Prabowo Legowo, Anies Berpeluang Capres
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto yang mengaku siap tidak dicalonkan sebagai calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sangat mengejutkan.
Sebab, nama Prabowo masih menjadi capres paling potensial berdasarkan hasil sejumlah survei. Saat berpidato dalam acara Ijtima Ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama di Hotel Peninsula, Jakarta, Jumat (27/7) malam, Prabowo mengaku siap menjadi alat untuk mendukung kemenangan umat dan rakyat dalam kontestasi lima tahunan itu.
“Tapi kalau saya tidak dibutuhkan dan ada orang lain yang lebih baik, saya pun siap mendukung kepentingan rakyat dan umat,” kata Prabowo. Pernyataan Prabowo itu tentu membuka peluang munculnya nama lain sebagai capres dari kubu oposisi.
Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun disebut-sebut berpeluang besar diusung sebagai capres untuk menantang kekuatan koalisi pengusung Joko Widodo (Jokowi) jika Prabowo batal maju dan memilih jadi king maker.
Dalam berbagai kesempatan, pesan simbolik Anies untuk maju dalam Pilpres 2019 cukup kuat. Bahkan, dalam pertemuan itu, Anies yang didapuk memberikan sambutan menyebutkan kemungkinan munculnya sejarah baru dalam perpolitikan Indonesia.
“Insya Allah kita mengingat sejarah masa lalu dan hari ini, mudah-mudahan kita dapat menyaksikan akan ada sejarah baru yang ditorehkan untuk Indonesia,” ungkap Anies. Pengamat komunikasi politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto mengatakan, pidato Prabowo itu sangat menarik dalam konteks komunikasi politik.
Sebab, dari berbagai survei, nama Prabowo paling potensial sebagai capres selain Jokowi. “Kalau ada potensi Pak Prabowo memberi peluang kepada orang lain, tentu cukup mendinamisasi pasar pemilih karena ini akan memunculkan figur-figur lain,” ujar Gun Gun di sela-sela Talkshow Polemik Trijaya bertajuk “Cerita di Balik Drama Copras-Capres” di Warung Daun, Cikini, Jakarta, kemarin.
Gun Gun mengatakan, salah satu yang bisa mengubah peta pencalonan pada injury time adalah Prabowo. Nah, ketika Prabowo pada akhirnya memilih menjadi king maker, posisi Anies jauh lebih potensial dibanding figur-figur lain sekalipun hal ini tidak terlalu mudah.
Alasannya, Anies bukan orang partai, dan dia tidak punya kekuatan jangkar politik untuk bisa running sebagai capres. Menurut Gun Gun, setidaknya ada dua alasan nama Anies menjadi potensial jika Prabowo memilih tidak maju capres.
Pertama, political publicity Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal yang sama sebelumnya juga terjadi pada sosok Jokowi ketika menjadi gubernur DKI Jakarta, akhirnya maju pada Pilpres 2014 dan menang.
“Kedua, Anies bukan dari partai politik. Tingkat penerimaan elite parpol koalisi kepada Anies akan jauh lebih diterima dibanding kalau diambil dari salah satu elite parpol koalisi, misalnya empat parpol itu (Partai Gerindra, PKS, Partai Demokrat, dan PAN),” tuturnya.
Peluang itu, kata Gun Gun, sebenarnya juga menjadi godaan bagi Anies, apakah akan bertahan sebagai Gubernur DKI Jakarta atau menjadi kandidat RI-1. Namun, hal itu juga masih akan dipengaruhi posisi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). “Pertama, posisi JK apakah akan nyawapres lagi atau tidak.
Karena sepertinya posisi politik Anies sejak di DKI terhubung erat dengan JK sebagai reference power yang memberikan dukungan penuh kepada Pak Anies. Menurut saya, sangat dipengaruhi oleh JK. “Kalau JK kemudian ke Pak Jokowi, mungkin saja Pak Anies akan tetap di DKI,” katanya.
Diketahui, saat ini Partai Perindo sedang melakukan gugatan judicial review Pasal 169 huruf N dalam UU Pemilu terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden. Gugatan tersebut ditindaklanjuti oleh gugatan kubu JK sebagai pihak terkait.
Artinya, JK masih memungkinkan maju kembali sebagai cawapres jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan itu. Kemudian hal kedua, kata Gun Gun, langkah Anies juga sangat dipengaruhi kebutuhan strategis Partai Gerindra yang memiliki kepentingan pada pemilu legislatif.
“Salah satu hal paling strategis bagi Gerindra dari dampak ekor jas atau cocktail effect itu adalah adanya figur Prabowo untuk memberikan intensif elektoral pada pemilihan legislatif. Nah, arus utama di internal Partai Gerindra juga belum satu pandangan kalau ada sosok di luar Prabowo.
Arus utama masih yang paling meng hen daki Prabowo nyapres karena dari nyapresnya Pak Prabowo dimungkinkan bisa menaikkan elektabilitas Partai Gerindra,” tuturnya. Karena itu, Gun Gun menilai bahwa dinamika politik masih cair.
