Sudah saatnya seluruh elemen bangsa sadar, bahwa narkoba merupakan ancaman serius bagi kita semua dalam arti yang sebenar-benarnya. Bukan hanya sekadar menjadi jargon seperti saat ini. Bahkan, kalau kita teliti, dampak ancaman narkoba jauh lebih dahsyat dari terorisme. Dimana untuk yang terakhir ini, pemerintah dan aparat keamanan terkesan sangat getol untuk menumpasnya. Seharusnya semangat pemberantasan narkoba sama dengan pemberantasan terorisme dan korupsi karena sama-sama merusak bangsa ini. Kita tak perlu malu mencontoh Singapura, Malaysia maupun Filipina yang sangat tegas memberantas narkoba. Mereka sadar bahwa narkoba telah mengancam eksistensi generasi penerus bangsa. Ingat, perlahan tapi pasti, bangsa kita akan hancur jika kita tak serius memberantas narkoba.
Kini narkoba bukan saja menyentuh masyarakat biasa. Namun, barang haram tersebut juga telah merasuki para pejabat kita. Penangkapan Ibrahim alias Hongkong, anggota DPRD Langkat menjadi bukti otentik bahwa narkoba bisa menggoda siapa saja. Yang lebih memprihatinkan lagi, anggota parlemen asal Partai NasDem tersebut bukan hanya pemakai barang memabukkan tersebut. Wakil rakyat itu sudah menjadi gembong narkoba kelas kakap. Hal ini bisa dilihat dari barang bukti yang disita dari pelaku, yakni brupa 105 kg sabu-sabu dan 30.000 butir pil ekstasi.
Jumlah barang bukti yang sangat besar tersebut membuktikan bahwa anggota DPRD Langkah tersebut bukan pemain biasa. Dia patut diduga menjadi bagian sindikat peredaran narkoba yang besar di wilayahnya. Bukan tidak mungkin, jangkauannya lebih luas dari itu atau bahkan jaringan sindikat internasional. Karena itu, aparat keamanan harus memastikan lebih detail lagi peran dan modus operandinya sehingga bisa mengusut jaringannya sampai tuntas.
Lakon yang ditunjukkan oleh anggota DPRD Langkat ini bukan hal yang baru di Indonesia. Sebelumnya, sudah banyak bandar-bandar narkoba yang tertangkap bahkan beberapa diantaranya bukan lagi pengedar namun sudah menjadi produsen alias memiliki pabrik narkoba dengan skala yang sangat besar dengan omset miliaran rupiah dalam satu bulan. Tak mengherankan jika Indonesia saat ini bukan lagi hanya sebagai pasar peredaran narkoba, namun telah menjadi salah satu negara penghasil barang ilegal tersebut.
Peredaran narkoba di Indonesia memang sudah sangat memprihatinkan. Hasil penelitian BNN dan Putlikes Universitas Indonesia menyebutkan bahwa pada 2017, sebanyak 1,77% penduduk atau sekitar 3,3 juta merupakan penyalahguna narkoba. Jumlah ini meningkat cukup tinggi, karena tahun sebelumnya jumlah pengguna narkoba hanya 0,6% penduduk.
Tak hanya itu. Potensi kerugian akibat narkoba juga sangat besar. Pada 2017 saja kerugian akibat narkoba sekitar Rp84,7 triliun. Jumlah yang sangat fantastis dan digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat bahkan merusak. Bayangkan jika uang sebesar itu dipakai untuk membiayai pembangunan atau membantu mengentaskan kemiskinan yang masih mendera jutaan masyarakat kita, tentu hal ini akan sangat berguna.
Belum lagi, dampak penyalahgunaan narkoba juga begitu massif. Setiap hari, BNN menyebut rata-rata ada 37- 40 orang Indonesia meninggal karena narkoba. Dari penggunanya, Bandar narkoba juga sudah mulai menyasar anak-anak SD dan SMP sebagai korbannya.
Dari indikator-indikator tersebut, tidak seharusnya kita masih berdebat soal pemberantasan narkoba. Tak pantas lagi, kita hanya berwacana untuk memberantas narkoba. Ancaman terhadap kehancuran generasi muda sudah di depan mata. Sudah saatnya seluruh elemen bangsa sadar, bahwa narkoba merupakan ancaman serius bagi kita semua dalam arti yang sebenar-benarnya. Bukan hanya sekadar menjadi jargon seperti saat ini. Bahkan, kalau kita teliti, dampak ancaman narkoba jauh lebih dahsyat dari terorisme. Dimana untuk yang terakhir ini, pemerintah dan aparat keamanan terkesan sangat getol untuk menumpasnya. Seharusnya semangat pemberantasan narkoba sama dengan pemberantasan terorisme dan korupsi karena sama-sama merusak bangsa ini. Kita tak perlu malu mencontoh Singapura, Malaysia maupun Filipina yang sangat tegas memberantas narkoba. Mereka sadar bahwa narkoba telah mengancam eksistensi generasi penerus bangsa. Ingat, perlahan tapi pasti, bangsa kita akan hancur jika kita tak serius memberantas narkoba.
(mhd)