Pertama soal figur yang diusung, politik akomodasi karena setiap parpol punya kepentingan, dan faktor judicial review soal presidential threshold serta uji materi batasan kekuasaan.
Direktur Pencapresan DPP PKS Suhud Aliyudin mengatakan, hasil Ijtima Ulama GNPF Ulama akan merekomendasikan caprescawapres yang akan didukung parpol koalisi penantang Jokowi. “Kami akan menjadikan rekomendasi dari Ijtima Ulama ini untuk kami bahas dalam Majelis Syura PKS,” katanya.
Suhud mengatakan, kondisi politik saat ini masih sangat dinamis karena masih banyak faktor yang memungkinkan adanya perubahan. “Itu tidak hanya di pihak kami, tapi juga pihak Jokowi meski sudah digambarkan solid. Kalau solid, maka sudah diumumkan cawapres,” katanya.
Menurut dia, proses komunikasi yang dibangun parpol koalisi sudah 80%. “Tinggal 20% lagi apakah ini akan ada kesepakatan yang membuat kenyamanan akan ditentukan dalam beberapa hari lagi,” tuturnya. Bahkan, Suhud menyebutkan tidak menuntut kemungkinan masih adanya peluang munculnya poros ketiga.
“Kemungkinan itu masih terbuka,” katanya. Soal statement Prabowo yang siap tidak nyapres, menurut Suhud, jika pernyataan itu benar, maka itu akan memudahkan koalisi parpol oposisi untuk mencari alternatif calon yang lebih kuat. “Misalnya proposal alternatif Anies-Aher (Ahmad Heryawan).
Saya yakin, Pak Anies adalah figur yang bisa diterima banyak pihak. Kalau memang (statement Prabowo tidak nyapres) itu benar, maka ini lebih mudah bagi koalisi untuk mencari figur-figur yang lebih bisa diterima luas,” tuturnya.
Namun, Suhud mengaku masih meragukan pernyataan Prabowo karena kader Gerindra masih sangat kuat mendorong ketua umumnya maju sebagai capres. Hal ini terkait dengan dampak perolehan suara di pileg.
Rencananya, pada Senin (30/7) besok, para petinggi PKS akan menemui Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mematangkan koalisi. “Tapi kali ini kami sebagai tuan rumah. Entah tempatnya di mana, yang jelas bukan di DPP,” katanya.
Pihaknya menegaskan, cawapres bukan harga mati bagi PKS ketika koalisi terbentuk bersama beberapa parpol. Berbeda ketika koalisi hanya dilakukan bersama Partai Gerindra.
Sebab, nama Prabowo masih menjadi capres paling potensial berdasarkan hasil sejumlah survei. Saat berpidato dalam acara Ijtima Ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama di Hotel Peninsula, Jakarta, Jumat (27/7) malam, Prabowo mengaku siap menjadi alat untuk mendukung kemenangan umat dan rakyat dalam kontestasi lima tahunan itu.
“Tapi kalau saya tidak dibutuhkan dan ada orang lain yang lebih baik, saya pun siap mendukung kepentingan rakyat dan umat,” kata Prabowo. Pernyataan Prabowo itu tentu membuka peluang munculnya nama lain sebagai capres dari kubu oposisi.
Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun disebut-sebut berpeluang besar diusung sebagai capres untuk menantang kekuatan koalisi pengusung Joko Widodo (Jokowi) jika Prabowo batal maju dan memilih jadi king maker.
Dalam berbagai kesempatan, pesan simbolik Anies untuk maju dalam Pilpres 2019 cukup kuat. Bahkan, dalam pertemuan itu, Anies yang didapuk memberikan sambutan menyebutkan kemungkinan munculnya sejarah baru dalam perpolitikan Indonesia.
“Insya Allah kita mengingat sejarah masa lalu dan hari ini, mudah-mudahan kita dapat menyaksikan akan ada sejarah baru yang ditorehkan untuk Indonesia,” ungkap Anies. Pengamat komunikasi politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto mengatakan, pidato Prabowo itu sangat menarik dalam konteks komunikasi politik.
Sebab, dari berbagai survei, nama Prabowo paling potensial sebagai capres selain Jokowi. “Kalau ada potensi Pak Prabowo memberi peluang kepada orang lain, tentu cukup mendinamisasi pasar pemilih karena ini akan memunculkan figur-figur lain,” ujar Gun Gun di sela-sela Talkshow Polemik Trijaya bertajuk “Cerita di Balik Drama Copras-Capres” di Warung Daun, Cikini, Jakarta, kemarin.
Gun Gun mengatakan, salah satu yang bisa mengubah peta pencalonan pada injury time adalah Prabowo. Nah, ketika Prabowo pada akhirnya memilih menjadi king maker, posisi Anies jauh lebih potensial dibanding figur-figur lain sekalipun hal ini tidak terlalu mudah.
Alasannya, Anies bukan orang partai, dan dia tidak punya kekuatan jangkar politik untuk bisa running sebagai capres. Menurut Gun Gun, setidaknya ada dua alasan nama Anies menjadi potensial jika Prabowo memilih tidak maju capres.
Pertama, political publicity Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal yang sama sebelumnya juga terjadi pada sosok Jokowi ketika menjadi gubernur DKI Jakarta, akhirnya maju pada Pilpres 2014 dan menang.
“Kedua, Anies bukan dari partai politik. Tingkat penerimaan elite parpol koalisi kepada Anies akan jauh lebih diterima dibanding kalau diambil dari salah satu elite parpol koalisi, misalnya empat parpol itu (Partai Gerindra, PKS, Partai Demokrat, dan PAN),” tuturnya.
Peluang itu, kata Gun Gun, sebenarnya juga menjadi godaan bagi Anies, apakah akan bertahan sebagai Gubernur DKI Jakarta atau menjadi kandidat RI-1. Namun, hal itu juga masih akan dipengaruhi posisi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). “Pertama, posisi JK apakah akan nyawapres lagi atau tidak.
Karena sepertinya posisi politik Anies sejak di DKI terhubung erat dengan JK sebagai reference power yang memberikan dukungan penuh kepada Pak Anies. Menurut saya, sangat dipengaruhi oleh JK. “Kalau JK kemudian ke Pak Jokowi, mungkin saja Pak Anies akan tetap di DKI,” katanya.
Diketahui, saat ini Partai Perindo sedang melakukan gugatan judicial review Pasal 169 huruf N dalam UU Pemilu terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden. Gugatan tersebut ditindaklanjuti oleh gugatan kubu JK sebagai pihak terkait.
Artinya, JK masih memungkinkan maju kembali sebagai cawapres jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan itu. Kemudian hal kedua, kata Gun Gun, langkah Anies juga sangat dipengaruhi kebutuhan strategis Partai Gerindra yang memiliki kepentingan pada pemilu legislatif.
“Salah satu hal paling strategis bagi Gerindra dari dampak ekor jas atau cocktail effect itu adalah adanya figur Prabowo untuk memberikan intensif elektoral pada pemilihan legislatif. Nah, arus utama di internal Partai Gerindra juga belum satu pandangan kalau ada sosok di luar Prabowo.
Arus utama masih yang paling meng hen daki Prabowo nyapres karena dari nyapresnya Pak Prabowo dimungkinkan bisa menaikkan elektabilitas Partai Gerindra,” tuturnya. Karena itu, Gun Gun menilai bahwa dinamika politik masih cair.
Pertama soal figur yang diusung, politik akomodasi karena setiap parpol punya kepentingan, dan faktor judicial review soal presidential threshold serta uji materi batasan kekuasaan.
Direktur Pencapresan DPP PKS Suhud Aliyudin mengatakan, hasil Ijtima Ulama GNPF Ulama akan merekomendasikan caprescawapres yang akan didukung parpol koalisi penantang Jokowi. “Kami akan menjadikan rekomendasi dari Ijtima Ulama ini untuk kami bahas dalam Majelis Syura PKS,” katanya.
Suhud mengatakan, kondisi politik saat ini masih sangat dinamis karena masih banyak faktor yang memungkinkan adanya perubahan. “Itu tidak hanya di pihak kami, tapi juga pihak Jokowi meski sudah digambarkan solid. Kalau solid, maka sudah diumumkan cawapres,” katanya.
Menurut dia, proses komunikasi yang dibangun parpol koalisi sudah 80%. “Tinggal 20% lagi apakah ini akan ada kesepakatan yang membuat kenyamanan akan ditentukan dalam beberapa hari lagi,” tuturnya. Bahkan, Suhud menyebutkan tidak menuntut kemungkinan masih adanya peluang munculnya poros ketiga.
“Kemungkinan itu masih terbuka,” katanya. Soal statement Prabowo yang siap tidak nyapres, menurut Suhud, jika pernyataan itu benar, maka itu akan memudahkan koalisi parpol oposisi untuk mencari alternatif calon yang lebih kuat. “Misalnya proposal alternatif Anies-Aher (Ahmad Heryawan).
Saya yakin, Pak Anies adalah figur yang bisa diterima banyak pihak. Kalau memang (statement Prabowo tidak nyapres) itu benar, maka ini lebih mudah bagi koalisi untuk mencari figur-figur yang lebih bisa diterima luas,” tuturnya.
Namun, Suhud mengaku masih meragukan pernyataan Prabowo karena kader Gerindra masih sangat kuat mendorong ketua umumnya maju sebagai capres. Hal ini terkait dengan dampak perolehan suara di pileg.
Rencananya, pada Senin (30/7) besok, para petinggi PKS akan menemui Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mematangkan koalisi. “Tapi kali ini kami sebagai tuan rumah. Entah tempatnya di mana, yang jelas bukan di DPP,” katanya.
Pihaknya menegaskan, cawapres bukan harga mati bagi PKS ketika koalisi terbentuk bersama beberapa parpol. Berbeda ketika koalisi hanya dilakukan bersama Partai Gerindra.
(don)